Lahirnya usaha gerai ritel di era modern masa kini telah memberikan perubahan pola konsumsi masyarakat, termasuk dalam memperoleh produk kesehatan berupa obat bebas. Adanya kemudahan akses yang ditawarkan kepada konsumen tentu saja memberikan manfaat dalam aspek keterjangkauan. Akan tetapi, di sisi lain justru menimbulkan tantangan tersendiri, khususnya mengenai aspek keamanan, pengawasan, serta kepatuhan hukum.
Sebagai produk farmasi, obat tidak dapat dipersamakan dengan barang konsumsi lainnya karena memiliki risiko kesehatan yang mana apabila tidak dikonsumsi secara tepat, maka dapat menimbulkan risiko kesehatan. Maka dari itu, melalui Kepmenkes 972/2025 pemerintah berupaya menetapkan regulasi yang jelas terhadap penyediaan dan distribusi obat, khususnya di gerai ritel guna melindungi keselamatan masyarakat.
Batasan Penyediaan Obat Bebas di Gerai Ritel
Obat bebas merupakan obat yang berada pada dosis yang aman, tanpa memerlukan resep, serta dapat dikonsumsi guna mencegah, meringankan, ataupun mengobati penyakit ringan. Atas adanya kemudahan akses untuk memperoleh obat bebas, sehingga obat bebas dapat ditemukan dengan mudah, baik di apotek, toko obat, gerai ritel, warung, toko kelontong, bahkan juga dapat diperoleh secara online.
Di era modern masa kini, telah tersedia berbagai jenis gerai ritel yang hadir di Indonesia, seperti hypermarket, supermarket, serta minimarket. Terkait perbedaan masing-masing jenis gerai ritel tersebut didasari atas luas lantai lantainya sebagaimana telah diatur dalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/972/2025 tentang Pedoman Distribusi dan Penyerahan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas di Hypermarket, Supermarket, dan Minimarket (“Kepmenkes 972/2025”), yakni sebagai berikut:
Jenis Gerai Ritel | Luas Lantai Penjualan |
| Hypermarket | >5.000m2 |
| Supermarket | >400m2 – 5.000m2 |
| Minimarket | 0 – 400m2 |
Sebelum menyediakan obat bebas, gerai ritel dapat melakukan penyediaan dan distribusi obat bebas melalui Pusat Distribusi atau Toko Obat. Dalam hal ini, Pusat Distribusi yang ingin mendistribusikan obat dan bekerja sama dengan gerai ritel wajib memiliki:
- Perizinan berusaha PBF dengan memilih kategori kegiatan usaha pendukung pada sistem OSS
- Perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha Sertifikat CDOB
Sementara itu, dalam klausa perjanjian kerja sama antara gerai ritel dengan toko obat setidaknya harus memenuhi hal-hal berikut:
- Hak dan kewajiban para pihak dalam melaksanakan penyediaan obat bebas dan
- Mekanisme supervisi dan tanggung jawab dari tenaga kefarmasian penanggung jawab toko obat
- Laporan penyerahan obat bebas kepada tenaga kefarmasian penanggung jawab toko obat
- Mekanisme pembayaran terhadap permintaan obat bebas
Lebih lanjut, terkait penyerahan obat bebas di Gerai Ritel harus memenuhi berbagai kriteria sebagai berikut:
- Dilakukan dalam satuan kemasan terkecil disertai pemberian informasi sesuai yang terdapat pada kemasan
- Dilakukan maksimal untuk 3 (tiga) hari
- Tidak melakukan peracikan dan pengemasan kembali
- Tidak mendistribusikan/menyalurkan kembali ke sarana lain
- Tidak melepaskan informasi di kemasan terkecil
- Tidak menyerahkan obat bebas yang mendekati kedaluwarsa minimal 3 (tiga) bulan, rusak, dan/atau tidak terjamin terkait keamanan, khasiat, serta mutunya
- Tidak menjual obat keras, narkotika, dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Dengan demikian, batasan penyediaan obat bebas harus berada pada lingkup yang terkontrol, mudah diawasi, serta tidak menimbulkan risiko penyalahgunaan oleh konsumen. Adanya batasan tersebut berfungsi untuk memastikan bahwa obat bebas yang tersedia di gerai ritel tetap berpegang teguh pada asas manfaat serta pelindungan dan keselamatan. Oleh karena itu, kepatuhan hukum bagi pelaku usaha gerai ritel menjadi elemen fundamental dalam menjaga keseimbangan antara kemudahan akses masyarakat terhadap obat dengan kewajiban pelaku usaha gerai ritel untuk melindungi kesehatan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peran Pemerintah dalam Mengawasi Peredaran Obat Bebas di Gerai Ritel
Pengawasan terhadap peredaran obat bebas di gerai ritel merupakan tanggung jawab negara yang dilaksanakan secara berlapis oleh berbagai institusi. Secara umum, Kementerian Kesehatan berperan sebagai regulator utama yang menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria distribusi obat. Selain itu, ada lembaga pemerintah lain, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjalankan tugas pengawasan teknis terhadap mutu, keamanan, dan legalitas obat yang beredar di masyarakat sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (“PerBPOM 21/2020”).
Ditetapkannya Kepmenkes 972/2025 pada 16 Oktober 2025 merupakan bentuk representasi pemerintah yang tidak hanya berupaya untuk menetapkan pedoman tertulis, tetapi juga mendorong pengawasan secara aktif. Adapun pengawasan tersebut mencakup: aspek perizinan produk, kesesuaian label, tanggal kedaluwarsa, hingga cara penempatan obat di rak penjualan.
Selain pengawasan administratif, peran pemerintah juga tercermin dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. Melalui berbagai program sosialisasi, masyarakat didorong untuk memahami perbedaan antara obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras, serta pentingnya membaca aturan pakai sebelum menggunakan obat. Upaya ini menjadi bagian dari pendekatan preventif untuk menekan risiko penyalahgunaan obat yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat secara luas.
Baca juga: Obat Berbasis AI: Masa Depan Bioteknologi yang Lebih Cepat dan Presisi
Risiko Hukum bagi Pelaku Usaha Gerai Ritel Apabila Terjadi Penyimpangan
Pada praktiknya, gerai ritel yang ingin mendistribusikan dan menyediakan obat bebas wajib menerapkan standar cara distribusi obat yang baik (CDOB) sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Badan Pengawas Obat dan makanan Nomor 20 Tahun 2025 tentang Standar Cara Distribusi Obat yang Baik (“PerBPOM 20/2025”). Ketidakpatuhan yang dilakukan oleh pelaku usaha gerai ritel terhadap ketentuan penyediaan dan distribusi obat bebas tidak hanya berisiko menimbulkan masalah kesehatan, namun lebih dari itu, yakni berdampak juga pada risiko hukum secara signifikan.
Ketika terjadi penyimpangan terhadap obat bebas yang disediakan oleh gerai ritel, maka pelaku usaha gerai ritel yang bersangkutan harus siap untuk berhadapan dengan hukum melalui pemberian sanksi administratif, yakni:
- Peringatan tertulis
- Penghentian sementara kegiatan
- Pencabutan sertifikat CDOB
Tidak hanya sanksi administratif yang dapat diberikan, namun apabila ditemukan pelanggaran, khususnya mengenai peredaran obat bebas yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu, maka berisiko terkena sanksi pidana paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 Miliar sebagaimana tercantum dalam Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”).
Batasan hukum terkait penyediaan obat bebas di gerai ritel merupakan pokok utama dalam menjaga keseimbangan antara aksesibilitas obat dan perlindungan kesehatan masyarakat. Keberadaan Kepmenkes 972/2025 merupakan suatu pedoman penting yang dapat dipegang teguh oleh pelaku usaha gerai ritel, khususnya mengenai penyediaan dan pendistribusian obat bebas. Untuk dapat mencegah penyimpangan distribusi obat sangat membutuhkan peran aktif dari pemerintah melalui pengawasan yang ketat, serta kesadaran hukum bagi pelaku usaha. Dengan mematuhi regulasi yang berlaku, ekosistem penjualan obat di gerai ritel modern diharapkan dapat berjalan secara aman dan bertanggung jawab.***
Baca juga: Pahami Ketentuan Izin Edar untuk Produk Obat Inovasi Bioteknologi
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”)
- Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (“PerBPOM 21/2020”)
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/972/2025 tentang Pedoman Distribusi dan Penyerahan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas di Hypermarket, Supermarket, dan Minimarket (“Kepmenkes 972/2025”)
Referensi:
- Pedoman Baru tentang Distribusi Obat Bebas Diterbitkan: Usaha Ritel Tanpa Pusat Distribusi Kini Diwajibkan untuk Bekerja Sama dengan Toko Obat. HukumOnline. (Diakses pada 24 Desember 2025 Pukul 11.07 WIB).
- [Sosialisasi] Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GEMA CERMAT). Website Desa Amin Jaya. (Diakses pada 24 Desember 2025 Pukul 11.49 WIB).
