Otoritas Jasa Keuangan atau biasa disebut OJK dibentuk dengan tujuan agar kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Selain itu, keberadaan OJK harus bisa melindungi kepentingan investor dan masyarakat. 

OJK memiliki fungsi dan tugas pokok menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, dan sektor IKNB.

Sebagai lembaga independen, fungsi dan tugas pokok OJK diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK harus bebas dari intervensi lembaga negara manapun dan tupoksinya tidak akan tumpang tindih dengan tupoksi Bank Indonesia (BI).

Sementara Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 memberikan kewenangan kepada OJK melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran di pasar modal. 

Kewenangan itu meliputi penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran UU Pasar Modal. Dalam penyelidikan tersebut, OJK dapat meminta keterangan dari pihak terkait, mengumpulkan bukti, dan melakukan pemeriksaan atas dokumen dan data yang relevan.

Selain itu OJK juga dapat melakukan audit terhadap perusahaan efek dan lembaga penunjang pasar modal. Audit ini meliputi pemeriksaan terhadap laporan keuangan, prosedur operasional, dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pasar modal. 

Apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap UU dan peraturan lainnya, OJK dapat memberikan sanksi administratif kepada pelaku pasar modal. Sanksi itu bisa berupa peringatan, denda, pembekuan kegiatan, pencabutan izin, atau tindakan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Namun jika OJK menemukan adanya dugaan pelanggaran UU Pasar Modal yang lebih serius, OJK dapat melimpahkan kasus tersebut kepada aparat penegak hukum, seperti Kepolisian atau Kejaksaan, untuk dilakukan penyidikan dan penuntutan lebih lanjut.