Dalam dunia asuransi, perusahaan asuransi kesehatan memiliki tanggung jawab besar terhadap nasabah yang telah mempercayakan perlindungan finansial kesehatan mereka melalui polis asuransi. Namun, tak jarang perusahaan asuransi kesehatan menghadapi kesulitan finansial hingga berujung pada kondisi pailit. Kepailitan ini menciptakan berbagai persoalan hukum dan operasional, khususnya dalam hal tanggung jawab perusahaan terhadap klaim nasabah.
Ketika sebuah perusahaan asuransi kesehatan dinyatakan pailit, tanggung jawab hukum perusahaan terhadap klaim nasabah tidak serta-merta menghilang. Kewajiban pembayaran klaim tetap ada, namun pelaksanaannya bergantung pada proses pemberesan dalam kepailitan.
Aturan Terkait Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Pailit Terhadap Nasabah
Tanggung jawab hukum terhadap klaim nasabah dalam sebuah perusahaan asuransi kesehatan yang dinyatakan pailit tetap menjadi aspek utama yang harus diperhatikan. Salah satu pertanyaan utama yang sering muncul dalam kasus kepailitan perusahaan asuransi adalah apakah pemegang polis tetap memiliki hak atas klaim mereka.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU Asuransi”) bahwa:
- Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta atas pembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya;
- Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dipailitkan atau dilikuidasi, Dana Asuransi harus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi;
- Dalam hal terdapat kelebihan Dana Asuransi setelah pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kelebihan Dana Asuransi tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga selain Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi.
Pada dasarnya, dalam hukum asuransi dan kepailitan, pemegang polis tetap memiliki hak untuk mengajukan klaim meskipun perusahaan asuransi telah dinyatakan pailit. Namun, pencairannya bergantung pada proses pemberesan. Jika aset perusahaan cukup, klaim dapat dibayarkan. Jika tidak, pemegang polis mungkin hanya menerima sebagian, atau sesuai dengan perhitungan pembagian yang dilakukan oleh Kurator.
Jika perusahaan asuransi kesehatan dalam kepailitan, seluruh klaim nasabah akan masuk ke dalam daftar piutang yang harus dibayarkan. Dalam skema kepailitan, prioritas pembayaran umumnya terbagi atas:
- Biaya kepailitan, seperti pembayaran kurator dan administrasi hukum;
- Kreditur preferen, misalnya pajak dan gaji karyawan;
- Klaim pemegang polis sebagai bagian dari kreditur konkuren, di mana klaim pemegang polis akan dibayarkan apabila biaya kepailitan atau kreditur konkuren telah terpenuhi haknya.
Namun, jika perusahaan menjalani Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU, bisa saja ada skema restrukturisasi agar perusahaan tetap bisa membayar klaim.
Peran OJK dalam Pemberesan Kepailitan Perusahaan Asuransi Kesehatan
Sebelumnya, permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi diajukan oleh Menteri Keuangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU K-PKPU”) bahwa, “Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan”.
Namun, aturan tersebut diubah melalui Pasal 8B Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU 4/2023”) yang pada intinya menegaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan satu-satunya pihak yang berwenang dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit dan/atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perusahaan asuransi sepanjang kepailitannya tidak diatur berbeda dengan Undang-Undang lainnya.
Apabila peran perusahaan asuransi memenuhi persyaratan dinyatakan pailit sesuai dengan Undang-Undang mengenai kepailitan, kreditur berdasarkan penilaiannya dapat menyampaikan permohonan kepada OJK agar OJK dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan yang bersangkutan kepada Pengadilan Niaga.
Selanjutnya dalam Pasal 52 ayat (3) Peraturan OJK Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (“POJK 28/2015”) mengatur terkait tata cara permohonan pernyataan pailit yakni:
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh kreditur atau kuasanya yang memuat sekurang-kurangnya:
- Identitas kreditur, paling sedikit meliputi nama lengkap dan alamat kreditur;
- Nama perusahaan yang dimohonkan untuk dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga;
- Uraian mengenai hal yang menjadi dasar permohonan pailit meliputi:
- Kewenangan Pengadilan Niaga;
- Kedudukan hukum (legal standing) Kreditor yang berisi uraian yang jelas mengenai hak kreditor untuk mengajukan permohonan; dan
- Alasan permohonan pernyataan pailit diuraikan secara rinci; dan
- Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus oleh Pengadilan Niaga.
Peran OJK dalam Melindungi Nasabah Asuransi Kesehatan
Sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia, OJK memiliki tugas utama untuk memastikan stabilitas pada sistem keuangan, termasuk melindungi konsumen, salah satunya adalah nasabah asuransi. OJK memiliki beberapa mekanisme untuk melindungi pemegang polis, seperti:
- Pengawasan ketat, melalui POJK Nomor 5 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas POJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (“POJK 5/2023”). OJK bertanggung jawab melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap kinerja keuangan dan operasional perusahaan asuransi. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi masalah sejak dini dan mencegah kepailitan.
- Memperkuat perlindungan nasabah, OJK melalui POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (“POJK 22/2023”) juga melakukan pengawasan perlindungan konsumen untuk meningkatkan sistem perlindungan.
- Perlindungan hak nasabah, jika kepailitan tidak terhindarkan, OJK memastikan bahwa perusahaan menjalankan kewajibannya kepada pemegang polis sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Dana jaminan asuransi, OJK menetapkan bahwa perusahaan asuransi wajib membentuk dana jaminan dengan bentuk dan jumlah yang telah ditentukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU Perasuransian. Dana ini diperuntukkan dalam memberikan perlindungan kepada pemegang polis apabila perusahaan asuransi mengalami kesulitan keuangan atau bahkan pailit.
Kepailitan perusahaan asuransi kesehatan merupakan masalah yang kompleks dengan dampak yang signifikan bagi nasabah. Melalui penerapan aturan yang ketat, pengawasan oleh OJK, serta peran perusahaan asuransi dalam perlindungan bagi nasabah, proses penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara adil dan transparan. Keberhasilan penyelesaian sengketa ini tidak hanya bergantung pada regulasi yang ada, tetapi juga pada komitmen semua pihak untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.***
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU Asuransi”).
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU K-PKPU”).
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU 4/2023”).
- Peraturan OJK Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (“POJK 28/2015”).
- Peraturan OJK Nomor 5 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (“POJK 5/2023”).
- Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (“POJK 22/2023”).
Referensi:
- Peran OJK sebagai Pemohon Pailit Perusahaan Asuransi. Hukumonline. (Diakses pada 21 Maret 2025 pukul 10.04 WIB).
Author / Contributor:
![]() | Ariyo Priyambodo, S.H., CMB., CRA. Contact:Mail : @siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |