Jumlah permohonan hak cipta per 24 November 2023 tercatat sebanyak 118.248 permohonan. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Anggoro Dasananto seperti dikutip dari website DJKI mengatakan, jumlah permohonan melebihi target hingga 165%. 

Peningkatan permohonan tersebut, ungkap tidak terlepas dari terimplementasinya sistem Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POP HC) yang bisa memproses hanya dalam waktu kurang dari 10 menit. Sementara itu permohonan desain industri mencapai 5.537 permohonan atau 91% per 24 November 2023.

Salah satu cara untuk menyelesaikan kasus HKI di Indonesia melalui Badan Arbitrase Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI). Lembaga ini selain membantu menyelesaikan sengketa dalam lingkup HKI juga sebagai perlindungan dan penegakan hukum di bidang HKI.

BAM HKI menawarkan jasa penyelesaian sengketa arbitrase yang bersifat edukatif dan penyelesaian sengketa melalui non-adjudikatif, seperti mediasi, negosiasi, konsultasi, dan konsiliasi. Bidang sengketa yang dapat ditangani oleh BAM HKI merupakan segala hal yang termasuk ke dalam objek HKI yang merupakan karya-karya yang berasal dari hasil olahan intelektual manusia dan telah diwujudkan dalam bentuk karya secara nyata.

Ruang lingkup BAM HKI antara lain menangani sengketa hak cipta, hak paten, merek, indikasi geografis, rahasia dagang, desain industri, serta bidang lain yang terkait dengan HKI. BAM HKI dibentuk pada 21 April 2011 dilatarbelakangi kebebasan sumber daya manusia untuk menciptakan berbagai karya yang semakin meningkat belakangan ini. Hal ini tak luput dari potensi timbulnya permasalahan atau persengketaan terkait karya yang telah dibuat.

Lalu apa syarat menjadi arbiter untuk penanganan sengketa HKI? Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), seseorang yang dapat diangkat atau ditunjuk sebagai arbiter harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yakni:

Pertama, Cakap melakukan tindakan hukum

Kedua, Berumur paling rendah 35 tahun

Ketiga, Tidak memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa

Keempat, Tidak berkepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase

Kelima, Telah memiliki pengalaman dan menguasai bidang tertentu paling sedikit 15 tahun

Untuk itu, seseorang yang telah memenuhi persyaratan diatas dapat menjadi arbiter. Pada kasus penyelesaian sengketa HKI di BAM HKI, seseorang yang dikatakan cakap dan mampu menjadi seorang arbiter adalah seseorang yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana Pasal 12 ayat 1 UU Arbitrase dan berilmu pengetahuan khususnya di bidang HKI. Akan tetapi, kemudian dijelaskan dalam Pasal 12 ayat (2) bahwa seseorang dengan profesi hakim, jaksa, panitera, dan pejabat peradilan lainnya tidak bisa diangkat atau ditunjuk sebagai arbiter.

Pemerintah telah menangani 1.184 perkara terkait pelanggaran hak dan kekayaan intelektual (HKI) sejak 2015-2021, dari jumlah tersebut sebanyak 958 perkara ditangani kepolisian. Dikutip dari bisnis.com, masih banyaknya pelanggaran menyebabkan Indonesia masih menyandang status priority watch list sehingga menghambat investasi.

Baca Juga: Profil Badan Arbitrase Nasional Indonesia