Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase banyak dijadikan pilihan, termasuk yang melibatkan negara lain atau perusahaan asing. Arbitrase internasional merupakan penyelesaian sengketa di antara kedua belah pihak yang saling berselisih setelah terikat dengan kontrak yang telah disepakati.
Sama halnya dengan arbitrase nasional, dalam arbitrase ini penyelesaian sengketanya dilakukan di hadapan para juri (arbiter). Para arbiter yang terlibat merupakan seseorang ataupun sekelompok orang yang dipilih oleh pihak-pihak yang berselisih maupun yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase. Keputusan yang dibuat oleh arbiter didasari berdasarkan hukum dan fakta lapangan yang terjadi.
Perbedaan Arbitrase Nasional dan internasional
Ada beberapa perbedaan antara penyelesaian sengketa arbitrase nasional dan internasional:
Pertama, apabila suatu kasus terjadi di dalam wilayah NKRI maka dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase nasional Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Sementara jika kasus tersebut terjadi di luar wilayah NKRI, maka dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase mancanegara seperti Chamber of Commerce (ICC), London Court of International Arbitration (LCIA), Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC), China International Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC), dan Singapore International Arbitration Centre (SIAC).
Kedua, ruang lingkup kewenangan dalam menyelesaikan sengketa bagi lembaga arbitrase nasional hanya berada di kawasan Indonesia, sementara itu ruang lingkup penyelesaian sengketa dalam lingkup nasional maupun internasional dapat diselesaikan di lembaga arbitrase luar negeri.
Ketiga, putusan pada penyelesaian sengketa melalui arbitrase nasional ditetapkan oleh majelis hakim, sementara putusan pada penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional oleh Lembaga arbitrase luar negeri. Adapun lembaga arbitrase nasional hanya ada satu yang berlokasi di Indonesia, yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sementara ada beberapa lembaga arbitrase internasional di mancanegara.
Kasus Garuda vs Lessor Helice Leasing S.A.S dan Lessor Goshaw
Tentu publik masih ingat kasus sengketa antara PT. Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dengan Lessor Helice Leasing S.A.S dan Lessor Goshawk yang terjadi tahun 2001 lalu. Pihak-pihak yang bersengketa memutuskan menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase internasional.
Garuda Indonesia yang kala itu mengalami masalah keuangan kalah atas gugatan kewajiban pembayaran sewa pesawat dalam Pengadilan Arbitrase Internasional London / London Court of International Arbitration (LCIA). Garuda Indonesia diwajibkan membayar sewa pesawat dan kewajiban lain berdasarkan perjanjian sewa pesawat, bunga keterlambatan, serta biaya perkara penggugat.
Dasar Hukum Arbitrase Internasional
Arbitrase Internasional berpegang pada peraturan tentang Transparansi dalam Arbitrase Negara Investor berbasis perjanjian dan Hukum Model UNCITRAL tentang Arbitrase Komersial Internasional tahun 2006. Sementara itu, keputusan hukum bagi tiap negara melalui Hukum Arbitrase Perancis di Perancis, Hukum Arbitrase Jerman di Jerman, Undang-Undang Arbitrase Inggris tahun 1996 dan Undang-undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Peraturan hukum yang berlaku di Indonesia mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini tercantum di dalam Undang-undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pada Pasal 65 hingga Pasal 69. Pada pasal tersebut dijelaskan, yang berwenang dalam menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan tersebut hanya diakui dan dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia jika memenuhi beberapa persyaratan, yaitu jika putusan arbitrase ini dijatuhi oleh arbiter atau majelis arbitrase pada suatu negara yang terikat perjanjian dengan Indonesia, baik secara bilateral maupun multilateral.
Putusan tersebut terbatas pada putusan berdasarkan ketentuan hukum Indonesia dalam ruang lingkup hukum perdagangan yang hanya dapat dilaksanakan di Indonesia dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Selain itu, putusan arbitrase ini hanya dapat dilaksanakan di Indonesia ketika telah mendapatkan eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang kemudian dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.