Perkembangan teknologi telah merambah hingga inovasi pada sistem pembayaran. Semula kita hanya mengenal mata uang konvensional yang biasa digunakan sebagai alat pembayaran. Kini kita mengenal cryptocurrency yang digunakan oleh sebagian masyarakat di beberapa negara sebagai alat pembayaran. Cryptocurrency atau yang lebih sering disebut kripto, merupakan jenis mata uang digital yang menggunakan teknologi kriptografi. Perbedaan mata uang kripto dengan mata uang konvensional yakni mata uang konvensional diterbitkan oleh bank sentral suatu negara, sedangkan mata uang kripto diterbitkan oleh perseorangan atau perusahaan tertentu dengan memanfaatkan teknologi blockchain.
Jenis mata uang kripto yang banyak dikenal masyarakat saat ini antara lain sepert Bitcoin, Ethereum, dan Tether. Pada awal mulanya, mata uang kripto tidak dipandang sebagai nilai tukar yang mewakili mata uang yang ada. Namun, pada bulan Juni tahun 2021 lalu, negara El Salvador menjadi negara pertama yang mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah.[1] Selain itu, perusahaan-perusahaan terkemuka, salah satunya Tesla mulai tahun 2021 lalu menerima uang kripto sebagai alat pembayaran.
Kripto sendiri di Indonesia telah lama dikenal khususnya oleh masyarakat pemerhati dunia digital. Namun, tidak seperti negara El Savador, pemerintah Indonesia belum mengakui mata uang Kripto sebagai alat pembayaran, melainkan sebagai suatu komiditi yang dapat diperjualbelikan. Artikel ini akan membahas mengenai kedudukan kripto dari sudut pandang hukum yang berlaku di Indonesia.
Definisi Kripto
Berdasarkan ketentuan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka (PerBappebti 8/2021), kripto diperlakukan sebagai suatu aset. Aset Kripto (Crypto Asset) merupakan Komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital, menggunakan kriptografi, jaringan informasi teknologi, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.[2] Salah satu bentuk Aset Kripto adalah Koin yang memiliki konfigurasi blockchain tersendiri dan memiliki karakteristik seperti Aset Kripto yang muncul pertama kali yaitu bitcoin.[3]Adapun produk turunan dari Koin dikenal sebagai Token yang merupakan salah satu bentuk dari Aset Kripto.[4].
Kripto sebagai Alat Pembayaran
Seperti telah disebutkan sebelumnya, praktik pembayaran dengan mata uang kripto sudah lazim dilakukan di beberapa negara, seperti negara El Salvador yang telah mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Berbeda dengan negara Indonesia, dimana alat pembayaran yang sah mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang (UU 7/2011). Menurut UU 7/2011, uang adalah alat pembayaran yang sah. Sedangkan yang dimaksud dengan mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. Maka alat pembayaran yang diakui di Indonesia berdasarkan UU 7/2011 hanyalah mata uang Rupiah.
Rupiah sebagai mata uang yang diakui wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan sistem pembayaran, penyelesaian kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi lainnya.[5] Bagi yang tidak menggunakan Rupiah dalam kegiatan-kegiatan yang tersebut, terdapat ancaman sanksi pidana, yakni pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).[6] Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa mata uang kripto belum dapat digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
Berbeda dengan Bappebti, Bank Indonesia memberlakukan mata uang kripto layaknya mata uang digital. Hal ini dapat dilihat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI 18/40/PBI/2016), yang mendefinisikan virtual currency merupakan jenis uang digital yang diterbitkan oleh pihak selain otoritas moneter yang diperoleh dengan cara mining, pembelian, atau transfer pemberian (reward), antara lain Bitcoin, BlackCoin, Dash, Dogecoin, Litecoin, Namecoin, Nxt, Peercoin, Primecoin, Ripple, dan Ven.[7] Untuk mendukung eksklusifitas Rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran, Bank Indonesia melalui PBI 18/40/PBI/2016 melarang setiap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran untuk melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency.[8] Bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang melanggar hal tersebut maka akan dikenakan sanksi administratif berupa: [9]
- teguran;
- denda;
- penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan jasa sistem pembayaran; dan/atau
- pencabutan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran.
