Hukum waris dalam hukum Islam didasarkan pada ajaran Al Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Hukum ini mengatur hak dan kewajiban penerima waris serta besaran pembagian yang adil. 

Hukum waris dalam perspektif agama Islam terdapat syarat, rukun, dan besaran pembagian harta waris. Dengan memahami lebih dalam tentang hukum waris, kita akan memiliki wawasan yang lebih baik tentang prinsip pembagian harta warisan. 

Islam memungkinkan seseorang untuk meninggalkan wasiat yang mencakup maksimal sepertiga dari harta peninggalan, dengan persetujuan penerima waris lainnya. Pelaksanaan wasiat ini setelah kematian dan pembayaran utang-utang.

Penting untuk dicatat bahwa praktik hukum waris dalam Islam dapat berbeda-beda di berbagai negara dan mazhab (paham) Islam. Oleh karena itu, dalam praktiknya, pelaksanaan hukum waris bisa bervariasi tergantung pada konteks dan hukum lokal suatu negara.

Syarat Hukum Waris Dalam Islam 

Berikut adalah beberapa syarat utama dalam hukum waris Islam:

  1. Hukum waris berlaku saat pemilik harta meninggal dunia.
  2. Penerima waris haruslah seorang Muslim. Orang non-Muslim tidak berhak menerima warisan dari seorang Muslim.
  3. Penerima waris harus memiliki hubungan darah langsung dengan almarhum, seperti anak, cucu, orang tua, dan saudara kandung.
  4. Warisan tidak boleh diberikan kepada penerima yang telah melakukan kejahatan terhadap almarhum. Jika seseorang terbukti bersalah atas kematian almarhum, mereka biasanya dilarang menerima bagian dari harta warisan.
  5. Penerima waris harus memiliki pengetahuan tentang kematian almarhum. Mereka tidak dapat menerima warisan jika tidak tahu tentang kematian tersebut.
  6. Penerima waris utama (asabah) meliputi anak-anak, orang tua, suami/istri, dan cucu. Tidak semua anggota asabah menerima bagian yang sama, bagian tergantung pada tingkat hubungan darah.
  7. Pembagian harta waris dalam Islam memberikan bagian yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Anak perempuan menerima setengah dari bagian yang diterima oleh anak laki-laki. Namun, prinsip ini dapat bervariasi berdasarkan situasi dan mazhab.
  8. Jika ada wasiat, maka persetujuan penerima waris lainnya diperlukan untuk melaksanakan wasiat. Wasiat biasanya terbatas hingga sepertiga dari harta peninggalan.

Rukun hukum waris dalam Islam

Dikutip dari website Liputan6.com, berikut adalah lima rukun hukum waris dalam Islam:

Pemilik Warisan (Ma’al)

Merupakan orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta yang akan diwariskan. Pemilik warisan ini bisa berupa orang tua, suami/istri, atau anggota keluarga lainnya yang memiliki harta yang akan diwariskan.

Penerima Waris (Warith)

Merupakan orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Penerima waris harus sesuai dengan urutan prioritas dalam hukum waris Islam, seperti anak-anak, orang tua, suami/istri, dan lain-lain.

Harta Warisan (Mawarith)

Merupakan harta yang ditinggalkan oleh pemilik warisan dan akan dibagi antara penerima waris. Harta warisan bisa berupa properti, uang, dan aset lainnya yang dimiliki oleh almarhum.

Pembagian Waris (Al-Faraid)

Pembagian waris ini mengatur berapa bagian yang akan diterima oleh masing-masing penerima waris berdasarkan hubungan keluarga dan jenis kelamin sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis Nabi. 

Pembagian Menurut Jumlah Penerima (Al-‘Asaba)

Prinsip ini mengutamakan penerima waris utama (asabah) seperti anak-anak, orang tua, suami/istri, dan cucu dalam menerima bagian harta warisan.

Besaran pembagian dalam hukum waris Islam

Besaran pembagian dalam hukum waris Islam diatur berdasarkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad.  Berikut besaran pembagian dalam hukum Islam:

  1. Anak laki-laki menerima dua kali lipat dari apa yang diterima oleh anak perempuan. (Surah An-Nisa, ayat 11) 
  2. Jika hanya ada satu orang tua yang masih hidup, ia berhak menerima sepertiga harta peninggalan anaknya. Jika kedua orang tua masih hidup, mereka berdua masing-masing menerima sepertiga. (Surah An-Nisa, ayat 11).
  3. Jika almarhum meninggalkan suami atau istri, maka pasangan hidupnya memiliki hak menerima bagian tertentu dari harta warisan, tergantung pada apakah almarhum meninggalkan anak-anak atau tidak.
  4. Cucu berhak menerima bagian dari harta warisan, tetapi jumlahnya dapat bervariasi tergantung pada keberadaan penerima waris lainnya seperti anak-anak atau orang tua.
  5. Saudara kandung, baik laki-laki maupun perempuan, juga memiliki hak menerima bagian dari harta warisan. Bagian mereka dapat bervariasi tergantung pada keberadaan penerima waris lainnya.
  6. Seseorang dapat meninggalkan wasiat yang mencakup maksimal sepertiga dari harta peninggalan. Wasiat ini harus diberikan dengan persetujuan dari penerima waris lainnya.
  7. Biasanya, orang-orang yang tidak memiliki hubungan darah langsung dengan almarhum (misalnya, teman, tetangga, atau organisasi) tidak berhak menerima warisan.

Penting untuk dicatat bahwa syarat, rukun dan besaran pembagian harta warisan dapat bervariasi berdasarkan mazhab yang dianut dan peraturan hukum islam yang berlaku di negara masing-masing. Konsultasi dengan ahli hukum Islam yang kompeten atau ulama sangat dianjurkan bagi yang ingin memahami lebih dalam mengenai syarat-syarat hukum waris dalam Islam.

Baca Juga: Sita Eksekusi Dalam Konteks Hukum Perdata