Pengelolaan sumber daya alam di sektor pertambangan kerap menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain kerusakan lingkungan, meningkatnya konflik pertambangan, serta mengabaikan sistem nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat lokal. 

Biasanya permasalahan yang timbul dalam konflik pertambangan berkaitan dengan isu kepemilikan lahan antara masyarakat dengan penambang, interaksi pelaku tambang dengan masyarakat sekitar lokasi tambang, legalitas aktivitas pertambangan, dan regulasi pertambangan. 

Dalam kaitan itu diperlukan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR) yang tidak membuat masyarakat tergantung pada dunia hukum yang terbatas kapasitasnya, namun tetap dapat menghadirkan rasa keadilan dalam penyelesaian masalah. 

Alternatif Penyelesaian Sengketa

Alternative Dispute Resolution kerap diartikan sebagai alternative to litigation dan alternative to adjudication yang keduanya menimbulkan implikasi yang berbeda. Jika ADR dimaknai sebagai alternative to litigation maka penyelesaiannya dengan mempertimbangkan efisiensi sekaligus menguntungkan bagi pihak yang bersengketa. 

Sedangkan apabila ADR dimaknai sebagai alternative to adjudication dapat meliputi mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus seperti negosiasi, mediasi, dan konsiliasi. Bagi masyarakat Indonesia yang hidup di pedesaan atau masyarakat adat jika timbul masalah diantara mereka jarang sekali diselesaikan di pengadilan. Mereka lebih memilih penyelesaian masalah di hadapan kepala desa atau hakim adat. 

Bentuk penyelesaian konflik non litigasi yang lazim dipakai oleh masyarakat Indonesia adalah mediasi, arbitrasi, koersi (paksaan) dan detente. Dikutip dari Jurnal Hukum berjudul, “Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertambangan (Studi di Kab. Lumajang, Jawa Timur)” karya Rachmad Safa’at dan Indah Dwi Qurbani dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya menjelaskan: 

  • Konsiliasi 

Metode penyelesaian konflik melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan terkait persoalan yang mereka pertentangkan.

  • Mediasi

Bentuk penyelesaian ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa sepakat tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan masalah. Biasanya upaya ini dengan memfasilitasi dan mempertemukan kelompok-kelompok yang terlibat konflik.  

  • Litigasi 

Penyelesaian konflik akan dilakukan dengan cara penegakan peraturan maupun menyerahkan kepada pihak yang berwenang dalam menangani hukum, baik bersifat perdata maupun pidana. 

  • Detente 

Usaha untuk mengurangi ketegangan antara beberapa pihak yang bertikai. Cara ini merupakan pendekatan untuk membicarakan tentang langkah-langkah mencapai perdamaian. 

Hambatan Dalam Penyelesaian Konflik Pertambangan

Usaha penyelesaian konflik tambang memiliki banyak hambatan dan tantangan. Hambatan tersebut berhubungan erat dengan sistem sosial budaya dan ekonomi yang berlaku di lokasi pertambangan. Adapun hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian konflik pertambangan adalah:

  1. Masyarakat dalam menyelesaikan konflik pertambangan cenderung menjadikan konflik sebagai masalah atau bukan masalah utama, karena ujung-ujungnya masyarakat hanya menginginkan kompensasi. 
  2. Umumnya usaha pertambangan dimiliki para pemodal dari luar dan masyarakat setempat hanya jadi pelaksana. Jarang sekali pemodal berasal dari masyarakat setempat. 
  3. Kewenangan untuk penindakan pertambangan sudah ditarik ke pemerintah provinsi. Sehingga pemerintah kabupaten tidak memiliki kewenangan dan hanya sebatas membantu jika diminta oleh pemerintan provinsi atau pemerintah pusat. 

Kesimpulan 

Pengelolaan sumber daya alam di sektor pertambangan sering menimbulkan berbagai permasalahan. Untuk itu diperlukan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 

Penyelesaian sengketa alternatif harus tetap menghadirkan rasa keadilan. Ada beberapa bentuk penyelesaian konflik non litigasi yang lazim di pakai di Indonesia, yaitu mediasib, arbitrasi, koersi (paksaan), dan detente.

Baca Juga: Urgensi Pemisahan RUU Energi Baru Terbarukan dan Energi Baru