Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi peredaran uang rupiah, termasuk melakukan pemusnahan uang rupiah yang sudah tidak layak edar maupun yang sudah tidak berlaku. Pemusnahan uang rupiah ditujukan untuk menjaga kualitas uang rupiah yang beredar dan memastikan stabilitas sistem pembayaran di Indonesia.

Setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah membentuk 12 kementerian dalam lingkungan pemerintahan, salah satunya adalah Kementerian Keuangan. Sejak 3 Oktober 1945, Pemerintah menetapkan bahwa Indonesia memiliki 4 mata uang yang sah ditujukan untuk melakukan transaksi jual-beli. 

Pada masa penjajahan maupun peperangan, jumlah uang yang beredar sulit dihitung dengan tepat karena uang yang beredar terlalu banyak, sehingga perlu diadakan penyederhanaan melalui pengguntingan uang. Kebijakan tersebut dilaksanakan untuk menekan angka inflasi di Indonesia karena beredarnya berbagai jenis mata uang peninggalan masa penjajahan dan peperangan.

Kemudian, upaya Pemerintah Indonesia untuk membenahi sistem moneter nasional adalah dengan mendirikan Bank Indonesia pada 1 Juli 1953 yang mana Bank Indonesia menggantikan lembaga De Javasche Bank dan kini menjadi bank sentral di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. Bank Indonesia memiliki beberapa fungsi utama, diantaranya adalah melakukan pengelolaan bidang moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan. 

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (“UU 7/2011”), mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. Rupiah terdiri atas 2 macam, yakni Rupiah kertas dan Rupiah logam.

Rupiah dikelola oleh Bank Indonesia melalui beberapa tahapan sebagaimana tertera dalam Pasal 11 ayat (1) UU 7/2011, yakni:

  1. Perencanaan;
  2. Pencetakan;
  3. Pengeluaran
  4. Pengedaran
  5. Pencabutan dan penarikan; dan 
  6. Pemusnahan. 

Bank Indonesia melakukan koordinasi bersama Pemerintah pada tahap perencanaan, pencetakan, dan mekanisme pemusnahan uang rupiah. Sementara itu, pada tahap pengeluaran, pengedaran, dan/atau pencabutan dan penarikan rupiah hanya bisa dilakukan oleh Bank Indonesia karena hal tersebut merupakan kewenangan dari Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia. 

Pada Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 (PerBI 1/2025) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pemusnahan adalah rangkaian kegiatan terdiri atas meracik, melebur, atau cara lain memusnahkan uang rupiah sehingga tidak menyerupai uang rupiah. Sebelum dilaksanakan mekanisme pemusnahan uang rupiah, Bank Indonesia melakukan pencabutan dan penarikan uang didasari atas beberapa tujuan, yaitu: melakukan pencegahan dan meminimalisir terjadinya peredaran uang palsu, serta menyederhanakan komposisi dan emisi terhadap pecahan yang ada.

Berdasarkan Pasal 57 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/10/PBI/2019 tentang Pengelolaan Uang Rupiah (“21/10/PBI/2019”), Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang rupiah setiap 1 tahun sekali sebagaimana pasal tersebut berbunyi:

“Jumlah dan nilai nominal Uang Rupiah yang dimusnahkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia secara periodik setiap 1 (satu) tahun sekali.” 

Pemusnahan uang rupiah merupakan bagian integral dari pengelolaan uang yang efektif. Maka dari itu, alasan utama terjadinya pemusnahan uang rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain untuk menjaga kualitas yang beredar, mencegah terjadinya pemalsuan uang rupiah, melakukan penarikan terhadap uang yang sudah tidak berlaku, dan efisiensi pengelolaan uang rupiah. 

Untuk melaksanakan pemusnahan uang rupiah, tentu harus memenuhi beberapa kriteria sebagaimana hal ini tercantum dalam Pasal 18 ayat (3) UU 7/2011, yaitu:

  1. Rupiah yang tidak layak edar;
  2. Rupiah yang masih layak edar yang dengan pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat ekonomis dan/atau kurang diminati oleh masyarakat; dan/atau
  3. Rupiah yang sudah tidak berlaku.

Untuk memenuhi ketentuan pada Pasal 57 ayat (2) 21/10/PBI/2019, pada tahun 2024 Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang rupiah. Pemusnahan tersebut terdiri dari uang rupiah tidak layak edar dan uang rupiah yang sudah tidak berlaku sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 2 PerBI 1/2025. Pemusnahan antara uang rupiah kertas dan uang rupiah logam dilakukan dengan cara yang berbeda-beda yang mana mekanisme pemusnahan uang rupiah kertas diracik menggunakan mesin yang berfungsi untuk meracik uang rupiah kertas, sehingga tidak lagi menyerupai uang rupiah kertas. Sementara itu, pemusnahan uang rupiah logam dilakukan dengan cara dilebur, sehingga tidak lagi menyerupai uang rupiah logam. 

Adapun jumlah dan nilai nominal uang rupiah yang dimusnahkan pada tahun 2024 tertera dalam Lampiran PerBI 1/2025, yakni sejumlah Rp. 64.341.856.280.000 atas uang rupiah kertas berhasil dimusnahkan, sementara itu pemusnahan uang rupiah logam berjumlah Rp. 0. Tidak adanya pemusnahan uang rupiah logam dikarenakan uang rupiah logam yang masih beredar masih dikenal dan diterima oleh masyarakat secara luas, maka dari itu tidak perlu dilakukan perubahan atau penerbitan pecahan uang logam baru. 

Mekansme pemusnahan uang rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi uang yang beredar disertai dengan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti usia edar uang, perkembangan teknologi, dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia terkait pemusnahan uang rupiah yang disesuaikan dengan program digitalisasi pembayaran yang kian hari semakin berkembang. Oleh karena itu, kebijakan pemusnahan uang rupiah tidak hanya berdasarkan pada kondisi fisik uang, namun juga perubahan pola transaksi yang berkembang dalam masyarakat, serta kebijakan moneter yang diterapkan Bank Indonesia.***

Baca juga: Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance) Membentuk Masa Depan Ekonomi Global

Daftar Hukum:

Referensi: