Salah satu upaya pemerintah untuk melakukan transisi energi dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil di Indonesia adalah dengan memanfaatkan energi terbarukan. Pemerintah pun telah menargetkan penggunaan Energi Baru dan Terbarukan sebesar 23% pada bauran energi nasional di tahun 2025. Hal ini pun selaras dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030.
Untuk mencapai target pada program transisi energi, pemerintah perlu menjamin kesiapan tenaga kerja yang kompeten di bidang energi terbarukan. Maka dari itu, sertifikasi profesi energi terbarukan menjadi aspek penting dalam memastikan ketersediaan tenaga kerja profesional sesuai dengan kebutuhan industri. Adanya sertifikasi tidak hanya meningkatkan kualitas tenaga kerja, namun juga memperkuat daya saing tenaga kerja di Indonesia, serta mengoptimalisasi keberlanjutan program transisi energi sebagaimana telah direncanakan oleh pemerintah.
Dasar Hukum dan Pedoman Sertifikasi Kompetensi Kerja
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang berbunyi:
“Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.”
Pengakuan kompetensi kerja berdasarkan pasal di atas dapat dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja. Tidak ada kriteria tertentu terkait tenaga kerja yang ingin mengikuti sertifikasi kompetensi kerja karena sertifikasi tersebut dapat diikuti oleh tenaga kerja berpengalaman maupun non-pengalaman. Untuk mendukung tenaga kerja profesional memperoleh pengakuan resmi atas keahliannya, pemerintah membentuk suatu lembaga independen untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja, yakni Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang telah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi
Pada awalnya, regulasi mengenai BNSP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (“PP 23/2004”). Akan tetapi, semenjak diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (“PP BNSP”) pada 16 Maret 2018 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, kini PP 23/2004 telah dicabut dan digantikan dengan regulasi terbaru, yakni PP BNSP. Dengan dicabutnya PP 23/2004, maka segala ketentuan yang tertera dalam regulasi tersebut tidak lagi berkekuatan hukum yang mengikat dan digantikan oleh ketentuan pada peraturan terbaru. .
Pada Pasal 1 angka 1 PP BNSP menjelaskan bahwa sertifikasi kompetensi kerja merupakan mekanisme evaluasi yang objektif dan sistematis untuk menilai kompetensi tenaga kerja melalui uji kompetensi berdasarkan standar kompetensi kerja nasional indonesia, standar internasional dan/atau standar khusus.
Dalam melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja, BNSP dibantu oleh lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi kompetensi profesi, yaitu Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). LSP dapat melaksanakan kegiatan sertifikasi kompetensi kerja setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh BNSP dan mendapatkan lisensi dari BNSP sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 4 ayat (1) PP BNSP yang berbunyi:
“BNSP memberikan lisensi kepada LSP yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.”
Maka dari itu, setiap LPS yang ingin melaksanakan kegiatan sertifikasi kompetensi kerja harus melewati proses evaluasi dan verifikasi yang dilakukan oleh BNSP untuk mendapatkan lisensi. Adanya lisensi menjadi bukti bahwa LPS yang diberikan lisensi oleh BNSP merupakan LPS yang memenuhi standar sebagaimana telah ditetapkan, sehingga LPS tersebut dapat menjalankan sertifikasi kegiatan kompetensi kerja dengan kredibilitas dan akuntabilitas yang tinggi.
- Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor 02/BNSP/III/2014 tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (“Peraturan BNSP 2/2014”)
Berdasarkan ketentuan pembentukan LSP sebagaimana tertera dalam angka 4.1 Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor 02/BNSP/III/2014 tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (“Peraturan BNSP 2/2014”), LSP harus merupakan badan hukum, bagian dari badan hukum, atau badan usaha legal yang terbagi atas LSP pihak kesatu, LSP pihak kedua, dan LSP pihak ketiga. Klasifikasi ini didasari atas badan atau lembaga yang membentuk dan sasaran sertifikasinya. Dalam menjalankan fungsinya, pada angka 6.2 Peraturan BNSP 2/2014 menjelaskan bahwa LSP memiliki tugas sebagai berikut:
- menyusun dan mengembangkan skema sertifikasi
- membuat perangkat asesmen dan materi uji kompetensi
- menyediakan tenaga penguji
- melaksanakan sertifikasi
- melaksanakan surveilan pemeliharaan sertifikasi
- menetapkan persyaratan, memverifikasi dan menetapkan TUK
- memelihara kinerja asesor dan TUK
- mengembangkan pelayanan sertifikasi
Berdasarkan tugas tersebut, LPS berperan penting dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja di Indonesia. LPS bertanggung jawab untuk memastikan setiap tenaga kerja yang tersertifikasi memiliki kompetensi sesuai standar industri dengan harapan agar tenaga kerja dapat bersaing tidak hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga dalam lingkup internasional.
LPS yang berperan dalam sertifikasi kompetensi kerja di industri energi terbarukan adalah Lembaga Sertifikasi Profesi Energi Terbarukan (LSP ET) Pihak 3. LSP ET bertujuan untuk meningkatkan standar dan kualitas dalam energi terbarukan dengan mengakreditasi dan menguji kemampuan para profesional yang terlibat dalam bidang energi terbarukan.
Adapun tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh LSP adalah sebagai berikut:
- Melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi di bidang energi terbarukan
- Mengembangkan skema sertifikasi profesi yang sesuai dengan kebutuhan industri
- Melakukan asesmen dan uji kompetensi bagi para pekerja di bidang energi terbarukan
- Menerbitkan sertifikat kompetensi bagi para pekerja yang telah memenuhi standar yang ditetapkan
- Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor 1/BNSP/III/2014 tentang Pedoman Penilaian Kesesuaian – Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Profesi (“Peraturan BNSP 1/2014”)
Berdasarkan ketentuan pada angka 3.6 Peraturan BNSP 1/2014, pelaksanaan kegiatan sertifikasi terdiri atas pendaftaran, penilaian, keputusan sertifikasi, pemeliharaan sertifikasi, sertifikasi ulang, dan penggunaan sertifikat maupun logo atau penanda.
Pelaksanaan sertifikasi profesi membutuhkan skema pada setiap kategori yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu:
- Lingkup sertifikasi dan unit kompetensi
- Uraian tugas dan pekerjaan
- Kompetensi yang dibutuhkan
- Kemampuan, bila ada
- Pra-syarat, bila ada
- Kode etik, bila ada
Dengan adanya unsur-unsur di atas, pelaksanaan kegiatan sertifikasi profesi menjadi lebih terstruktur, objektif, serta dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tenaga kerja yang tersertifikasi benar-benar berkompeten sesuai dengan yang dibutuhkan di industri dan pasar kerja.
Berdasarkan ketentuan standar kompetensi khusus (SKK) yang dikembangkan pada industri energi terbarukan sebagaimana tertera dalam Website LSP ET, terdapat skema sertifikasi yang harus dipenuhi yang mencakup 4 kategori, yakni:
- Pembangkit Listrik Tenaga Mikro (PLTMH)
- Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
- Pembangkit Tenaga Listrik Bayu (PLTB)
- Bioenergi
Masing-masing dari ke-empat kategori tersebut memiliki skema yang berbeda-beda yang telah disesuaikan dengan kebutuhannya.
Kepemilikan Sertifikat BNSP dapat menjadi suatu bukti bahwa seseorang telah berkompeten pada bidang tertentu. Salah satu industri yang membutuhkan sertifikat BNSP adalah industri energi terbarukan. Pembentukan LSP ET ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas sumber daya manusia dalam industri energi terbarukan dengan melakukan uji kompetensi dan akreditas para profesional yang terlibat dalam bidang energi terbarukan. Melalui LSP ET, tenaga kerja di bidang energi terbarukan dapat memperoleh pengakuan resmi atas keahlian yang dimiliki.
Baca juga: Strategi Pengembangan Kompetensi Tenaga Kerja Melalui Sertifikasi Profesional
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
- Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor 02/BNSP/III/2014 tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (“Peraturan BNSP 2/2014”)
- Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor 1/BNSP/III/2014 tentang Pedoman Penilaian Kesesuaian – Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Profesi (“Peraturan BNSP 1/2014”)
Referensi:
- Pemerintah Mendorong Transisi Energi melalui Energi Baru Terbarukan dan Efisiensi Energi. EDSM News. (Diakses pada 13 Maret 2025 pukul 10.00 WIB)
- Lembaga Sertifikasi Profesi Energi Terbarukan. Website LSP ET. (Diakses 13 Maret 2025 pukul 13.05).