Meskipun dilarang, pada praktiknya mata uang kripto tetap eksis dan dimanfaatkan oleh banyak orang di Indonesia. Pemanfaatan mata uang kripto yang dimaksud bukan sebagai alat pembayaran, melainkan sebagai komoditas yang diperdagangkan melalui Bursa Berjangka.
Kripto sebagai Komoditi Perdagangan
Kedudukan kripto sebagai komoditi diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) (PerMendag 99/2018). Melalui Peraturan Menteri Perdagangan 99/2018, aset kripto ditetapkan sebagai komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka.[10]
Selanjutnya, sebagai otoritas yang berwenang pada perdagangan di bursa berjangka, Bappebti mengeluarkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Lainnya yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka (selanjutnya disebut PerBappebti 3/2019). Melalui PerBappebti 3/2019, aset kripto merupakan komoditi di bidang aset digital dan salah satu komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka, bersama dengan komoditi-komoditi lain seperti kopi yang termasuk ke dalam komoditi di bidang pertanian, atau batu bara yang termasuk ke dalam komoditi di bidang pertambangan dan energi.[11]
Perdagangan aset kripto di bursa berjangka hanya dapat dilakukan terhadap aset kripto yang telah ditetapkan oleh Bappebti melalui Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020 Penetapan Daftar Aset Kripto Yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto (PerBappebti 7/2020).[12] Berdasarkan Lampiran II PerBappebti 7/2020, ditetapkan sejumlah 229 (dua ratus dua puluh sembilan) aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto dalam Bursa Berjangka, seperti Bitcoin, Ethereum, Tether, Binance coin, dan lain-lain.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan jika kripto yang dikategorikan sebagai virtual currency hingga saat ini masih dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. Menurut ketentuan UU 7/2011, alat pembayaran yang berlaku di Indonesia adalah Rupiah. Walaupun kripto belum dapat digunakan sebagai alat pembayaran, namun masyarakat di Indonesia tetap dapat memanfaatkannya sebagai aset komiditi yang bisa diperdagangkan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
DISCLAIMER
Setiap informasi yang terkandung dalam Artikel ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang masalah apa pun. Anda tidak boleh bertindak atau menahan diri dari bertindak berdasarkan konten apa pun yang termasuk dalam Update Hukum ini tanpa mencari nasihat hukum atau profesional lainnya. Dokumen ini dilindungi hak cipta. Tidak ada bagian dari dokumen ini yang dapat diungkapkan, didistribusikan, direproduksi atau dikirim dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, termasuk fotokopi dan rekaman atau disimpan dalam sistem pengambilan apa pun tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari Firma Hukum SIP.
Author / Contributor:
R. Yudha Triarianto Wasono, S.H., M.H. Associate
Contact: Mail : yudha@siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |
Junior Associate
Contact: Mail : khuluqi@siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |
[1] https://ekonomi.bisnis.com/read/20210610/620/1403592/sah-el-savador-jadi-negara-pertama-yang-akui-bitcoin-sebagai-alat-pembayaran
[2] Pasal 1 angka 7 PerBappebti 8/2021
[3] Pasal 1 angka 13 PerBappebti 8/2021
[4] Pasal 1 angka 14 PerBappebti 8/2021
[5] Pasal 21 UU 7/2011
[6] Pasal 33 ayat (1) UU 7/2011
[7] Penjelasan Pasal 34 huruf a PBI 18/40/PBI/2016
[8] Pasal 34 huruf a PBI 18/40/PBI/2016
[9] Pasal 35 ayat (1) PBI 18/40/PBI/2016
[10] Pasal 1 PerMendag 99/2018
[11] Pasal 1 huruf f PerBappebti 3/2019
[12] Pasal 1 ayat (1) PerBappebti 7/2020