Perkembangan teknologi informasi telah memberikan perubahan signifikan dalam sistem peradilan di Indonesia, termasuk dalam penyelesaian perkara keluarga. Salah satu inovasi penting yang dihadirkan Mahkamah Agung adalah mekanisme administrasi dan persidangan perkara secara elektronik (e-court) yang memungkinkan masyarakat mengajukan gugatan tanpa harus hadir secara fisik di pengadilan.
Pada implementasinya dalam ranah hukum keluarga, e-court pun berlaku terhadap perkara cerai gugat yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama. Kehadiran sistem aplikasi e-court diharapkan dapat meningkatkan akses keadilan, efisiensi proses berperkara, serta transparansi dalam menyelesaikan perkara perceraian.
Dasar Hukum Cerai Gugat via e-Court
Pada dasarnya, cerai gugat merupakan salah satu bentuk pemutusan perkawinan yang diakui dalam sistem hukum nasional, khususnya bagi pasangan yang beragama islam. Adapun mengenai cerai gugat telah diatur dalam Pasal 132 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang berbunyi:
“Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada Pengadilan Agama. Yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.”
Selanjutnya, dalam Pasal 116 KHI pun mengatur terkait berbagai alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan cerai gugat, beberapa diantaranya karena perselisihan dan pertengkaran yang berlangsung secara terus-menerus, rumah tangga yang tidak harmonis, serta pelanggaran terhadap kewajiban sebagai suami atau istri.
Seiring perkembangan sistem peradilan modern, melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik (“Perma 3/2018”) Mahkamah Agung memperkenalkan mekanisme peradilan elektronik atau yang kerap dikenal dengan istilah e-court. Adapun latar belakang dari hadirnya layanan e-court adalah perkembangan zaman yang semakin modern dengan didukung oleh teknologi canggih, sehingga menuntut adanya sistem peradilan yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat masa kini.
Guna menyempurnakan Perma 3/2018, pada 8 Agustus 2019 Pemerintah telah mengundangkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik (“Perma 1/2019”) sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik (“Perma 7/2022”). Melalui Perma 7/2022, Mahkamah Agung menegaskan bahwa pendaftaran perkara, pembayaran biaya perkara, pemanggilan para pihak, hingga persidangan dapat dilakukan via online.
Berkaitan dengan perkara dan persidangan yang dapat diselesaikan secara online, dalam Pasal 3 Perma 7/2022 menyatakan bahwa:
“Pengaturan administrasi perkara dan persidangan secara elektronik berlaku pada Pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding untuk jenis perkara perdata, perdata khusus, perdata agama, tata usaha militer, dan tata usaha negara.”
Berdasarkan ketentuan pada pasal di atas, dapat diartikan bahwa layanan e-court berlaku bagi berbagai perkara, termasuk perkara cerai gugat yang termasuk ke dalam perkara perdata agama. Berbeda dengan cerai talak yang diajukan suami, cerai gugat diajukan oleh istri sebagaimana telah dipertegas dalam Pasal 132 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang berbunyi:
“Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada Pengadilan Agama. Yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.”
Pada pasal di atas, istilah penggugat pada perkara cerai gugat ditujukan kepada pihak istri yang mengajukan gugatan, sementara itu pihak suami disebut sebagai pihak tergugat. Hal ini pun berbeda dengan cerai talak yang menyebut pihak suami sebagai penggugat, sedangkan pihak istri disebut sebagai tergugat.
Dengan demikian, cerai gugat yang sebelumnya harus diajukan secara manual, kini dapat diajukan melalui sistem aplikasi e-court, sepanjang para pihak memenuhi persyaratan administratif dan teknis yang ditentukan. Kehadiran e-court tidak mengubah substansi hukum perceraian sebagaimana diatur dalam KHI, melainkan hanya mengubah tata cara beracara agar lebih efisien dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.
Kelebihan dan Kekurangan Gugat Cerai melalui e-Court
Pengajuan cerai gugat melalui sistem aplikasi e-court menawarkan sejumlah kelebihan yang cukup signifikan. Dari sisi aksesibilitas, sistem tersebut memungkinkan pencari keadilan untuk mendaftarkan perkara tanpa harus datang langsung ke pengadilan, sehingga menghemat waktu, biaya transportasi, serta meminimalisir beban administratif. Selain itu, proses pembayaran panjar biaya perkara dilakukan secara non-tunai melalui virtual account yang memberikan transparansi dan kepastian biaya bagi para pihak.
Kemudian dari perspektif efisiensi, persidangan secara elektronik juga memungkinkan proses persidangan berjalan lebih fleksibel, khususnya pada tahap pertukaran dokumen, seperti gugatan, jawaban, replik, dan duplik. Hal tersebut sejalan dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”). Dalam perkara perceraian yang bersifat sensitif secara emosional, sidang online juga dapat mengurangi tekanan psikologis bagi para pihak karena tidak harus berhadapan secara langsung di ruang sidang.
Meskipun demikian, mekanisme cerai gugat melalui sidang online juga memiliki sejumlah keterbatasan. Tidak semua pihak memiliki literasi digital yang memadai atau akses internet yang stabil, sehingga berpotensi menghambat kelancaran proses persidangan. Selain itu, sistem unggah dokumen pada aplikasi e-court seringkali bermasalah, sehingga berpotensi dapat menunda persidangan. Dengan demikian, sidang elektronik tidak sepenuhnya menggantikan persidangan konvensional, melainkan dapat dijadikan sebagai alternatif yang digunakan secara selektif sesuai dengan kondisi perkara.
Baca juga: Konsekuensi Hukum Pasca Perceraian, Apa Saja yang Wajib Dipenuhi?
Tata Cara Mengajukan Perkara Gugat Cerai Lewat e-Court
Proses pengajuan cerai gugat secara online diawali dengan pembuatan akun pada sistem aplikasi e-Court Mahkamah Agung. Penggugat wajib mendaftarkan diri sebagai pengguna terdaftar dengan mengunggah identitas diri berupa KTP dan alamat email aktif. Selanjutnya, mengisi kelengkapan data pada formulir yang tersedia. Setelah akun terverifikasi, penggugat dapat memilih menu pendaftaran perkara dan menentukan jenis perkara yang akan diajukan, yaitu gugatan cerai di Pengadilan Agama yang berwenang.
Tahap selanjutnya adalah mengunggah surat gugatan beserta dokumen pendukung, seperti buku nikah dan identitas para pihak. Gugatan harus disusun secara jelas dan sistematis, memuat identitas para pihak, posita yang menjelaskan alasan perceraian sesuai ketentuan KHI, serta petitum yang berisi tuntutan hukum yang dimohonkan kepada majelis hakim. Setelah seluruh dokumen diunggah, sistem akan secara otomatis menghitung panjar biaya perkara yang kemudian dibayarkan melalui mekanisme pembayaran elektronik.
Setelah perkara terdaftar, seluruh panggilan sidang, relaas, dan pemberitahuan putusan akan disampaikan melalui sistem e-court dan email terdaftar. Persidangan dapat dilaksanakan secara elektronik, khususnya untuk agenda pertukaran dokumen. Sementara itu, agenda pembuktian dan pemeriksaan saksi dapat dilakukan secara daring atau luring sesuai dengan penetapan majelis hakim. Dengan demikian, penggugat tetap memiliki kewajiban untuk mengikuti seluruh tahapan persidangan meskipun dilakukan secara elektronik.
Mekanisme cerai gugat melalui e-court merupakan wujud modernisasi peradilan yang bertujuan memperluas akses keadilan bagi masyarakat. Dengan tetap berlandaskan pada Kompilasi Hukum Islam dan hukum acara yang berlaku, sistem aplikasi e-court memberikan kemudahan administratif tanpa mengurangi kehati-hatian dalam pemeriksaan perkara perceraian. Meskipun masih memiliki keterbatasan teknis, namun penerapan cerai gugat secara online menjadi alternatif yang relevan dan adaptif di era digital. Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap prosedur dan dasar hukumnya menjadi kunci agar hak-hak para pihak tetap dapat terlindungi secara optimal.***
Baca juga: Perceraian antara WNI dan WNA di Indonesia: Aturan Hukum, Proses Pengadilan, dan Dampaknya
Daftar Hukum:
- Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)
- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”)
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik (“Perma 7/2022”)
- Peraturan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik (“Perma 1/2019”)
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik (“Perma 3/2018”)
Referensi:
- e-Court Mahkamah Agung RI. Mahkamah Agung RI. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 14.05 WIB).
- Sejumlah Kelemahan Sidang Elektronik dalam Praktik. HukumOnline. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 14.23 WIB).
- Tata Cara Daftar Perkara Gugatan Cerai Melalui e-Court. Pengadilan Agama Rantauprapat. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 14.49 WIB).
- Tata Cara Pendaftaran Gugatan Online (E-Court). Pengadilan Agama Negara. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 14.56 WIB).
