Kasus aborsi di Indonesia masih menjadi dilema dan memunculkan pendapat pro dan kontra. Penangkapan pelaku praktek aborsi ilegal di sejumlah tempat di Indonesia menimbulkan keprihatinan. Dalam Pasal 60 UU Kesehatan Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan yang baru disahkan menjelaskan, terdapat pengecualian ancaman pidana penjara terhadap tindakan aborsi, jika yang pertama, kehamilan didasari karena calon ibu merupakan korban dari tindak pemerkosaan. Tindakan aborsi diperbolehkan jika usia kehamilan maksimal 40 hari terhitung sejak hari pertama haid terakhir.

Kedua, jika terjadi kehamilan yang membahayakan nyawa dan kesehatan bagi janin dan calon ibu. Hal ini terkait dengan penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki  dan dapat mempersulit bayi jika dilahirkan. Namun, indikasi secara medis ini memerlukan hasil pemeriksaan sesuai dengan standar dan disertai dengan surat keterangan kelayakan aborsi.

Pasal 346 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat larangan bagi wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan janin dalam kandungannya atau meminta orang lain untuk melakukan hal tersebut. Sanksi bagi wanita yang melakukan aborsi diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. 

Aborsi Dilakukan Ahli 

Meskipun aborsi diperbolahkan, namum UU Kesehatan menetapkan syarat tertentu di antaranya oleh tenaga medis dan  tenaga kesehatan yang berkompeten dan memiliki kewenangan untuk melakukan tindak aborsi disertai dengan fasilitas pelayanan Kesehatan yang telah memenuhi persyaratan dari Menteri Kesehatan. Selain itu, diperlukan persetujuan dari wanita hamil yang bersangkutan dan atas izin dari suami, terkecuali bagi korban pemerkosaan. 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014, tindakan aborsi atas akibat dari pemerkosaan dan indikasi darurat medis harus dilakukan secara aman, bermutu, dan bertanggung jawab. Aborsi harus  memenuhi persyaratan dan hanya diperbolehkan setelah wanita yang bersangkutan melakukan konseling pra tindakan dan pasca tindakan oleh konselor yang memiliki kompetensi dan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat 3 Undang-undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

Adapun pelaksanaan tindak aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas Kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas Kesehatan provinsi yang dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. Terhadap tindak aborsi ini, baik pemerintah maupun masyarakat perlu bekerja sama dengan baik sebagai bentuk dari mencegah wanita dari tindak aborsi yang tidak aman dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Website guttmacher.org, sebuah lembaga penelitian kesehatan, hak seksual dan reproduksi menyebutkan, walaupun bukti-bukti yang dapat dipercaya tidak tersedia, para peneliti memperkirakan setiap tahunnya sekitar dua juta aborsi terjadi di Indonesia dan di Asia Tenggara. Kematian yang disebabkan karena aborsi yang tidak aman adalah sebesar 14-16% dari semua kematian maternal.

Sementara itu, sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 Undang-undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan yang menyebutkan,  “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Baca Juga: UU Kesehatan Perkuat Layanan Kesehatan Bagi Masyarakat