Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) mendefinisikan perjanjian sebagai suatu persetujuan, di mana satu orang atau lebih telah mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Dalam Pasal 1338 KUHPerdata menegaskan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ini berkaitan dengan 3 (tiga) asas utama dalam hukum perdata, meliputi asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, dan asas itikad baik. Hal ini menjadikan asas-asas tersebut sebagai fondasi bagi suatu perjanjian yang lahir.
Dalam hal hubungan antara dokter dengan pasien telah melahirkan suatu perjanjian yang dikenal dengan kontrak terapeutik. Terapeutik berasal dari kata therapeutic yang berhubungan dengan terapi atau pengobatan. Menurut Cecep Triwibowo dalam bukunya yang berjudul “Etika dan Hukum Kesehatan” pada halaman 64 yang dilansir dari HukumOnline mendefinisikan kontrak terapeutik sebagai bentuk perikatan yang dilakukan antara dokter dan tenaga kesehatan dengan pasien yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
Inspanning Verbintenis dalam Kontrak Terapeutik
Asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata telah melahirkan berbagai macam bentuk perjanjian. Pada ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena Undang-Undang. Walaupun telah melahirkan bentuk-bentuk perjanjian yang berbeda, namun perjanjian yang lahir harus memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang meliputi, kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Kontrak terapeutik merupakan salah satu perjanjian yang lahir dari asas kebebasan berkontrak.
Menurut pendapat H. Salim H.S. dalam bukunya yang berjudul “Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata” di halaman 46, yang dilansir dari HukumOnline, kontrak terapeutik merupakan kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan dan/atau dokter gigi berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat di antara keduanya, dan pasien berkewajiban untuk membayar biaya penyembuhannya.
Dalam perjanjian dalam KUHPerdata, dikenal dengan 2 jenis perjanjian, yaitu inspanning verbintenis yang berarti perjanjian upaya dan resultaat verbintenis merupakan perjanjian hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Kontrak terapeutik termasuk dalam jenis inspanning verbintenis yang didasarkan pada kewajiban seorang dokter/tenaga kesehatan melakukan upaya yang maksimal dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada seorang pasien, tanpa memberikan jaminan hasil kesembuhan. Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, S.H, M.H yang dilansir dari laman Kompasiana, menyatakan bahwa Dokter tidak boleh menjanjikan kesembuhan, sama seperti advokat/pengacara yang tidak boleh menjamin kliennya untuk akan memenangkan perkara.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) secara tegas telah menegaskan mengenai sifat inspanning verbintenis dalam pelayanan kesehatan. Hal ini termuat dalam ketentuan Pasal 280 ayat (1) dan (3) yang menyatakan bahwa upaya terbaik dalam menjalankan praktik pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan (Nakes) dan Tenaga Medis (Named) kepada pasien harus dilaksanakan dengan upaya terbaik, yang berarti tidak menjamin keberhasilan terhadap Pelayanan Kesehatan yang diberikan.
Baca juga: Mengenal Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) dalam Perkara Perdata
Pertanggungjawaban Hukum dalam Kontrak Terapeutik
Menurut Menurut Titik Triwulan dalam bukunya yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pasien” halaman 48-49, menjelaskan bahwa dasar dari pertanggungjawaban terletak pada adanya peristiwa yang memberikan hak kepada seseorang untuk menuntut pihak lain guna memenuhi kewajibannya akibat kesalahan yang dilakukan. Dengan kata lain, apabila seseorang melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka ia wajib memikul tanggung jawab atas perbuatannya tersebut. Tenaga medis juga memiliki kewajiban untuk menjalankan praktik sesuai dengan kode etik profesi, standar profesi, prosedur operasional baku (SOP), serta memenuhi persyaratan administratif seperti Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Dalam kontrak terapeutik, terdapat tiga bentuk pertanggungjawaban perdata yang dapat dikenakan kepada tenaga medis, yaitu:
- tanggung jawab atas wanprestasi atau pelanggaran terhadap isi perjanjian;
- tanggung jawab akibat perbuatan melawan hukum;
- tanggung jawab karena adanya kelalaian.
Apabila Nakes atau Named dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien melakukan pelanggaran hukum, berdasarkan ketentuan Pasal 305 ayat (1) UU Kesehatan menyatakan bahwa Pasien atau keluarganya yang kepentingannya dirugikan atas tindakan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dalam memberikan Pelayanan Kesehatan dapat mengadukan kepada Majelis Disiplin Profesi. Selain itu, dalam Pasal 310 UU Kesehatan menjelaskan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara Nakes atau Named dengan Pasien atau keluarganya yang dirugikan dalam praktik pelayanan kesehatan, sengketa tersebut dapat diselesaikan terlebih dahulu melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Dengan demikian, kontrak terapeutik merupakan bentuk perjanjian antara pasien dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang bersifat inspanning verbintenis, yaitu perjanjian yang mewajibkan tenaga medis untuk memberikan upaya terbaik dalam pelayanan kesehatan, tanpa menjanjikan hasil kesembuhan. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata dan ditegaskan dalam Pasal 280 UU Kesehatan.***
Baca juga: Pentingnya Alat Bukti dalam Kasus Perdata
Daftar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”).
Referensi:
- Asas-Asas Dalam Pasal 1338 KUHPerdata. HukumOnline (Diakses pada tanggal 30 Juli 2025 pukul 10.30 WIB).
- Kedudukan Perjanjian Terapeutik dan Informed Consent. HukumOnline (Diakses pada tanggal 30 Juli 2025 pukul 10.39 WIB).
- Keabsahan Perjanjian Terapeutik Medis dalam Hukum Perdata Indonesia. Heylaw (Diakses pada tanggal 30 Juli 2025 pukul 11.05 WIB).
- Bolehkah Dokter Menjamin Kesembuhan Pasiennya?. Kompasiana (Diakses pada tanggal 30 Juli 2025 pukul 11.25 WIB).
- Muhammad Nur Alamsyah et all, “Pertanggungjawaban Perdata Dokter Berdasarkan Profesinya Sebagai Beroep dan Bedrijf”, Jurnal Hukum, Pendidikan dan Sosial Humaniora. Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon. hlm.297.