Memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah bagian dari hak asasi bagi setiap orang, termasuk penyandang disabilitas. Namun pada prakteknya, penyandang disabilitas masih kerap menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Meskipun sejumlah perusahaan sudah mulai mempekerjakan penyandang disabilitas, sebagian besar perusahaan masih enggan merekrut pekerja berkebutuhan khusus meski telah diamanatkan dalam Undang-Undang. Di Indonesia, aturan mengenai hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (“UU Penyandang Disabilitas”). 

Pada Pasal 1 Ayat (1) UU Penyandang Disabilitas dijelaskan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lain sehingga harus diberi kesempatan mendapatkan pendidikan hingga pekerjaan di berbagai bidang.

Kesamaan hak untuk para penyandang disabilitas juga turut dijelaskan dalam UU Penyandang Disabilitas yakni pada Pasal 1 Ayat (2) yang berbunyi:
Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat. 

Sebagaimana dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf f bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi. Perusahaan pun wajib menjamin perlindungan terhadap penyandang disabilitas yang bekerja. Hal ini diatur dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”) bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasan. Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk penyandang disabilitas diatur dalam Pasal 11 UU Penyandang Disabilitas meliputi hak:

  1. Memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta tanpa diskriminasi;
  2. Memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan penyandang disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama;
  3. Memperoleh akomodasi yang layak dalam pekerjaan;
  4. Tidak diberhentikan karena alasan disabilitas;
  5. Mendapatkan program kembali bekerja;
  6. Penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat;
  7. Memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier serta segala hak normatif yang melekat di dalamnya; dan
  8. Memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri, wiraswasta, pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.

Aksesibilitas menurut Pasal 1 Ayat (8) UU Penyandang Disabilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan. Dalam Pasal 19 UU Penyandang Disabilitas, disebutkan bahwa hak aksesibilitas meliputi hak:

  1. Mendapatkan aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik;
  2. Mendapatkan akomodasi yang layak sebagai bentuk aksesibilitas individu.

Terkait dengan aksesibilitas, negara mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menyediakan fasilitas atau infrastruktur yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas sebagai salah satu syarat dalam permohonan izin mendirikan bangunan. Selain aksesibilitas fisik, terdapat aksesibilitas non fisik yang perlu juga diperhatikan oleh negara dengan bagaimana informasi, komunikasi, dan teknologi dapat digunakan atau dipahami penyandang disabilitas. 

Komitmen pemerintah dalam mewujudkan ruang lingkup pekerjaan yang ramah disabilitas diatur dalam Pasal 53 UU Penyandang Disabilitas bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Sementara itu, perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Negara memiliki kewajiban dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan seluas-luasnya kepada masyarakat dan sebagai realisasi dari campur tangan pemerintah dalam menjalankan fungsi negara, yakni memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Aturan yang termaktub dalam Undang-Undang tentang penyandang disabilitas pun merupakan suatu peran dari negara untuk mewujudkan harapan para penyandang disabilitas dalam mendapatkan hak-haknya.

Baca Juga: Syarat Pemotongan Gaji Karyawan Beserta Regulasinya

Daftar Hukum: