Dalam sistem hukum di Indonesia, delik aduan adalah salah satu jenis tindak pidana yang memerlukan laporan atau aduan dari pihak yang merasa dirugikan atau pihak yang berwenang agar penuntutan terhadap pelaku dapat dilakukan. Delik aduan berbeda dengan delik biasa yang dapat diproses langsung oleh pihak penyidik kepolisian atau kejaksaan tanpa adanya persetujuan dari korban atau pihak yang dirugikan. Artinya tanpa adanya laporan/pengaduan, atau korban sudah mencabut laporannya, penyidik tetap memiliki kewajiban untuk melanjutkan proses perkara tersebut.
Dalam perkara delik aduan, pihak penyidik tidak bisa memulai memeriksa suatu perkara tanpa adanya laporan atau aduan dari pihak korban atau pihak yang dirugikan. Tanpa aduan ini, penuntutan tidak bisa berlanjut. Beberapa contoh tindak pidana yang termasuk delik aduan di Indonesia meliputi pencemaran nama baik (Pasal 310), penganiayaan ringan (Pasal 352), dan perzinahan (Pasal 284).
Perkara pidana penghinaan terhadap pejabat atau penyelenggara negara termasuk delik aduan sebagaimana dinyatakan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 31/PUU-XIII/2015. Dalam putusan uji materiil terhadap pasal penghinaan, MK menyatakan bahwa Pasal 319 KUHPidana sepanjang frasa kecuali berdasarkan Pasal 316 bertentangan dengan UUD 1945. Dalam delik aduan, korban tindak pidana dapat mencabut laporan apabila telah terjadi suatu perdamaian di antara korban dan terdakwa seperti diterangkan dalam Pasal 75 KUHPidana. Batas waktu menarik kembali pengaduannya adalah dalam waktu tiga bulan setelah pengaduannya diajukan.
Sementara batas waktu korban melaporkan perbuatan pidana yang dialaminya dapat dilakukan dalam kurun waktu enam bulan. Apabila korban bertempat tinggal di luar negeri, menurut sistem hukum kita, jangka waktunya adalah sembilan bulan. Selain contoh kasus di atas, ada beberapa kasus delik aduan berdasarkan KUHPidana, yaitu membuka rahasia orang lain: Pasal 322 ayat (1).
Pasal 322 ayat (2) KUHPidana menerangkan jika kejahatan dilakukan kepada orang lain, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korbannya. Membuka rahasia perusahaan: Pasal 323 ayat (1) KUHP. Dalam ayat selanjutnya diterangkan bahwa kejahatan ini hanya dapat dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan yang dirugikan.
Baca juga: Kenali, ini Bentuk Pengadilan Militer di Indonesia