Pemerintah Indonesia terus berupaya mendorong tata kelola pertambangan agar lebih inklusif dan berpihak kepada perekonomian rakyat. Dalam rangka mempertahankan stabilitas ekonomi nasional pada aktivitas bisnis, UKM memiliki peran esensial dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut diperkuat dengan tingginya jumlah UKM pada tahun 2025 yang mencapai 65,5 juta unit dan menyumbang 61,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Adanya kontribusi besar yang diberikan oleh UKM terhadap perekonomian nasional membuat pemerintah menilai bahwa pelaku UKM memiliki kapasitas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan UKM sebagai pihak yang diberikan prioritas untuk memperoleh hak pengelolaan aktivitas tambang di wilayah tambang tertentu.
Alasan Pemerintah Memberikan Prioritas Kepada UKM untuk Mengelola Tambang
Selama ini, pemerintah cenderung memberikan kesempatan untuk mengelola tambang kepada Perseroan Terbatas (PT) pada skala besar yang memiliki modal yang besar, sehingga masyarakat lokal yang tinggal di sekitar wilayah aktivitas tambang tidak memperoleh manfaat yang signifikan.
Akan tetapi, sejak 11 September 2025 pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 39/2025”) yang memberikan prioritas pengelolaan kegiatan tambang bagi UKM guna menciptakan pemerataan ekonomi, khususnya bagi mereka yang berdomisili di sekitar wilayah pertambangan. Kebijakan tersebut memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar untuk mendapatkan dampak positif dari aktivitas pertambangan, seperti meningkatkan pendapatan, membuka lapangan pekerjaan, serta berkembangnya UKM sekitar tambang.
Dengan diundangkannya PP 39/2025, pemerintah berupaya memperbaiki ketimpangan yang selama ini terjadi pada sektor pertambangan. Melalui pemberian prioritas kepada UKM, pemerintah berharap agar UKM yang berlokasi di sekitar tambang dapat merasakan manfaat ekonomi dari kegiatan tambang.
Lebih lanjut, PP 39/2025 pun menjadi instrumen penting untuk memperkuat peran masyarakat sekitar sebagai pelaku ekonomi yang memiliki daya saing. Dengan membuka ruang bagi pelaku UKM untuk mengelola tambang tertentu, pemerintah tidak hanya memberikan akses usaha, namun sekaligus mengembangkan teknologi dan jaringan bisnis. Oleh karena itu, dengan adanya PP 39/2025 diharapkan dapat mengubah pandangan pengelolaan tambang ke arah yang lebih inklusif, sekaligus memastikan bahwa manfaat sumber daya alam berupa tambang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tambang.
Syarat UKM yang Bisa Mengelola Tambang
Wilayah izin usaha pertamangan (WIUP) merupakan wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau pemegang Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) sebagaimana definisi tersebut telah diatur dalam Pasal 1 angka 33 PP 39/2025. Kemudian dalam Pasal 17 ayat (1) PP 39/2025 telah menyebutkan bahwa WIUP terdiri dari: WIUP mineral radioaktif, WIUP mineral logam, WIUP batubara, WIUP mineral bukan logam, WIUP mineral bukan logam jenis tertentu, dan WIUP batuan.
Semenjak diundangkan PP 39/2025, kini izin usaha berupa WIUP mineral logam dan WIUP batubara dapat diperoleh melalui lelang atau pemberian prioritas. Pemberian prioritas tersebut dapat diberikan kepada berbagai pihak pelaku usaha, salah satunya adalah badan usaha kecil dan menengah (UKM).
Adapun langkah yang harus dilewati oleh UKM agar dapat memperoleh pemberian WIUP mineral logam atau WIUP batubara melalui cara prioritas, yakni dengan mengajukan permohonan pemberian WIUP mineral logam atau WIUP batubara, verifikasi kriteria dan persyaratan administratif, teknis, dan/atau pernyataan komitmen, serta persetujuan pemberian prioritas dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebelum mendapatkan WIUP mineral logam dan batubara dari cara prioritas, pemegang IUP atau SIPB perlu memenuhi kriteria khusus.
Pada Pasal 26D huruf b PP 39/2025 telah dijelaskan secara eksplisit bahwa kriteria khusus yang harus ditaati agar UKM dapat berkontribusi mengelola kegiatan tambang adalah sebagai berikut:
- Badan usaha berbentuk perseroan terbatas
- Berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota yang sama dengan lokasi WIUP mineral logam atau WIUP batubara
- Pemegang saham badan usaha merupakan warga negara Indonesia yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota yang sama dengan lokasi WIUP mineral logam atau WIUP batubara
- Memiliki NIB dengan cakupan kegiatan usaha di bidang usaha pertambangan mineral logam atau batubara
- Merupakan badan usaha kecil dan menengah yang telah terverifikasi status badan hukumnya dengan database badan usaha kecil dan menengah.
