Jumat 20 Oktober 2023, potongan kaki manusia berbalut perban ditemukan di Pantai Penimbangan, Kabupaten Buleleng, Bali. Aparat kepolisian meyakini potongan kaki itu milik pasien rumah sakit. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali I Nyoman Gede Anom mengatakan, pihaknya masih menelusuri kasus limbah medis amputasi yang ditemukan di pantai itu. Menurutnya, limbah medis tidak boleh dibuang sembarangan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah, limbah medis adalah zat hasil buangan yang berasal dari aktivitas medis pelayanan kesehatan. Apabila tidak dikelola dengan baik, limbah medis akan berdampak negatif bagi masyarakat sekitar.

Limbah Padat

Kepmenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004) mengatur Limbah Padat yang   dikelompokkan menjadi dua yaitu, limbah medis padat dan limbah padat non-medis. Pengertian Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,  limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah  dengan kandungan logam berat yang tinggi.

Dikutip dari tulisan Andiasa, I Nyoman and Sujaya, Gambaran Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2020, berdasarkan potensi bahaya yang terkandung dalam limbah medis, maka  jenis limbah dapat digolongkan dalam:

  1. Limbah Benda tajam

Limbah benda tajam yaitu obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian yang menonjol yang dapat memotong atatu menusuk kulit, seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas dan pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi berbahaya dan dapat menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun, bahan sitotoksik atau radioaktif.

  1. Limbah Infeksius

Limbah infeksius, yaitu limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular dan limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

  1. Limbah Non-infeksius

Limbah non-infeksius adalah limbah yang tidak berhubungan langsung dengan darah dan cairan tubuh pasien.

  1. Limbah Jaringan Tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh. Biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau autopsi. Limbah ini dapat dikategorikan berbahaya dan mengakibatkan risiko tinggi infeksi kuman terhadap pasien lain, staff rumah sakit dan populasi umum (pengunjung RS dan penduduk sekitar RS) sehingga dalam penanganannya membutuhkan labelisasi yang jelas.

  1. Limbah Sitotoksik

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan,pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Penanganan limbah ini memerlukan absorben yang tepat dan bahan pembersihnya harus selalu tersedia dalam ruangan peracikan. Bahan – bahan atau perlengkapan pembersih.

Semua pembersih tersebut harus diperlakukan sebagai limbah sitotoksik yang pemusnahnya harus menggunakan incinerator karena sifat racunnya yang tinggi limbah dengan kandungan obat sitotoksik rendah, seperti urin, tinja, dan muntahan dapat dibuang ke dalam saluran air kotor.

Limbah Sitotoksik harus dimasukan ke dalam kantong plastik berwarna ungu yang akan dibuang setiap hari atau boleh juga setelah kantong plastik penuh. Metode umum yang dilakukan dalam minimasi limbah sitotoksik adalah mengurangi jumlah penggunaan, mengoptimalkan ukuran container obat ketika membeli, mengembalikan obat yang kadaluarsa ke pemasok, memusatkan tempat pembuangan bahan kemoterapi, meminilkan limbah yang dihasilkan dan membersihkan tempat pengumpulan, menyediakan alat pembersih tumpahan obat dan melakukan pemisahan limbah.

  1. Limbah Farmasi

Limbah farmasi dapat berasal dari obat – obatan yang kadaluarsa, obat –obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat yang tidak diperlukan lagi atau limbah dari proses produksi obat.

  1. Limbah Kimia

Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medik, veteinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

  1. Limbah Radioaktif

Limbah radio aktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotape yang berasal dari penggunaan medik atau riset raadionucleida. Limbah ini dapat berasal antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay, dan bakteriologis dapat berbentuk padat, cair, atau gas.

Limbah Klinis

Dalam kaitan dengan pengelolaan limbah klinis, golongan limbah klinis dapat dikategorikan menjadi lima jenis sebagai berikut:

Golongan A

Terdiri dari dressing bedah, swab, dan semua bahan yang bercampur dengan bahan tersebut, bahan – bahan linen dari kasus penyakit infeksi, serta seluruh jaringan tubuh manusia ( terinfeksi maupun tidak), bangkai atau jaringan hewan dari laboratorium dan hal – hal lain yang berkaitan dengan swab dan dressing.

Golongan B

Syringes bekas, jarum, cartride, pecahan gelas, benda – benda tajam lainnya.

Golongan C

Limbah diruang laboratorium dan post-partum, kecuali yang termasuk dalam golongan A.

Golongan D

Limbah bahan kimia dan bahan – bahan farmasi tertentu.

Golongan E

Pelapis bed-pam disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stamage bags.

Limbah Padat Non-medis

Sementara itu, yang dimaksud Limbah Padat Non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman,dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali, apabila ada teknologinya

Sebagaimana diatur dalam Kepmenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004, Limbah Padat Non-medis terdiri dari Limbah Kering dan Limbah Basah.

Limbah kering adalah limbah padat yang tidak mudah terbakar atau  mudah terbakar seperti kertas, kardus,koma pembungkus makanan, plastik, kaleng (logam), dan pecahan kaca. Limbah padat ini dihasilkan dalam ruang  administrasi atau kantor, halaman, ruang tunggu dan ruang perawatan.

Sementara Limbah Basah adalah limbah yang dihasilkan dari proses seperti limbah  pengolahan makanan dari dapur utama dan instalasi gizi. Pada umumnya limbah jenis ini ditemukan dalam air limbah industri yang mana kandungan logam mempengaruhi kualitas air. Semakin berat kandungan logam, maka kualitas air akan semakin menurun.

Pengelolaan Limbah Medis Tanggungjawab Pemda

Berdasarkan Permenkes Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah, pengelolaan limbah medis terbagi menjadi 2, yaitu internal dan eksternal. Pengelolaan limbah medis secara internal dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. Sementara pengelolaan limbah tersebut secara eksternal dilakukan dari tempat penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun di fasilitas pelayanan kesehatan untuk diteruskan ke tempat pengolahan akhir.

Adapun tahapan pengelolaan limbah tersebut secara internal adalah pengurangan dan pemilahan, pengangkutan internal, penyimpanan sementara, dan pengolahan internal. Untuk pengelolaan limbah medis secara eksternal terdiri dari pengangkutan eksternal, pengumpulan, pengolahan, dan penimbunan.

Dalam pasal 9 Permenkes Nomor 18 Tahun 2020 dijelaskan, saat melakukan pengelolaan limbah medis diperlukan sumber daya yang tercukupi, setidaknya meliputi lahan yang sesuai dengan kebutuhan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia yang berkompeten, serta dana.

Pasal 13 Permenkes Nomor 18 Tahun 2020 menjelaskan, dalam penyelenggaraan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah, Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan lahan, membentuk badan usaha atau bekerjasama dengan pihak swasta, menyusun kebijakan daerah,  sosialisasi dan advokasi kepada lintas sektor dan pemangku kepentingan terkait,  melakukan peningkatan kapasitas petugas yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Limbah Medis serta dan monitoring dan evaluasi serta pembinaan teknis.

Baca Juga: Prosedur Pelaporan Dugaan Malpraktik