Dalam menjalankan kegiatan usaha di Indonesia, aspek legalitas menjadi hal yang tidak dapat diabaikan. Salah satu aspek penting yang wajib dipenuhi oleh setiap pelaku usaha adalah izin lingkungan. Kewajiban ini bukan hanya formalitas administratif, melainkan bentuk tanggung jawab hukum sekaligus moral terhadap kelestarian lingkungan hidup. Pemerintah Indonesia telah menegaskan pentingnya izin lingkungan sebagai bagian integral dari sistem perizinan berusaha. 

Bagi pelaku usaha, memahami mekanisme perizinan lingkungan sangat penting agar kegiatan operasional dapat berjalan sesuai hukum dan tidak menimbulkan risiko sanksi administratif maupun pidana. Izin lingkungan bukan hanya dokumen, tetapi merupakan bukti kepatuhan perusahaan terhadap regulasi lingkungan. SIP Law Firm akan membahas dasar izin lingkungan, jenis dokumen yang diperlukan, serta prosedur pengurusannya berdasarkan peraturan yang berlaku. 

 

Dasar Hukum dan Kewajiban Izin Usaha

 

Sebelum memahami dasar hukum izin lingkungan, penting untuk mengetahui bahwa keberadaan izin ini bukan sekadar prosedur administratif, melainkan sebagai pengendalian dampak lingkungan yang melekat pada setiap kegiatan usaha. Izin lingkungan berfungsi memastikan bahwa setiap rencana bisnis telah mempertimbangan aspek ekologi sejak tahap awal. 

Dasar hukum utama mengenai izin lingkungan tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang mengatur bahwa, “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.”

Selanjutnya dalam Pasal 32 UU PPLH sebagaimana telah diubah dalam Pasal 22 ayat (11) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) yakni:

  • Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan usaha mikro dan kecil yang berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup.
  • Bantuan penyusunan Amdal berupa fasilitas, biaya dan/atau penyusunan Amdal.
  • Penentuan mengenai usaha dan/atau kegiatan usaha mikro dan kecil dilakukan berdasarkan kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pasal tersebut menunjukkan adanya peran aktif pemerintah dalam mendukung keberlanjutan usaha mikro dan kecil (UMK) tanpa mengabaikan aspek perlindungan lingkungan hidup. Dengan memberikan bantuan berupa fasilitas, pembiayaan, dan penyusunan dokumen AMDAL, pemerintah memastikan bahwa kewajiban analisis dampak lingkungan tetap dapat dipenuhi oleh pelaku UMK, meskipun mereka memiliki keterbatasan sumber daya.

Ketentuan tersebut memiliki implikasi penting dalam praktiknya, terutama bagi pelaku UMK yang sering kali mengalami kendala administratif dan finansial dalam memenuhi persyaratan lingkungan. Dengan adanya dukungan pemerintah, proses penyusunan AMDAL menjadi lebih terjangkau dan mudah diakses, sehingga tidak ada alasan bagi pelaku usaha mengabaikan kewajiban lingkungan. 

 

Lalu, Apa Saja Jenis Dokumen yang Diperlukan?

 

Jenis dokumen persetujuan lingkungan yang diperlukan tergantung pada skala dan dampak kegiatan usaha terhadap lingkungan. Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PP 22/2021) terdapat 3 jenis dokumen utama, yaitu:

  • Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

AMDAL merupakan dokumen lingkungan paling komprehensif. Berdasarkan Pasal 22 UU PPLH, AMDAL wajib dimiliki oleh usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, seperti industri besar, proyek pertambangan, pembangunan jalan tol, dan kegiatan berskala nasional lainnya.

Proses penyusunan AMDAL melibatkan beberapa tahapan: penyusunan dokumen KA-ANDAL (Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan), penyusunan ANDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). AMDAL juga memerlukan penilaian oleh Komisi Penilai Amdal sebelum disahkan.

  • Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL)

UKL-UPL diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang tidak memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup sebagaimana tertera dalam Pasal 6 ayat (1) PP 22/2021. Berdasarkan Pasal 34 UU PPLH, UKL-UPL disusun oleh pelaku usaha dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. 

  • Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (SPPL)

SPPL diperuntukkan bagi kegiatan usaha berisiko rendah, yang tidak memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup dan tidak termasuk ke dalam kategori UKL-UPL, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) PP 22/2021. Pelaku usaha cukup membuat surat pernyataan bahwa mereka bersedia mengelola dan memantau dampak lingkungan yang timbul dari kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan demikian, perbedaan ketiga dokumen tersebut terletak pada tingkat risiko dan kompleksitas kegiatan usaha. Namun, ketiganya memiliki kedudukan hukum penting sebagai prasyarat penerbitan izin usaha atau perizinan berusaha berbasis risiko.

Baca juga: Green Bond dan Green Sukuk sebagai Inovasi Pembiayaan untuk Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan di Indonesia

 

Prosedur Pengurusan Izin Lingkungan

 

Perlu dipahami bahwa proses ini merupakan tahapan penting untuk memastikan setiap kegiatan usaha berjalan sesuai dengan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Prosedur pengurusan izin lingkungan tidak hanya bertujuan memperoleh legalitas formal, tetapi juga menjadi sarana untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengendalikan potensi dampak negatif terhadap lingkungan sejak tahap perencanaan usaha.

  • Tahap Persiapan dan Penyusunan Dokumen

Tahap awal adalah penentuan jenis dokumen lingkungan yang wajib disusun (AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL). Pemerintah telah menyediakan sistem klasifikasi risiko melalui OSS-RBA (Online Single Submission – Risk Based Approach). Setelah jenis dokumen ditentukan, pelaku usaha wajib menyusun dokumen sesuai pedoman teknis, dengan melibatkan konsultan lingkungan bersertifikat untuk memastikan dokumen memenuhi standar ilmiah dan hukum.

  • Penilaian dan Persetujuan Lingkungan

Untuk dokumen AMDAL, dilakukan penilaian oleh Komisi Penilai Amdal yang terdiri atas instansi pemerintah, pakar lingkungan, serta masyarakat terdampak. Setelah penilaian dinyatakan lengkap dan layak, maka diterbitkan Keputusan Kelayakan Lingkungan (KKL). KKL inilah yang menjadi dasar penerbitan Persetujuan Lingkungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 PP 22/2021.

Sementara itu, untuk UKL-UPL, setelah dokumen diverifikasi oleh instansi berwenang (biasanya Dinas Lingkungan Hidup setempat), akan diterbitkan Persetujuan UKL-UPL, yang juga menjadi bagian dari persetujuan lingkungan.

  • Integrasi dengan Perizinan Berusaha

Salah satu pembaruan penting dalam sistem perizinan berbasis risiko adalah integrasi antara persetujuan lingkungan dengan perizinan berusaha melalui OSS. Artinya, pelaku usaha tidak perlu lagi mengurus izin lingkungan secara terpisah; cukup dengan mengunggah dokumen lingkungan yang telah disahkan melalui sistem OSS, maka izin berusaha dapat diproses otomatis setelah persetujuan lingkungan diterbitkan.

Setelah izin diterbitkan, tanggung jawab pelaku usaha tidak berhenti di situ. Setiap pelaku usaha wajib melakukan pemantauan dan pelaporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan secara berkala kepada instansi lingkungan hidup. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban pelaporan dapat berujung pada sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan, atau bahkan pencabutan izin lingkungan.

Pelaku usaha yang menjalankan kegiatan tanpa izin lingkungan dapat dikenai sanksi serius. Berdasarkan Pasal 109 UU PPLH, setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan tanpa izin lingkungan dapat dipidana dengan penjara paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), serta paling banyak hingga Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).

Selain sanksi pidana, pemerintah juga dapat menjatuhkan sanksi administratif, termasuk penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin usaha, hingga pemulihan fungsi lingkungan hidup yang rusak.

Sanksi ini menegaskan bahwa izin lingkungan bukan hanya formalitas, tetapi landasan hukum yang menentukan legalitas operasional perusahaan. Pelaku usaha yang patuh terhadap regulasi lingkungan akan terhindar dari risiko hukum dan reputasi, sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan.***

Baca juga: Perlindungan Pengelolaan Wilayah Ekoregion dalam Hak Asasi atas Lingkungan Hidup berdasarkan PP RPPLH

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PP 22/2021).