Selain kriteria yang di atas yang harus dipatuhi oleh UKM agar diberikan kesempatan mengelola tambang, terdapat syarat lain yang harus dipenuhi. Maman Abdurrahman selaku Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UKM) menyampaikan bahwa syarat utama yang harus dipenuhi agar UKM diberikan izin untuk mengelola kegiatan tambangnya adalah ia wajib melakukan pembinaan dan bermitra dengan pelaku usaha mikro dan kecil di daerah sekitar tambang.
Selain syarat utama, menurut Maman terdapat syarat lain yang harus dipatuhi apabila UKM ingin mengelola kegiatan tambang, yakni hanya perusahaan menengah milik warga setempat dan berdomisili di daerah sekitar tambang yang dapat menerima konsesi. Hal tersebut bertujuan agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat sekitar, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Sebagai contohnya adalah tambang nikel yang berada di Maluku Utara, maka pihak yang mendapatkan izin adalah pihak UKM sektor pertambangan yang berada di Maluku Utara.
Baca juga: Pengaruh Regulasi Pertambangan terhadap Investor Asing di Indonesia
Risiko UKM dalam Mengelola Pertambangan
Pengelolaan pertambangan cenderung membutuhkan modal yang lebih besar jika dibandingkan dengan modal awal yang diperlukan untuk mendirikan bisnis UKM. Menurut Jaya Darmawan selaku Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS), tingginya modal untuk mengelola pertambangan bagi UKM justru menimbulkan risiko gagal bayar, sehingga pelaku UKM menghadapi tekanan finansial yang signifikan jika tidak memiliki kapasitas pendanaan yang memadai.
Tak hanya memiliki risiko gagal bayar, selama ini tata kelola pertambangan cenderung merusak, tidak bertanggungjawab serta menimbulkan biaya yang selama ini tidak pernah dihitung, seperti kerusakan lingkungan, kesehatan, keindahan sumber daya alam, konflik, dan sebagainya. Hal tersebut pun diperkuat dengan kasus pertambangan di Yogyakarta yang didominasi oleh UKM yang mana ditemukan 101 titik kerusakan berat dan sangat berat di 4 wilayah, yakni di Das Progo, Das Opak, Perbukitan Menoreh, dan Pegunungan Selatan. Lebih lanjut, hal tersebut pun diperparah dengan ditemukan pelanggaran administrasi berupa sejumlah 85% UKM tambang yang tidak memenuhi beberapa unsur penting, seperti tidak memiliki kepala teknik pertambangan, daftar kecelakaan kerja, rencana kerja, anggaran biaya pertambangan, dan tidak melakukan reklamasi. Maka dari itu, kesiapan dana bagi UKM dan pengawasan ketat dari pemerintah menjadi elemen krusial terhadap implementasi kebijakan pemerintah dalam memberikan prioritas pengelolaan tambang kepada UKM.
Pemberian prioritas pengelolaan tambang kepada UKM yang berlokasi di sekitar aktivitas tambang oleh pemerintah merupakan wujud nyata aksi pemerintah untuk memperkuat perekonomian masyarakat sekitar tambang, sekaligus memberdayakan kemampuan sumber daya masyarakat sekitar. Akan tetapi, keberhasilan dari kebijakan tersebut tentu bergantung pada kemampuan UKM dalam memenuhi dan mematuhi segala persyaratkan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam rangka pengawasan, pemerintah pun harus memastikan bahwa pengelolaan tambang dikelola secara profesional dengan penuh tanggung jawab. Melalui kombinasi kebijakan yang tepat antara kontrol pemerintah dan kesiapan UKM, kebijakan berupa pemberian prioritas pengelolaan tambang kepada UKM sekitar tamang dapat menjadi penggerak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal sekitar tambang dan memperkuat tata kelola pertambangan nasional.***
Baca juga: Kewajiban Melakukan CSR Pada Perusahaan Tambang
Daftar Hukum:
- Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 39/2025”)
Referensi:
- UKM Mendunia: Strategi Peningkatan Skala Bisnis Menembus Pasar Nasional dan Internasional. Otoritas Jasa Keuangan. (Diakses pada 17 November 2025 Pukul 14.46 WIB).
- UKM yang mau Kelola Tambang, Menteri Maman Kasih Syarat Ini. CNBC Indonesia. (Diakses pada 17 November 2025 Pukul 15.03 WIB).
- Ini Syarat UKM yang Bisa Kelola Tambang. Tempo. (Diakses pada 17 November 2025 Pukul 15.25 WIB).
- UKM Kelola Tambang, Apa Risikonya? CNN Indonesia. (Diakses pada 17 November 2025 Pukul 15.57 WIB).
