Industri pasar modal berkembang sangat pesat dan memiliki peran penting bagi dunia usaha serta berkembangnya perekonomian negara. Pasar modal kini dikenal sebagai tempat berinvestasi yang menguntungkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Masyarakat yang melakukan transaksi di industri pasar modal dikenal sebagai Investor. Mereka memerlukan perlindungan dan jaminan hukum secara maksimal dalam berinvestasi.

Saat ini perlindungan kepada investor telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Sejumlah perlindungan yang dijamin oleh Undang-undang Pasar Modal diantaranya adalah terkait informasi menyesatkan yang diatur dalam Pasal 93, manipulasi pasar yang diatur dalam Pasal 91 dan 92, praktik perdagangan efek yang curang seperti insider trading yang diatur dalam Pasal 95 dan 96, serta penipuan yang diatur dalam Pasal 90.

Meskipun sudah ada aturan yang melindungi investor di Indonesia, namun tetap terjadi kasus-kasus terkait informasi perusahaan serta laporan data keuangan dan manajemen yang merugikan investor di pasar modal.

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, misalnya, pernah terlibat dalam kasus skandal keuangan terkait kecurangan laporan data keuangan atau fraud dengan jenis Fraudulent Statements. Dalam kasus tersebut ditemukan adanya kejanggalan dalam laporan keuangan tahunan 2018. Kejanggalan yang ditemukan adalah laporan keuangan yang dimanipulasi sedemikian rupa agar kinerjanya terlihat cemerlang dengan mencatatkan laba bersih US$ 809 ribu atau sekitar Rp 11,33 miliar.

Sebuah perseroan dapat melakukan kecurangan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melalukan perbuatan secara langsung atau tidak langsung untuk menipu, mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana atau cara apapun sebagaimana diatur dalam Pasal 90 huruf a dan b Undang-Undang Pasar Modal. Jika perbuatan tersebut berdampak merugikan investor yang membeli saham perseroan serta mempengaruhi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka perseroan tersebut terancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 104 Undang-Undang Pasar Modal.

Selain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., pernah terjadi kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk pada tahun 2017. Manipulasi laporan keuangan tersebut dilakukan oleh dua mantan direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk yaitu Joko Mogoginta dan Budhi Istanto. Keduanya dinyatakan bersalah dan dihukum penjara masing-masing selama 4 (empat) tahun dan denda masing-masing Rp 2 miliar subsider 3 (tiga) bulan penjara.

Tindakan manipulasi yang dilakukan adalah dicatatkannya enam perusahaan milik pribadi mantan Direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sebagai pihak ketiga dan dilakukannya penggelembungan (overstatement) piutang dari enam perusahaan tersebut dalam laporan keuangan tahun 2017. Imbasnya, perbuatan tersebut merugikan para investor dan melanggar aspek perlindungan terhadap investor pasar modal.

Manipulasi laporan keuangan dalam kasus ini merupakan pelanggaran Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal yaitu melarang setiap pihak dengan cara apapun membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan sehingga mempengaruhi harga efek di BEI.

Pelanggaran atas larangan tersebut yang berakibat merugikan investor yang membeli saham perseroan serta mempengaruhi saham di BEI diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 104 Undang-Undang Pasar Modal.

Kedua kasus di atas menunjukkan perlu adanya upaya lebih bagi perlindungan investor dengan memastikan dijalankannya keterbukaan informasi perusahaan bersamaan dengan laporan data keuangan dan manajemen.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menyusun atau memperbaharui peraturan yang ada pada industri pasar modal khususnya yang berkaitan dengan Dana Perlindungan Pemodal (DPP) beserta Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal.

Perlindungan terhadap Investor dan Syarat-syaratnya

Di Indonesia, lembaga yang punya kewenangan memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap aktivitas pasar modal adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI.

Tugas utama OJK adalah memastikan agar Undang-Undang Pasar Moda dapat dijalankan dengan baik oleh seluruh pelaku pasar modal. Untuk itu, OJK menetapkan beberapa peraturan yang memprioritaskan hak bagi para investor dalam bertransaksi di lantai bursa dengan mengoptimalisasi aktivitas pemantauan terhadap kegiatan bursa, terutama bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas perlindungan investor.

BEI selaku otoritas pengawas bursa ikut memiliki komitmen memberikan perlindungan bagi para investor dengan membentuk sebuah badan usaha bernama PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI). Badan usaha ini merupakan amanat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 49/POJK.04/2016 tentang Dana Perlindungan Pemodal dan POJK No. 50/POJK.04/2016 tentang Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal. Institusi yang resmi berdiri pada 23 Desember 2013 ini memiliki peran sebagai Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal (PDPP) atau Indonesia Securities Investor Protection Fund (SIPF) melalui penyelenggaraan Dana Perlindungan Pemodal (DPP).

Adapun para investor yang mendapatkan fasilitas dari DPP harus memenuhi sejumlah persyaratan yaitu: menitipkan asetnya dan memiliki rekening efek pada kustodian, dibukakan sub rekening efek pada lembaga penyimpanan dan penyelesaian oleh kustodian serta memiliki nomor tunggal identitas pemodal (single investor identification) dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.

Namun fasilitas dari DPP ini tidak berlaku bagi investor memenuhi satu atau lebih kriteria berikut:
a. terlibat atau menjadi penyebab Aset Pemodal hilang;
b. merupakan pemegang saham pengendali, direktur, komisaris, atau pejabat satu tingkat di bawah direktur Kustodian; dan/atau
c. merupakan Afiliasi dari pihak-pihak tersebut pada angka 1 dan 2.

Penyelenggara DPP wajib melakukan kegiatan penanganan klaim investor atas kerugian aset investor setelah OJK menyatakan kondisi sebagai berikut:
a. Ada kerugian aset investor;
b. Kustodian gagal memulihkan kerugian aset investor;
c. Kustodian yang menjalankan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek yang melakukan penatausahaan efek dinyatakan tidak cakap untuk melanjutkan kegiatan usahanya dan izin usahanya dicabut oleh OJK;
d. Kustodian dinyatakan tidak cakap untuk melanjutkan kegiatan usahanya sebagai bank kustodian dan izin usahanya sebagai Kustodian dicabut oleh OJK.

Selambat-lambatnya tiga hari kerja setelah keputusan OJK, Direksi DPP wajib mengumumkan kepada masyarakat melalui surat kabar/media lain atas terjadinya kondisi di atas dan mengundang pemodal untuk mengajukan klaim kepada Lembaga Dana Perlindungan Pemodal selambat-lambatnya 30 hari, memberikan saran untuk membentuk komite klaim kepada OJK dan memberikan saran untuk membentuk komite klaim ke OJK.

Author / Contributor:

Ika Ayu Puspitaningrum, S.H.

Associate

Contact:

Mail       : ayu@siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975