Sistem peradilan di Indonesia memiliki tujuan memberikan akses keadilan bagi seluruh warga negara. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menghadirkan mekanisme hukum yang memungkinkan setiap individu atau pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan secara cepat dan sederhana. Artikel ini ditujukan untuk membahas Gugatan Sederhana di Indonesia beserta dasar hukumnya dengan tujuan untuk memahami bagaimana mekanisme itu bisa berfungsi dan mendukung akses keadilan.

Gugatan didasarkan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur proses peradilan. Beberapa dasar hukum utama yang mengatur Gugatan sederhana antara lain;

  1. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: Undang-undang ini adalah dasar hukum utama yang mengatur lembaga peradilan di Indonesia. Bagian dalam undang-undang ini memberikan landasan untuk pembentukan mekanisme Gugatan, yang bertujuan untuk memastikan akses yang lebih mudah ke peradilan.
  2. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, sebagaimana diubah dengan Peraturan MA RI No. 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan MA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Perma Gugatan Sederhana): Peraturan Mahkamah Agung ini merinci prosedur Gugatan ini, termasuk batasan nilai tuntutan, syarat-syarat pengajuan, dan prosedur pengadilan.

Gugatan ini memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari gugatan biasa. Berikut adalah beberapa karakteristik utama mekanismenya:

  • Batasan Nilai Tuntutan: Salah satu ciri utama Gugatan ini adalah adanya batasan nilai tuntutan. Batasan nilai tuntutan tersebut diatur yaitu maksimal Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Hal ini diatur pada Pasal 3 ayat (1) Perma Gugatan Sederhana, yang berbunyi sebagai berikut:

Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”;

  • Ruang Lingkup Pokok Perkara yang ditangani: Selain itu, terdapat beberapa perkara yang tidak dapat dimohonkan untuk diselesaikan melalui mekanisme Gugatan ini, sebagai contoh yaitu perkara sengketa hak atas tanah dan perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus. Hal ini diatur pada Pasal 3 ayat (2) Perma Gugatan Sederhana, yang berbunyi sebagai berikut:

Tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah: a. perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau b. sengketa hak atas tanah.”;

  • Ketentuan Terkait Para Pihak yang Berperkara: Penggugat maupun tergugat dalam perkara Gugatan ini tidak boleh lebih dari satu. Lalu domisili Pengadilan dari penggugat dan tergugat harus sama, dan penggugat dan tergugat wajib hukumnya untuk menghadiri secara langsung setiap persidangan. Hal ini diatur pada Pasal 4 Perma Gugatan Sederhana, yang berbunyi sebagai berikut:

“(1) Para pihak dalam gugatan ini terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.

(2) Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan ini

(3) Penggugat dan tergugat dalam gugatan ini harus berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.

(3a) Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat.

(4) Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa, kuasa insidentil atau wakil dengan surat tugas dari institusi penggugat.”;

  • Jangka Waktu Penyelesaian Perkara: Penyelesaian Gugatan ini paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama dilaksanakan. Hal ini diatur pada Pasal 5 ayat (3) Perma Gugatan Sederhana, yang berbunyi sebagai berikut:

Penyelesaian gugatan ini diselesaikan paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama.”;

  • Prosedur Beracara: Berbeda dengan gugatan perdata pada umumnya, Gugatan ini tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan. Hal ini diatur pada Pasal 17 Perma Gugatan Sederhana, yang berbunyi sebagai berikut:

Dalam proses pemeriksaan gugatan ini, tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.”;

  • Upaya Hukum Terhadap Putusan: Jika pada gugatan perdata pada umumnya terdapat adanya upaya hukum berupa banding, kasasi dan peninjauan kembali, pada Gugatan ini upaya hukumnya hanya ada keberatan saja. Setelah diajukan upaya hukum keberatan, maka putusan keberatan ini akan berkekuatan hukum tetap dan menjadi putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali. Hal ini diatur pada Pasal 21 ayat (1) jo. Pasal 30 Perma Gugatan Sederhana, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21 ayat (1)

Upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 adalah dengan mengajukan keberatan.

Pasal 30

Putusan keberatan merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali.

Gugatan ini juga memberikan sejumlah keuntungan, baik bagi individu yang mengajukannya maupun bagi sistem peradilan secara keseluruhan:

  1. Terjangkau: Gugatan ini memiliki biaya yang lebih rendah, sehingga lebih terjangkau bagi individu dengan keterbatasan finansial.
  2. Akses Sederhana: Proses Gugatan ini yang lebih sederhana membuatnya lebih mudah diakses oleh individu yang mungkin tidak memiliki pengetahuan hukum yang mendalam.
  3. Keadilan Cepat: Kasus yang diajukan melalui Gugatan Sederhana cenderung diselesaikan lebih cepat dibandingkan dengan Gugatan Biasa, memungkinkan penyelesaian kasus yang lebih efisien.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Gugatan Sederhana di Indonesia adalah mekanisme hukum yang penting dalam mendukung akses keadilan bagi individu atau pihak yang merasa dirugikan. Dengan dasar hukum yang kuat, Gugatan ini memberikan solusi yang lebih terjangkau, sederhana, dan cepat bagi mereka yang memerlukan penyelesaian sengketa hukum. Mekanisme ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk menyediakan sistem peradilan yang adil dan inklusif bagi seluruh warga negara.

Author / Contributor:

Anthony Muslim P., S.H.

Senior Associate

Contact:

Mail       : @siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975

Baca Juga: Delik Aduan Dalam Sistem Hukum di Indonesia