Dengan berpegang teguh pada “Indonesia Emas 2045” sebagai visi Negara Indonesia, pemerintah kian gencar mendorong masyarakat untuk segera beralih menggunakan kendaraan ramah lingkungan. Salah satu langkah pemerintah guna meningkatkan minat masyarakat terhadap kendaraan berbahan bakar listrik adalah mencetuskan kebijakan terkait pemberian insentif dalam bentuk keringanan pajak bagi pemilik kendaraan listrik, salah satunya bagi mobil completely built up (CBU). Akan tetapi, kebijakan tersebut hanya bersifat sementara karena pemerintah telah mencanangkan rencana untuk mengakhiri pemberian insentif tersebut pada awal 2026. Dengan diakhirinya pemberian insentif oleh pemerintah, kebijakan selanjutnya akan lebih mengarah pada komitmen produksi lokal untuk memperkuat rantai pasok industri otomotif dalam negeri.
Pergeseran regulasi mencetuskan pertanyaan besar, seperti: bagaimana dampaknya terhadap produsen yang terpaksa mengubah strategi bisnis mereka? Selain itu, apakah implikasinya bagi konsumen yang sedang mempertimbangkan untuk membeli kendaraan listrik? Oleh karena itu, artikel ini akan membahas secara komprehensif berdasarkan aspek regulasi, ekonomi, hingga strategi adaptasi.
Apa Itu Insentif Mobil Listrik CBU?
CBU adalah singkatan dari completely built up. Mobil yang termasuk dalam kategori CBU adalah mobil yang diimpor dalam bentuk utuh dari negara asalnya tanpa melalui proses perakitan di Indonesia sebagaimana hal ini pun telah diatur dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2024 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025 (“PMK 135/2024”). Pada umumnya, mobil-mobil yang berstatus CBU adalah mobil-mobil mewah yang tidak memiliki fasilitas manufaktur di Indonesia. Sebagai contohnya adalah merek mobil Ferrari, Lamborghini, Porsche, Lexus, dan lainnya.
Menurut Pasal 2 ayat (1) PMK 135/2024, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas impor kendaraan mobil CBU ditanggung oleh pemerintah. Lebih lanjut, dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 135/2024 menjelaskan bahwa besaran PPnBM yang ditanggung oleh pemerintah terhadap mobil listrik CBU adalah sebesar 100% dari jumlah PPnBM yang terutang. Pemberian insentif terhadap mobil listrik CBU hanya berlangsung untuk masa pajak Januari 2025 hingga Desember 2025. Penghentian pemberian insentif bagi mobil listrik CBU pun telah dikonfirmasi secara langsung oleh Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita pada 12 September 2025 yang mana ia telah menyatakan bahwa tidak akan mengeluarkan izin CBU dan mengenai insentif bagi mobil CBU. Dengan demikian, mulai Januari 2026 skema pemberian insentif berupa PPnBM oleh pemerintah tidak lagi diberlakukan.
Dampak berakhirnya insentif mobil listrik CBU
Berakhirnya pemberian insentif memberikan konsekuensi yang besar, baik bagi produsen maupun konsumen. Bagi produsen, khususnya pelaku usaha otomotif global yang selama ini telah mengandalkan skema CBU, penghentian insentif mendorong mereka untuk menciptakan industrialisasi di Indonesia, termasuk pembangunan pabrik, menjalin kerja sama dengan mitra lokal, serta menciptakan rantai pasokan baterai. Hal ini pun sesuai dengan kebijakan pemerintah yang menargetkan pengembangan industri kendaraan listrik dalam negeri yang mana salah satu kebijakannya adalah mewajibkan produksi mobil listrik dalam negeri setara jumlahnya dengan total unit yang sudah diimpor.
Jika produsen diwajibkan untuk memproduksi mobil listrik dalam negeri sebagai dampak dari berakhirnya pemberian insentif mobil listrik CBU, namun bagi konsumen hal ini berpotensi menjadi bencana sekaligus membawa dampak positif. Hal yang menjadi bencananya adalah sebagaimana dilansir dari laman berita Kontan, menurut Yannes Martinus Pasaribu selaku pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), berakhirnya pemberian insentif mobil listrik CBU berpotensi meningkatkan harga mobil listrik impor, bahkan hingga 30%. Akan tetapi, dampak positifnya adalah jika rencana melaksanakan industrialisasi di Indonesia berhasil, maka harga mobil listrik di Indonesia akan lebih murah di masa depan. Hal tersebut dikarenakan berkurangnya biaya impor, mendatangkan dukungan purna jual yang lebih cepat kepada pelanggan, serta ketersediaan suku cadang yang lebih luas.
Baca juga: Indonesia’s Shift to Renewable Energy in Transportation: EV Policies, Challenges & Future Outlook
Tips bagi Konsumen: Beli Sekarang atau Tunggu Produksi Lokal?
Kemudian, hal yang kerap menimbulkan pertanyaan bagi konsumen adalah kapan waktu yang tepat untuk membeli mobil listrik? Hal tersebut tentu dikembalikan lagi pada kebutuhan maupun strategi dari masing-masing konsumen.
Dengan berpatokan pada kebutuhan terhadap mobil listrik, Tim SIP Law Firm akan menyarankan konsumen untuk membeli saat ini bagi mereka yang kini sangat membutuhkan mobil listrik untuk keperluan sehari-hari dan ingin beralih ke kendaraan ramah lingkungan. Selain itu, perihal harga pun masih relatif lebih rendah karena pemberian insentif masih diberlakukan oleh pemerintah hingga akhir 2025, serta tersedianya pilihan model impor yang beragam diiringi dengan teknologi canggih masa kini.
Akan tetapi, Tim SIP Law Firm akan menyarankan untuk menunda pembelian bagi mereka yang saat ini tidak terburu-buru dan bersedia menunggu kabar lebih lanjut dari industri otomotif Indonesia. Selain itu, di masa mendatang potensi harga akan lebih stabil pada jangka menengah saat produksi lokal sudah berjalan, serta layanan purna jual dan ketersediaan suku cadang akan lebih mudah diakses dari produsen lokal.
Pemberhentian pemberian insentif bagi mobil listrik CBU menjadi strategi keberlanjutan yang mendorong otomotif ramah lingkungan berbasis baterai di industri Indonesia. Bagi produsen, kebijakan pemerintah tersebut mendorong pelaku usaha industri otomotif untuk bertindak secara mandiri dengan menciptakan industrialisasi di Indonesia. Sementara itu, bagi konsumen justru harga mobil listrik CBU berpotensi melonjak tajam. Meskipun demikian, dalam jangka panjang dapat berpotensi membuahkan hasil yang memuaskan bagi konsumen apabila produsen ataupun pemerintah berhasil melaksanakan industrialisasi di Indonesia. Akhirnya, kebijakan pemerintah terkait pemberhentian pemberian insentif bagi mobil listrik CBU dikembalikan pada kebijakan tiap-tiap masyarakat, mau membeli saat ini yang mana masih mendapatkan insentif ataukah di masa mendatang ketika harga kendaraan berpotensi meningkat, namun diimbangi dengan beberapa keuntungan.***
Baca juga: Pengenaan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik
Daftar Hukum:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2024 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025 (“PMK 135/2024”).
Referensi:
- Sekilas tentang Istilah CBU, CKD, dan IKD dalam Dunia Otomotif. Gaikindo. (Diakses pada 29 September 2025 Pukul 14.30 WIB).
- Menteri Perindustrian RI: Insentif untuk Mobil Listrik Impor CBU tak Diperpanjang. Gaikindo. (Diakses pada 29 September 2025 Pukul 15.14 WIB).
- Insentif Impor Mobil Listrik CBU Berakhir 2025, Produsen Wajib Mulai Produksi Lokal. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. (Diakses pada 29 September 2025 Pukul 16.00 WIB).
- Insentif Mobil Listrik CBU Dihentikan Tahun Depan, Harga EV Impor Bisa Naik 30%. Kontan. (Diakses pada 29 September 2025 Pukul 16.10 WIB).