BPJS Ketenagakerjaan adalah bagian dari program jaminan sosial ketenagakerjaan yang memberikan manfaat perlindungan bagi pekerja dan ahli waris dari risiko kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan hari tua, yang kesemuanya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pemberi kerja yang mempekerjakan minimal sepuluh orang atau membayar upah bulanan Rp1 juta wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Sebagaimana Peraturan Pemerintah, peserta wajib membayar iuran bulanan, yang besarnya merupakan persentase gaji yang diterima. Perusahaan membayar sebagian iuran BPJS Ketenagakerjaan dan memungut sebagian lainnya dengan memotong gaji karyawan, dan menyetorkan iuran ke BP Jamsostek.

Dasar hukum BPJS Ketenagakerjaan karyawan adalah Undang-undang  No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang  No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-undang ini memiliki beberapa aturan turunan, di antaranya berupa: Peraturan Pemerintah (PP) No 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian hingga PP No 82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PP No 44 Tahun 2015.

BPJS Ketenagakerjaan memiliki program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun yang wajib diikuti usaha besar dan menengah. Sementara usaha kecil wajib ikut program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua. Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian wajib diikuti usaha mikro. Usaha jasa konstruksi wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Proses Pengajuan Klaim JHT 

Pengajuan klaim dana BPJS Ketenagakerjaan harus memenuhi sejumlah persyaratan, yaitu memasuki usia pensiun 56 tahun, memenuhi Usia Pensiun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perusahaan, memenuhi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Berhenti usaha Bukan Penerima Upah (BPU), Mengundurkan diri, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, Cacat total tetap, Meninggal dunia, Klaim Sebagian Jaminan Hari Tua (JHT) 10% dan Klaim Sebagian Jaminan Hari Tua (JHT) 30%.

Ada empat jenis klaim yang bisa diajukan, yakni :

Pertama, Klaim JHT Online. Pengajuan klaim metode ini dapat dilakukan dengan syarat Peserta mencapai usia pensiun 56 (lima puluh enam) tahun, Peserta mengundurkan diri, Peserta mengalami pemutusan hubungan kerja, Kepesertaan 10 tahun (pengambilan sebagian 10%), Kepesertaan 10 tahun (pengambilan sebagian 30%), Peserta mencapai Usia Pensiun karena PKB (Perjanjian Kerja Bersama) Perusahaan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Syarat  pengajuan klaim secara online bisa diakses melalui website, input data diri berupa NIK, nama lengkap, dan nomor kepesertaan kemudian unggah semua dokumen persyaratan dan foto diri terbaru tampak depan dengan jenis file JPG/JPEG/PNG/PDF maksimal ukuran file adalah 6MB.

Selanjutnya, peserta akan mendapat mendapat jadwal wawancara online yang dikirimkan melalui email. Kemudian, peserta akan dihubungi oleh petugas untuk verifikasi data melalui wawancara via video call. Setelah proses selesai, saldo JHT akan dikirimkan ke rekening peserta.

Kedua, Prosedur Pengajuan Klaim Di Kantor Cabang. Pastikan peserta membawa dokumen asli, mengisi data formulir pengajuan Klaim Jaminan Hari Tua (JHT), ambil antrian, dipanggil untuk wawancara, setelah verifikasi dari wawancara berhasil, peserta akan menerima tanda terima dan tunggu hingga saldo JHT masuk di rekening.

Ketiga, Klaim Prioritas. Pengajuan klaim metode ini hanya berlaku untuk peserta yang datang ke kantor cabang, melalui antrian prioritas karena sedang hamil, Manula, kurang sehat (sakit). Peserta membawa dokumen fotokopi persyaratan klaim dan berkas asli untuk verifikasi, memberi tahu petugas soal kondisi peserta untuk mengambil antrian prioritas. Setelah nomor antrian dipanggil, peserta akan menjalani proses verifikasi berkas dan petugas akan melakukan wawancara. Setelah proses selesai, klaim akan dikirimkan ke rekening peserta.

Keempat, Bank Kerjasama (SPO). Pengajuan klaim dengan cara mendatangi bank yang telah bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Persyaratannya, peserta  mencapai usia pensiun 56 (lima puluh enam) tahun, statusnya mengundurkan diri, terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Peserta harus melengkapi dokumen fotokopi persyaratan klaim dan berkas asli untuk verifikasi, petugas akan melakukan proses verifikasi berkas dan wawancara. Setelah proses selesai, klaim akan dikirim ke rekening peserta.

Ketentuan Pajak

Pencairan dana BPJS Ketenagakerjaan akan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. JHT dibayar sekaligus atau lunas pembayarannya dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender (dihitung dari Januari) akan dikenakan PPh 21 final sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000 dan sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000. Sementara itu, jika JHT dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya,  akan dikenakan PPh 21 tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang PPh.

Dikutip dari website bpjsketenagakerjaan.go.id, manfaat program BPJS Ketenagakerjaan adalah:

Pertama, Melindungi pekerja dari risiko kecelakaan di tempat kerja, dari dan ke tempat kerja, perjalanan dinas, dan penyakit akibat lingkungan kerja.

Kedua, Menjamin pekerja dari risiko kematian saat masih aktif bekerja (belum pensiun) dan bukan disebabkan oleh kecelakaan kerja atau penyakit karena pekerjaan.

Ketiga, Memberikan tabungan hari tua untuk peserta saat usia tidak lagi produktif, dalam bentuk uang tunai dan hasil pengembangan kepada peserta yang telah mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total.

Keempat, Program pensiun dengan manfaat berupa uang tunai bulanan yang diberikan saat peserta memasuki masa pensiun hingga meninggal dunia. Uang tunai diberikan kepada ahli waris apabila peserta meninggal sebelum masa pensiun.

Baca Juga: Dasar Hukum Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP)