Sejak pasca pandemi hingga kini, Perusahaan Startup terus bertumbuh dan berkembang, terutama didukung oleh kecanggihan teknologi. Untuk terus berdiri ditengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, Initial Public Offering (IPO) dapat dijadikan sebagai solusi bagi Perusahaan Startup yang membutuhkan dana.
Akan tetapi, apa saja kriteria yang harus dipenuhi agar Perusahaan Startup dapat melaksanakan IPO? Maka dari itu, artikel kali ini SIP Law Firm akan membahas lebih lanjut mengenai tren IPO bagi Perusahaan Startup, kriteria yang harus dipenuhi, serta risiko ketika Perusahaan Startup memutuskan untuk berubah menjadi Go Public.
Tren IPO pada Perusahaan Startup
Perusahan Startup umumnya adalah perusahaan yang baru berkembang yang mana baru berdiri sekitar 1-5 tahun terakhir, sehingga biasanya masih membutuhkan dana segar untuk dapat menjalankan operasionalnya. Dilansir melalui CNBC Indonesia, IPO seringkali dijadikan sebagai pilihan bagi para Perusahaan Startup untuk memperoleh pendanaan. Hal ini dikarenakan ketika Perusahaan Startup berhasil melaksanakan IPO, maka perusahaan tersebut dapat memperoleh dana lebih besar yang berasal dari penjualan saham, meningkatkan reputasi dan kredibilitas di mata publik dan mitra bisnis, mengurangi ketergantungan pada utang bank, serta berpeluang mendapatkan insentif dari pemerintah.
Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UU PM”) penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Istilah penawaran umum acap kali dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Initial Public Offering (IPO).
Perusahaan Startup kian bertumbuh sejak 2021 atau di masa pasca pandemi. Meskipun sempat mengalami perlambatan pada 2022, akan tetapi ekosistem Perusahaan Startup bangkit kembali pada 2023 dan kemudian diperkirakan akan terus bertumbuh, terutama di masa kini dengan adanya Artificial Intelligence (AI) yang mendorong efisiensi operasional, inovasi produk, serta penciptaan model bisnis baru yang lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar.
Kriteria Perusahaan untuk Melaksanakan IPO
Meskipun IPO dapat dijadikan sebagai langkah strategis untuk memperoleh pendanaan yang berasal masyarakat melalui penjualan saham, akan tetapi tidak semua perusahaan dapat melakukan IPO. Perlu diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU PPSK”) hanya perusahaan berbadan hukum dengan bentuk usaha Perseroan Terbatas, termasuk UMK dan Koperasi berbentuk PT yang bisa melakukan IPO.
Lebih lanjut, dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas berupa Saham (“POJK 22/2021”) menjelaskan bahwa perusahaan yang ingin melakukan IPO harus memenuhi berbagai kriteria, yakni:
- Menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk yang meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi serta memiliki kemanfaatan sosial yang luas;
- Memiliki pemegang saham yang mempunyai kontribusi signifikan dalam pemanfaatan teknologi;
- Memenuhi:
- Total aset perusahaan paling sedikit Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah);
- Telah melakukan kegiatan operasional paling singkat 3 (tiga) tahun sebelum mengajukan pernyataan pendaftaran;
- Laju pertumbuhan majemuk tahunan dari total aset selama 3 (tiga) tahun terakhir paling rendah 20% (dua puluh) persen); dan
- Laju pertumbuhan majemuk tahunan dari pendapatan selama 3 (tiga) tahun terakhir paling rendah 30% (tiga puluh persen);
- Merupakan emiten yang belum pernah melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas; dan
- Kriteria lain ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Maka dari itu, meskipun IPO merupakan suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memperoleh pendanaan yang lebih besar, namun di sisi lain perusahaan yang ingin melakukan IPO harus telah memenuhi standar dan kriteria sebagaimana telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna dapat memanfaatkan fasilitas tersebut.
Baca juga: ESG in Indonesia: Key to Sustainable Corporate Governance and Growth
Risiko Perusahaan Startup menjadi Go Public
Dengan memutuskan untuk melaksanakan IPO, maka suatu Perusahaan Startup yang semula bersifat privasi kini akan berubah menjadi publik. Hal ini pun sejalan dengan pendapat Samsul Hidayat selaku Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang secara menyatakan bahwa terdapat berbagai hal mendasar yang perlu dilakukan ketika perusahaan berubah menjadi go public, salah satu contohnya adalah mengubah anggaran dasar dari perusahaan tertutup menjadi terbuka sebagaimana hal tersebut tertera dalam Pasal 21 ayat (2) huruf Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”).
Dengan memilih IPO untuk mendapatkan pendanaan, maka seluruh tindakan yang akan dilaksanakan oleh perusahaan harus disertai dengan pemberitahuan kepada publik, khususnya bagi para investor yang menginvestasikan dananya di dalam perusahaan tersebut.
Selain itu, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang semula hanya didatangi oleh beberapa orang para pemegang saham, namun kini perusahaan tersebut harus siap untuk didatangi oleh publik yang menanamkan modalnya, bahkan apabila seseorang hanya memiliki 1 lot saham di perusahaan tersebut. Dalam hal ini, seluruh investor yang menanamkan modalnya pada Perusahaan Startup tersebut harus diundang karena seluruh investor memiliki hak yang sama untuk hadir dalam RUPS.
IPO merupakan salah satu strategi pendanaan yang relevan bagi Perusahaan Startup untuk memperoleh modal yang lebih besar, sekaligus meningkatkan reputasi dan kredibilitas di mata publik. Akan tetapi, tidak semua startup dapat melaksanakan IPO karena terdapat persyaratan ketat yang harus dipenuhi, baik dari sisi bentuk badan hukum maupun kinerja keuangan dan operasional sebagaimana diatur dalam UU PPSK dan regulasi OJK. Selain berupa peluang, keputusan untuk menjadi perusahaan terbuka juga membawa konsekuensi berupa meningkatnya kewajiban keterbukaan informasi dan kepatuhan terhadap tata kelola perusahaan, sehingga adanya perubahan status dari perusahaan tertutup menjadi terbuka menuntut kesiapan manajemen, termasuk dalam penyelenggaraan RUPS dan perlindungan hak investor. Oleh karena itu, IPO perlu dipersiapkan secara matang agar dapat memberikan manfaat optimal bagi pertumbuhan jangka panjang bagi Perusahaan Startup.***
Baca juga: Ini Persyaratan Bagi Perusahaan yang Ingin Go Public
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU PPSK”)
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”)
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UU PM”)
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas berupa Saham (“POJK 22/2021”)
Referensi:
- Ternyata Ini Alasan Banyak IPO Jadi Exit Strategy Investor Start Up. CNBC Indonesia. (Diakses pada 15 Desember 2025 Pukul 09.25 WIB).
- Perbedaan PT Terbuka dan PT Tertutup. HukumOnline. (Diakses pada 15 Desember 2025 Pukul 09.49 WIB).
- Ingin Perusahaan Anda Go Public, Ketahui Dulu Konsekuensinya. IpotNews. (Diakses pada 15 Desember 2025 Pukul 10.11 WIB).
