Penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis dilakukan melalui proses litigasi. Di samping penyelesaian sengketa secara litigasi, dalam praktik terdapat alternatif penyelesaian sengketa di antaranya yaitu arbitrase. 

Mekanisme arbitrase dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa serta Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan UU Arbitrase.

Arbitrase dapat diartikan penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 

Mekanisme arbitrase diselesaikan melalui pihak ketiga yang independen, yaitu arbiter atau panel arbitrase. Di Indonesia terdapat beberapa lembaga arbitrase yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) antara lain, Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Lembaga Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Indonesia (BP-PAI), dan International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID).

Keuntungan dari arbitrase adalah proses yang lebih cepat dan efisien dibandingkan pengadilan, serta bisa menghasilkan keputusan yang adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk proses arbitrase bisa lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pengadilan.

Contoh Arbitrase

Terdapat banyak kasus yang diselesaikan dengan jalan arbitrase, salah satu contohnya adalah kasus yang melibatkan sengketa antara perusahaan Inggris dan perusahaan Jepang.

Sengketa ini bermula dari perjanjian kerjasama antara perusahaan Inggris dan pabrik boneka Jepang. Awalnya, perusahaan Inggris telah menyetujui perjanjian kontrak pembelian boneka seharga 80 sen per boneka. Namun karena adanya aksi mogok kerja di perusahaan Jepang menyebabkan kenaikan ongkos.

Alhasil, biaya per boneka jadi mengalami kenaikan sebesar $1,4. Atas kenaikan harga, perusahaan Inggris tidak dapat menerima alasan dari perusahaan Jepang dan tetap teguh terhadap kontrak yang ada. Akhirnya arbitrase dilakukan untuk menyelesaikan sengketa ini.

International Chamber of Commerce (ICC) menjadi penengah dalam sengketa tersebut. Setelah mendengar keluhan dari kedua belah pihak, akhirnya ICC memutuskan kedua pihak untuk menanggung bersama kerugian tersebut. 

Mengetahui putusan ini, perusahaan Inggris dan pabrik Jepang merasa puas dengan keputusan tersebut dan bersedia untuk menanggung kerugian bersama-sama.