Biofarmasi merupakan salah satu bidang yang mengalami perkembangan pesat dalam industri farmasi modern. Bidang ini berfokus pada penelitian, pengembangan, dan produksi obat-obatan yang berasal dari sumber biologis, termasuk organisme hidup seperti bakteri, virus, serta senyawa alami dari tanaman dan hewan. 

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan terapi yang lebih spesifik dan minim efek samping, biofarmasi menjadi solusi inovatif dalam dunia kesehatan. Di Indonesia, aturan mengenai biofarmasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”), yang memberikan landasan hukum bagi penelitian, pengembangan, serta penggunaan obat-obatan biologis.

Pasal 321 UU Kesehatan mengatur tentang penggolongan obat bahan alam yang merupakan bagian dari biofarmasi. Obat bahan alam ini digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

  1. Jamu;
  2. Obat herbal terstandar;
  3. Fitofarmaka; dan
  4. Obat bahan alam lainnya.

Ketentuan ini memberikan pengakuan terhadap obat-obatan yang berbasis sumber daya alam sebagai bagian dari sistem pengobatan nasional. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan penggolongan baru dalam kategori obat bahan alam guna menyesuaikan dengan kemajuan riset dan inovasi di bidang industri kesehatan dan biofarmasi.

Biofarmasi memiliki karakteristik utama yang membedakannya dari obat konvensional berbasis senyawa sintetis. Salah satu ciri khasnya adalah metode produksinya yang lebih kompleks, melibatkan proses bioteknologi tingkat tinggi, seperti rekayasa genetika dan fermentasi mikroba. Selain itu, biofarmasi juga memiliki tingkat spesifisitas yang lebih tinggi terhadap target terapi, sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengobatan sekaligus mengurangi risiko efek samping.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan biodiversitas memiliki potensi besar dalam pengembangan obat-obatan berbasis bahan alam. Hal ini diakui dalam Pasal 322 UU Kesehatan yang mengatur mengenai pemanfaatan sumber daya alam dalam produksi sediaan farmasi.

Pasal 322 ayat (1) UU Kesehatan menyatakan bahwa, “Sumber Sediaan Farmasi yang berasal dari alam semesta dan sudah terbukti berkhasiat, memenuhi ketentuan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, dan/atau perawatan, serta pemeliharaan Kesehatan tetap harus dijaga kelestariannya.”

Pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengembangan sediaan farmasi berbasis alam juga menjadi perhatian dalam regulasi kesehatan di Indonesia. Untuk memberikan kepastian hukum dan mendorong inovasi, regulasi telah mengatur hak dan kewajiban masyarakat dalam riset dan produksi sediaan farmasi berbasis bahan alam. Selanjutnya, Pasal 322 ayat (2) UU Kesehatan mengatur bahwa, “Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk meneliti, mengembangkan, memproduksi, mengedarkan, meningkatkan, dan menggunakan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.”

Pentingnya kepatuhan terhadap regulasi dalam penelitian dan pengembangan sediaan farmasi berbasis bahan alam menjadi faktor utama dalam menjaga keamanan dan efektivitas produk yang dihasilkan. Hal ini memastikan bahwa inovasi di bidang farmasi tetap berada dalam koridor hukum yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, Pasal 322 ayat (3) UU Kesehatan menegaskan, “Penelitian, pengembangan, produksi, peredaran, peningkatan, serta penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Dukungan pemerintah dalam penelitian dan pengembangan sediaan farmasi berbasis alam dapat menciptakan ekosistem industri kesehatan dan biofarmasi yang berkelanjutan. Keberlanjutan ini mencakup perlindungan terhadap sumber daya alam serta pemberian insentif bagi riset dan produksi sediaan farmasi yang memenuhi standar keamanan dan efektivitas. Oleh karena itu, Pasal 322 ayat (4) UU Kesehatan menyebutkan, “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin pelaksanaan penelitian dan pengembangan Sediaan Farmasi dan bahan baku Alat Kesehatan yang berasal dari alam dengan tetap menjaga kelestariannya.”

Baca juga: Aspek Etika, Hukum, dan Medikolegal Biobank di Indonesia

Keunggulan dan Potensi Biofarmasi di Indonesia

Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan biofarmasi, terutama karena kekayaan biodiversitas yang dimilikinya. Dengan lebih dari 30.000 spesies tanaman yang diketahui memiliki khasiat obat, Indonesia berpeluang menjadi pemain utama dalam industri biofarmasi global. Beberapa keunggulan yang dimiliki Indonesia dalam sektor ini meliputi:

  • Sumber Daya Alam yang Melimpah
    Keanekaragaman hayati Indonesia memberikan bahan baku yang kaya untuk pengembangan obat berbasis biofarmasi. Tanaman herbal seperti jahe, kunyit, dan sambiloto telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional dan kini mulai mendapatkan pengakuan dalam riset farmasi modern.
  • Dukungan Regulasi yang Kuat
    Dengan adanya pengaturan dalam UU Kesehatan, serta berbagai kebijakan terkait pengembangan industri kesehatan dan farmasi berbasis bahan alam, pemerintah telah menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor biofarmasi. Regulasi ini memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri serta mendorong investasi dalam riset dan produksi obat biologis.
  • Inovasi dan Penelitian yang Berkembang
    Pemerintah dan lembaga penelitian semakin aktif dalam mendorong pengembangan obat biologis. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan keamanan obat berbasis biofarmasi, termasuk dalam bentuk kerja sama dengan institusi luar negeri guna mengadopsi teknologi mutakhir.
  • Pasar yang Semakin Berkembang
    Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap manfaat obat alami serta meningkatnya permintaan akan produk kesehatan berbasis bahan alam, sektor biofarmasi memiliki prospek pertumbuhan yang menjanjikan. Selain itu, tren global dalam industri farmasi juga semakin berfokus pada pendekatan berbasis bioteknologi dan obat alami.

Meski memiliki potensi yang besar, masih terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan industri biofarmasi di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah keterbatasan dalam penguasaan teknologi produksi biofarmasi, biaya riset yang tinggi, serta perlunya penguatan sistem pengawasan dalam menjamin kualitas dan keamanan produk biofarmasi yang beredar di pasaran.

Meningkatnya dukungan regulasi, investasi dalam riset dan pengembangan, serta kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri, memungkinkan Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat inovasi dalam industri kesehatan terutama sektor biofarmasi di masa depan. Dengan demikian, pengembangan biofarmasi tidak hanya akan memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga meningkatkan akses masyarakat terhadap obat-obatan berkualitas yang berbasis bahan alami dan teknologi biologi mutakhir.

Baca juga: Payung Hukum Biohacking di Indonesia

Daftar Hukum:

Referensi: