Hingga akhir tahun 2025, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 180 juta pengguna. Tingginya angka pengguna tersebut mencerminkan adanya perubahan gaya hidup yang bergantung pada media digital dan semakin dipercayanya media sosial sebagai pusat komunikasi maupun hiburan. Hal tersebut tentu memberikan banyak peluang, salah satunya adalah memunculkan pekerjaan baru sebagai influencer.

Profesi influencer dikenal pekerjaan dengan aktivitas memberikan pengaruh kepada audiens. Salah satunya adalah melalui kegiatan endorsement, yaitu kerja sama antara influencer dengan brand yang mana pihak influencer berkewajiban untuk melakukan promosi atas produk atau jasa yang diperjualbelikan oleh brand, sementara itu brand wajib memberikan imbalan kepada influencer atas jasanya yang diberikan. Imbalan yang dihasilkan oleh influencer tentunya memenuhi unsur penghasilan sebagai objek pajak, sehingga yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana aturan pajak bagi influencer yang memperoleh penghasilan melalui endorsement di Indonesia? Maka dari itu, simak aturan berikut!

 

Kewajiban Pajak Penghasilan atas Kegiatan Endorsement bagi Influencer 

 

Influencer merupakan salah satu pekerjaan yang lahir karena maraknya penggunaan sosial media dan diyakini sebagai pekerjaan yang menjanjikan. Dengan didorong oleh tren Fear of Missing Out (FOMO), pekerjaan influencer kian digandrungi oleh masyarakat. Hal tersebut pun dapat dibuktikan melalui hasil riset Populix yang menunjukkan bahwa lebih dari 65% Gen Z di Indonesia memiliki cita-cita bekerja di industri kreatif, salah satunya menjadi influencer

Pada hakikatnya, influencer merupakan orang pribadi yang termasuk subjek pajak yang mendapatkan penghasilan dari kegiatan jasa, khususnya jasa promosi dan pemasaran produk melalui platform digital, seperti media sosial. Hal ini pun telah ditegaskan dalam Pasal 111 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”) sebagaimana mengubah ketentuan pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”) yang menyatakan bahwa orang pribadi merupakan salah satu subjek pajak. 

Kegiatan endorsement yang dilakukan oleh influencer, baik berupa unggahan foto, video, ulasan produk, ataupun siaran langsung (live streaming) termasuk ke dalam aktivitas ekonomi yang memberikan penghasilan tambahan. Lebih lanjut, definisi terkait endorsement pun diatur dalam Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (“PP 41/2021”) yang berbunyi sebagai berikut:

“Endorsement adalah pernyataan mengetahui dari pemasukan barang kena pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke KPBPB, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak tersebut.”

Pada praktiknya, imbalan yang diterima oleh influencer tidak selalu berbentuk uang tunai. Tidak jarang, influencer justru mendapatkan kompensasi atas jasanya dalam bentuk barang, jasa, fasilitas, ataupun manfaat ekonomis lainnya. Meskipun demikian, apabila ditinjau dari perspektif hukum perpajakan, maka segala imbalan tersebut tetap dikategorikan sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh). 

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa influencer yang tinggal di wilayah Indonesia dan memperoleh penghasilan tambahan melalui aktivitas endorsement memiliki kewajiban untuk membayar PPh, baik yang didapatkan dari kerja sama dengan pelaku usaha dalam negeri maupun luar negeri, sepanjang memenuhi kriteria subjek dan objek pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

 

Berapa Besaran Tarif Pajak yang Diberlakukan?

 

Objek pajak dari pajak penghasilan adalah penghasilan yang merupakan seluruh penambahan ekonomi yang dihasilkan oleh wajib pajak. Tambahan penghasilan tersebut tidak hanya dihitung dari penghasilan yang didapat dari Negara Indonesia, melainkan juga jika didapatkan dari luar wilayah Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU HPP. Lebih lanjut, dalam Pasal 17 ayat (1) UU HPP telah mengatur terkait besaran tarif pajak yang diterapkan bagi Penghasilan Kena Pajak, yakni sebagai berikut:

Laporan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

Rp 0 – Rp60.000.000

5%

Lebih dari Rp60.000.000 > – Rp250.000.000

15%

Lebih dari Rp250.000.000 – Rp500.000.000

25%

Lebih dari Rp500.000.000 – Rp5.000.000.000

30%

Berdasarkan ketentuan besaran di atas, dapat diketahui bahwa semakin banyak penghasilan yang didapatkan oleh influencer dalam 1 (satu) tahun pajak, maka semakin tinggi pula tarif pajak yang dikenakan. Adanya skema tarif progresif tersebut mencerminkan adanya keadilan secara vertikal dalam sistem perpajakan nasional yang mana wajib pajak dengan kemampuan ekonomis yang lebih tinggi akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi pula.

Baca juga: Pajak Kripto sebagai Kewajiban Hukum bagi Investor Kripto

 

Ketentuan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) 

 

Selain wajib membayar pajak, influencer selaku wajib pajak pun memiliki kewajiban administratif untuk melaporkan pajaknya kepada Direktorat Jenderal Pajak pada periode tertentu melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 10 ayat (5) UU HPP. Laporan tersebut merupakan bukti pertanggungjawaban wajib pajak kepada negara atas seluruh penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak.

Bagi influencer, pelaporan SPT Tahunan mencakup seluruh penghasilan yang didapatkan dari berbagai sumber, termasuk endorsement, kerja sama komersial, hadiah, maupun penghasilan lain yang relevan. Lalu, apabila influencer memperoleh penghasilan dari platform digital luar negeri, maka besaran penghasilan tersebut tetap wajib dilaporkan sepanjang influencer yang bersangkutan tetap berstatus sebagai subjek pajak dalam negeri. 

Pelaporan pajak yang diajukan harus disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya secara jelas dan lengkap. Apabila laporan tersebut tidak sesuai, maka hal tersebut berisiko menimbulkan konsekuensi hukum berupa sanksi administratif sebagaimana hal tersebut telah ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (3a) UU HPP, yakni:

“Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.”

Oleh karena itu, transparansi dan ketelitian dalam pelaporan pajak menjadi aspek penting bagi influencer dalam menjaga kepatuhan hukum. Dalam jangka panjang, kepatuhan pajak juga berperan dalam meningkatkan kredibilitas influencer sebagai pelaku industri kreatif yang profesional dan bertanggung jawab.

Pemberlakuan pajak penghasilan bagi influencer di Indonesia merupakan bentuk konsekuensi dari berkembangnya ekonomi digital dan industri kreatif. Melalui UU HPP, UU Cipta Kerja, serta peraturan pelaksana lainnya, negara telah memberikan kerangka hukum yang jelas terkait kewajiban pajak penghasilan. Sebagai subjek pajak, influencer harus dapat memahami, mematuhi, serta diharapkan mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam regulasi perpajakan. Dengan demikian, selain dapat dikenal sebagai sosok yang taat pajak, sang influencer juga berkontribusi dalam menciptakan ekosistem ekonomi digital yang sehat dan berkelanjutan.***

Baca juga: Pengusaha Wajib Tahu, Ini Kewajiban PKP dan Kepatuhan Pajak Digital bagi Pelaku Usaha Online

 

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”)
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”)
  • Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (“PP 41/2021”)

Referensi:

  • Segini Jumlah Pengguna Media Sosial di Indonesia Saat Ini. Kompas. (Diakses pada 22 Desember 2025 Pukul 09.10 WIB).
  • Berkecimpung di Industri Kreatif Banyak Dilirik oleh Gen X. Kompas. (Diakses pada 22 Desember 2025 Pukul 09.32 WIB).
  • Endorsement Selebgram dalam Perspektif Pajak. Kementerian Keuangan. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 09.49 WIB).