Kerjasama Indonesia-Australia  kembali menguat setelah pertemuan 31 Agustus 2018 antara  Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia pada saat itu, Scott Morrison. Kedua negara menyepakati perjanjian kemitraan ekonomi yang menjadi tonggak baru hubungan kedua negara melalui IA-CEPA, perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara kedua belah negara.

Dikutip dari indonesia.embassy.gov.au, kerjasama ini bertujuan menciptakan kerangka kerja untuk era baru hubungan ekonomi yang lebih erat antara kedua belah pihak. Selain itu juga membuka pasar dan peluang baru untuk bisnis, produsen utama, penyedia jasa, dan investor. 

IA-CEPA adalah perjanjian komprehensif, dibangun berdasarkan perjanjian-perjanjian multilateral dan regional yang telah ada termasuk Perjanjian Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN – Australia – Selandia Baru (AANZFTA). IA – CEPA sendiri mulai berlaku pada 5 Juli 2020.

Dilansir dari Antaranews.com, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai total perdagangan  pada Januari-April 2023 tercatat sebesar 3,6 miliar dolar AS. Ekspor Indonesia ke Australia pada periode yang sama tercatat sebesar 999,4 juta dolar AS. Sementara import Indonesia dari Australia mencapai 2,65 miliar dollar.

Baca Juga: Australia soroti pentingnya bisnis yang berkelanjutan dengan Indonesia

Menciptakan Sistem yang Lebih Baik

Kerjasama antara kedua belah negara melalui IA-CEPA merumuskan sejumlah kemudahan  dengan memberikan akses yang lebih baik dan lebih pasti ke pasar kedua negara. Lebih dari 99% ekspor barang Australia ke Tanah Air berdasarkan nilai akan bebas bea masuk atau di bawah pengaturan preferensi yang meningkat secara signifikan.

Hubungan dagang melalui IA-CEPA memunculkan seperangkat aturan terhadap jasa dan investasi yang dikemas sesuai kepentingan antara kedua belah negara. IA-CEPA mencakup kerangka kerja perdagangan yang terkait investasi melalui program kerja yang didanai bersama. Program kerja bersama ini akan mendukung kegiatan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas di berbagai bidang terkait perdagangan untuk memperkuat hubungan komersial dan membantu menstimulir investasi dua arah.

Dasar hukum perjanjian IA-CEPA sebagaimana laporan ftacenter.kemendag.go.id adalah :

Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan (PERMENDAG) Nomor 63 Tahun 2020 Tentang  Ketentuan Asal Barang Indonesia (Rules of Origin of Indonesia) dan Ketentuan Penerbitan Dokumen Keterangan Asal Untuk Barang Asal Indonesia Dalam Indonesia[1]Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia)

Kedua, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 54/PMK.010/2022 Tentang Penetapan Tarif  Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara kedua belah pihak.

Ketiga, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 82/PMK.04/2020 Tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif diantara kedua negara tersebut.

Baca Juga: Arbitrase Internasional di Australia: Kerangka Hukum dan Kelembagaan

Lembaga Arbitrase Indonesia dan Australia

Hubungan bisnis Indonesia-Australia mempengaruhi kerjasama hukum yang dijalin oleh kedua negara. Jika di Indonesia ada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Australia memiliki Australian Centre for International Commercial Arbitration (ACICA). Menurut Robert Heath KC, foreign council SIP Lawfirm, kerjasama melalui IA-CEPA mengubah persoalan tarif (ekspor-impor), dimana salah satunya terdapat penurunan tarif (ekspor-impor).

Menurut Robert, kerjasama ini merupakan hal yang baik untuk kepastian investasi dan berbisnis. “Sebagai contoh, ketika masyarakat Indonesia ingin menjual barang ke Australia (ekspor), mereka telah mengetahui dengan pasti berapa pajak atau tarif yang harus mereka bayar dan sebaliknya  apabila masyarakat Australia menjual barang ke Indonesia,” ungkap Robert yang berbincang dengan Senior Partner SIP Law Firm R Yudha Triarianto Wasono di Channel Youtube SIP Law Firm.

Baca Juga: Mengenal Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional