Permasalahan mengenai pengelolaan barang milik negara rawan akan maladministrasi. Hal ini terlihat dari masih adanya sengketa antara pemerintah dan masyarakat. Pengelolaan barang milik negara diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (“PP 28/2020”). Pada Pasal 1 angka (1) ini, disebutkan bahwa Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 

Salah satu bagian dari tata kelola pemerintah yang baik adalah pengelolaan BMN yang efisien, serta berorientasi pada pelayanan publik dan kemakmuran rakyat. Hal ini berkaitan dengan reformasi birokrasi yang bertujuan menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dengan aparatur negara yang bersih, profesional, dan bertanggung jawab, serta menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif. Mengacu pada Pasal 1 angka (3) PP 28/2020, bahwa pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman, serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Dengan menciptakan sistem birokrasi yang baik, maka dapat memberikan pelayanan publik yang terbaik.

Reformasi pengelolaan BMN dimulai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Berdasarkan aturan tersebut, pemerintah telah menerbitkan serangkaian kebijakan, mulai dari penertiban BMN, inventarisasi, dan penilaian BMN, serta pemanfaatan BMN. Sebagaimana diketahui, bahwa BMN yang merupakan aset negara memiliki jumlah dan nilai yang sangat besar dan sebagian besar berasal dari pembelian/pengadaan yang dananya berasal dari rakyat. Tentu hal ini menjadi tanggung jawab pengelola barang milik negara untuk bisa melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk melakukan pengamanan dan pemeliharaan BMN. Aspek pengamanan BMN terdiri atas tiga bagian, di antaranya:

  • Aspek Administratif

Proses penatausahaan BMN perlu dilakukan tata kelola yang baik untuk kemudian “diamankan” pada sisi administrasinya. Dari data yang diperoleh dari laman Ombudsman menunjukan, bahwa pada tahap administrasi kerap berpotensi maladministrasi karena penyelenggara pelayanan publik tidak sepenuhnya tuntas dalam melakukan tahapan administrasi, yakni tidak melakukan sertifikasi lahan yang menyebabkan munculnya sengketa di kemudian hari.

  • Aspek Fisik

Perspektif pada tahapan pengamanan aset atas BMN dalam aspek fisik adalah untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang dan hilangnya barang. Pada aspek fisik, potensi maladministrasi ialah terjadi penurunan fungsi barang bahkan hilangnya barang milik negara.

  • Aspek Hukum

Pengamanan dalam aspek hukum bertujuan untuk mempertahankan status suatu aset BMN agar dapat terlindung dari sengketa hukum. Sengketa kepemilikan dapat berujung pada hilang atau beralihnya aset negara kepada pihak lain yang seharusnya tidak berhak. 

Pengelolaan aset pemerintah juga dapat dilakukan dengan memaksimalkan manfaat dari barang tersebut. Masyarakat bisa memanfaatkan BMN melalui salah satu dari beberapa skema yang berlaku. Pemanfaatan BMN dapat dilakukan oleh mitra yang mencakup perorangan, BUMN atau BUMD, swasta, badan usaha lain, unit penunjang pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah desa, dsb. Objek pemanfaatan BMN umumnya berupa tanah dan bangunan, namun dalam pemanfaatannya harus sesuai dengan skema yang berlaku. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara, salah satunya melalui penyewaan. Menurut Pasal 1 angka (12), tertera bahwa sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Penerimaan negara dari pemanfaatan BMN merupakan penerimaan negara yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Negara, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang dan ketentuan peraturan perundang-undang yang ditetapkan Presiden.

Pasal 9 ayat (1) Permenkeu No. 115/PMK.06/2020 mengatur mengenai tujuan dilakukannya penyewaan BMN di antaranya:

  1. Mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara;
  2. Memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan/atau menunjang tugas dan fungsi instansi pengguna barang, dan/atau
  3. Mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah.

Jangka waktu penyewaan diatur dalam Pasal 13 Permenkeu No. 115/PMK.06/2020, bahwa objek sewa dapat digunakan paling lama 5 tahun sejak ditandatanganinya perjanjian dan dapat diperpanjang dengan persetujuan dari pengelola barang. Penyewaan BMN dapat menggunakan periode tahun, bulan, hari, atau bahkan jam.

Baca Juga: Mengenal Jenis dan Landasan Hukum Rencana Tata Ruang Wilayah

 Sumber: