Apartemen dan rumah susun merupakan hunian vertikal dengan berbagai fasilitas ideal bagi para penghuninya dan menjadi hunian alternatif bagi warga khususnya berdomisili di kota-kota besar. Saat ini pembangunan dan kepemilikan apartemen sudah semakin marak seiring dengan pesatnya permintaan dan semakin sulitnya ketersediaan lahan. Hal ini tentunya berdampak terhadap harga hunian dan lahan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Namun, disisi lain hunian apartemen memiliki sejumlah keunggulan diantaranya lokasi yang strategis, kemudahan akses transportasi, harga terjangkau, hingga keamanan dan privasi yang terjamin.
Namun demikian, dibalik kemudahan dan kenyamanan hunian bertingkat ini, masyarakat belum banyak yang mengetahui tentang status kepemilikannya. Apartemen tentunya memiliki perbedaan status kepemilikan dengan hunian rumah tapak, mengingat sejumlah apartemen dibangun di atas tanah milik negara atau swasta. Beberapa diantaranya status kepemilikan apartemen yang harus dipahami adalah Hak Guna Bangunan (HGB).
Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL)
Sebelumnya perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2021 mendefinisikan HPL adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan. Ini artinya, HPL merupakan hak yang diberikan oleh negara kepada subjek hukum untuk menguasai sebidang tanah. Sedangkan, menurut Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, HGB adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Dengan kata lain, HGB merupakan hak yang diberikan kepada subjek hukum yang bukan merupakan pemilik dari sebidang tanah, selanjutnya lahan tersebut dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan dengan jangka waktu maksimal 30 tahun.
Terkait terjadinya HGB di atas HPL, lahan yang berstatus HPL pemanfaatannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga baik sebagian atau seluruhnya. Nantinya lahan tersebut dapat diberikan Hak Guna Usaha, HGB, atau hak pakai. Jangka waktu HGB di atas lahan HPL juga dapat diperpanjang, sesuai Pasal 138 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022. Selanjutnya berdasarkan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, HGB dapat diperpanjang kembali atas permintaan pemegang hak dengan waktu paling lama 20 tahun.
Kemudian terkait dengan HGB yang telah diperpanjang dapat dilakukan perpanjangan kembali untuk kedua kalinya. Hal tersebut berdasarkan Pasal 37 ayat (1) PP No. 18 Tahun 2021, yang menyatakan hak guna bangunan di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama jangka waktu paling lama 20 tahun serta diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 87 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 18 Tahun 2021 mengatur lebih khusus untuk HGB yang dibangun satuan rumah susun di atas HPL. Jangka waktu pemberian dan perpanjangan dapat dilakukan sekaligus dengan jangka waktu akumulatif setelah memperoleh Sertifikat Laik Fungsi, paling lama 80 tahun. Sehingga, HGB di atas HPL dapat diperpanjang kembali untuk kedua kalinya atau dengan kata lain dilakukan pembaruan hak untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Sedangkan untuk apartemen dengan status HGB di atas HPL dapat dilakukan perpanjangan dan pembaharuan hak sekaligus setelah mendapat Sertifikat Laik Fungsi dengan jangka waktu kumulatif maksimal 80 tahun.
Selain itu, pemegang HGB yang akan melakukan perpanjangan maupun pembaruan hak perlu mendapatkan rekomendasi dari pemegang HPL. Pasal 13 ayat (2) PP No. 18 Tahun 2021 menyebutkan setiap perbuatan hukum termasuk dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan terhadap hak atas tanah di atas HPL, memerlukan rekomendasi pemegang HPL dan dimuat dalam perjanjian pemanfaatan tanah. Oleh karena itu, mengingat perpanjangan atau pembaharuan hak merupakan perbuatan hukum terhadap hak atas tanah di atas HPL, maka pemohon wajib mendapatkan rekomendasi dari pemegang HPL terlebih dahulu.
Status Apartemen yang jangka waktu HGBnya telah berakhir
Dalam peraturan perundang-undangan tidak mengenal terminologi apartemen, melainkan rumah susun. Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2021 memberikan pengertian rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat memiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Berdasarkan pengertian tersebut, ada pembagian kepemilikan atas hak bersama dengan hak masing-masing pemilik atas satuan rumah susun (sarusun). Hak kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, HGB, atau hak pakai di atas tanah negara, HGB atau hak pakai di atas tanah HPL diterbitkan SHM sarusun. Perlu diketahui, bahwa Indonesia menganut asas perlekatan vertikal, yaitu benda dan bangunan yang berada di atas atau di bawah suatu bidang tanah merupakan satu kesatuan dengan tanahnya. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 571 KUHPerdata, bahwa hak milik atas sebidang tanah mengandung didalamnya, kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah.
Berkenaan dengan SHM sarusun sendiri merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:
- Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan;
- Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang menunjukan sarusun yang dimiliki; dan
- Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan.
Sehingga, meskipun kepemilikan atas SHM sarusun bersifat perseorangan atau terpisah, ini tidak dapat dipahami sebagai kepemilikan mutlak sebagaimana kepemilikan pada suatu tanah pada umumnya. Sebab, terdapat pula hubungan hukum satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan antara SHM sarusun dengan tanah bersama, bagian bersama, dan benda bersama.
Dengan demikian, legalitas kepemilikan sebuah unit apartemen atas SHM sarusun melekat pada hak atas tanah HGB di atas HPL. Maka, jika sebuah apartemen pada HGB di atas HPL yang jangka waktu HGB telah berakhir, hak atas tanah tersebut kembali kepada pemegang HPL. Maka, status kepemilikan apartemen (SHM sarusun) yang melekat pada HGB juga berakhir atau sudah tidak berlaku.
Baca Juga: Pentingnya Motivasi Semangat Kerja pada Perusahaan
Author / Contributor:
Akhmad Baskoro Priyatmaja, S.H.
Contact: Mail : @siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |