Dalam dunia bisnis, kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menjadi dua instrumen hukum yang bertujuan untuk memberikan solusi bagi perusahaan atau individu yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban utangnya. Kepailitan merupakan kondisi di mana seorang debitur dinyatakan tidak mampu membayar utangnya, sedangkan PKPU adalah upaya hukum yang memungkinkan debitur untuk mendapatkan tambahan waktu untuk merestrukturisasi utangnya sebelum dinyatakan pailit.
Dalam proses ini, debitur tentu memiliki hak-hak tertentu yang bertujuan untuk melindungi kepentingannya, seiring dengan beban kewajiban yang harus dipenuhi untuk memastikan penyelesaian utang dapat berjalan dengan adil bagi seluruh kreditur.
Hak Debitur dalam Proses Kepailitan dan PKPU
Selama proses kepailitan dan PKPU, debitur memiliki hak yang dijamin oleh hukum. Hak-hak ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan debitur dan juga kreditur. Hak tersebut meliputi:
- Hak untuk mengajukan permohonan pailit
Debitur dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga guna memperoleh waktu untuk menyusun rencana pembayaran utang. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU K-PKPU”) yakni:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.
- Hak untuk mengajukan PKPU
Debitur juga memiliki hak untuk mengajukan PKPU sebagai upaya memperoleh restrukturisasi utang sebelum dinyatakan pailit. Hal ini diatur dalam Pasal 222 ayat (1) UU K-PKPU bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.
- Hak untuk mengajukan perdamaian
Dalam proses kepailitan, debitur memiliki hak untuk mengajukan proposal perdamaian kepada kreditur guna mencapai penyelesaian yang lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak, seperti yang diatur dalam Pasal 144 UU K-PKPU:
“Debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor”.
- Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
Debitur berhak untuk tidak menerima tindakan hukum dari kreditur selama masa PKPU berlangsung. Hal ini dikenal sebagai “stay of proceedings” yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada debitur untuk memperbaiki kondisi finansialnya.
- Hak untuk tetap mengelola aset tertentu
Meskipun status pailit memberikan kendali atas harta benda kepada kurator, debitur masih memiliki hak untuk mengelola harta pribadi yang tidak termasuk dalam kepailitan, seperti barang-barang kebutuhan dasar.
Kewajiban Debitur dalam Proses Kepailitan dan PKPU
Sebagai pihak yang dinyatakan pailit, debitur memiliki serangkaian kewajiban yang harus dipenuhi selama proses kepailitan dan PKPU berlangsung, yakni mencakup:
- Memberikan laporan keuangan yang jujur dan transparan
Debitur wajib memberikan laporan keuangan yang akurat kepada kurator agar asetnya dapat didistribusikan secara adil kepada kreditur. Terkait hal ini diatur dalam Pasal 98 UU K-PKPU bahwa:
“Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima”.
- Tidak meninggalkan domisili tanpa izin
Sesuai dengan Pasal 97 UU K-PKPU bahwa selama kepailitan, Debitor Pailit tidak boleh meninggalkan domisilinya tanpa izin dari Hakim Pengawas.
- Bekerja sama dengan kurator dan pengadilan
Debitur wajib memberikan informasi yang jelas, jujur, dan lengkap mengenai kondisi aset, utang, serta transaksi yang dilakukan sebelum kepailitan. Keterbukaan ini diperlukan untuk mempermudah proses penyelesaian utang.
- Mematuhi larangan hukum terkait aset
Setelah dinyatakan pailit, debitur tidak diperbolehkan melakukan tindakan hukum tertentu tanpa persetujuan kurator, seperti menjual, memindahkan, atau memberikan jaminan atas aset yang termasuk dalam kepailitan.
- Menghadiri sidang-sidang pengadilan
Sebagai bagian dari proses kepailitan, debitor harus hadir dalam persidangan yang berkaitan dengan kepailitan atau PKPU guna memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh pihak pengadilan atau kreditur.
Akibat Hukum Jika Debitur Melakukan Perbuatan Hukum Setelah Pailit
Pasal 41 UU K-PKPU mengatur dengan jelas konsekuensi hukum bagi debitor yang tetap melakukan perbuatan hukum setelah dinyatakan pailit tanpa izin dari kurator. Akibat hukum tersebut di antaranya:
- Pembatalan tindakan hukum
Semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur setelah pailit dianggap tidak sah atau batal demi hukum. Hal ini berlaku untuk transaksi jual beli, hibah, atau pemberian jaminan atas aset yang termasuk dalam harta pailit.
- Potensi tuntutan pidana
Jika tindakan hukum debitor terbukti melanggar hukum atau merugikan kreditur, debitor dapat menghadapi tuntutan pidana. Misalnya, penjualan aset tanpa izin kurator dapat dianggap sebagai penggelapan atau penipuan.
- Sanksi Administratif
Debitur yang melanggar ketentuan kepailitan dapat dikenai sanksi administratif oleh pengadilan, seperti pencabutan hak tertentu dalam proses kepailitan.
Proses kepailitan dan PKPU merupakan mekanisme kompleks yang melibatkan berbagai hak dan kewajiban debitor. Dalam proses ini, debitor tetap memiliki hak-hak yang diakui hukum, seperti hak untuk mengajukan PKPU dan hak atas perlindungan hukum. Namun, kewajiban debitor, seperti menyerahkan pengelolaan aset kepada kurator dan bekerja sama dengan pihak pengadilan, harus dipatuhi untuk menjaga keadilan bagi semua pihak yang terlibat.***
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU K-PKPU”).