Bertambahnya jumlah penduduk yang konsisten di Indonesia berjalan beriringan dengan meningkatnya kepadatan penduduk Indonesia. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengumumkan bahwa tercatat ada 287,6 juta jiwa penduduk Indonesia hingga September 2025. Angka tersebut menunjukkan adanya lonjakan pertumbuhan penduduk di Indonesia, mengingat pada September 2020 jumlah penduduk di Indonesia masih menunjukkan angka 270,2 juta jiwa. Adanya peningkatan jumlah penduduk tentu mempengaruhi kebutuhan penduduk terhadap hunian yang terintegrasi dengan sistem transportasi publik yang efisien.

Hal tersebut memunculkan konsep hunian modern, yakni Transit Oriented Development (TOD) di Indonesia. Konsep tersebut hadir sebagai pendekatan perencanaan kawasan perkotaan yang meletakkan transportasi publik sebagai pusat pengembangan hunian dan aktivitas ekonomi. Tidak hanya relevan dalam kerangka pembangunan infrastruktur, tetapi Konsep TOD juga memiliki implikasi hukum yang signifikan dalam bidang properti, tata ruang, dan transportasi.

 

Konsep Transit Oriented Development

 

Fenomena urbanisasi terus mengalami peningkatan di Indonesia, bahkan menurut Data BPS tingkat urbanisasi nasional meraih angka sebesar 58,4% dari total populasi dengan proyeksi akan terus meningkat secara signifikan hingga 65% pada 2030 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas). Hal tersebut tentu tidak dapat dihiraukan begitu saja karena berpotensi menimbulkan kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan, khususnya terhadap isu sosial ekonomi. 

Adanya peningkatan laju urbanisasi berisiko melahirkan berbagai isu di daerah perkotaan, khususnya terkait kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, hingga berkurangnya efisiensi penggunaan lahan. Maka dari itu diperlukan suatu solusi yang dapat menyatukan antara kebutuhan hunian penduduk dengan aktivitas masyarakat yang cenderung terpusat di kawasan perkotaan, sehingga mobilitas dapat berlangsung secara efektif dan berkelanjutan.

Konsep Transit Oriented Development (TOD) merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam menghadapi situasi di atas, khususnya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas diiringi dengan memaksimalkan perencanaan tata ruang. Konsep tersebut berpusat pada penggunaan transportasi publik, mendorong gaya hidup tanpa kendaraan di tengah kawasan yang cenderung padat, mencampurkan fungsi hunian dengan komersial, serta mudah diakses melalui sepeda atau berjalan kaki. 

Dalam rangka memenuhi standar Konsep TOD, Institut Kebijakan Transportasi dan Pembangunan New York telah menciptakan beberapa prinsip yang dapat diterapkan, yakni:

  1. Berjalan kaki (walk); guna mencapai tujuan menciptakan ruang yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki.
  2. Bersepeda (cycle); yang menggabungkan antara kenyamanan dan fleksibilitas bagi pesepeda maupun pejalan kaki dengan jangkauan dan kecepatan yang mirip.
  3. Terhubung (connect); dengan memenuhi beberapa matriks, yakni panjang sisi blok tidak melebihi 110 m, dapat diakses publik dengan berjalan kaki setidaknya selama 15 jam sehari, mencakup lorong yang dapat diakses publik melalui blok-blok bangunan.
  4. Angkutan umum (transit); yang mengutamakan antara kedekatan dan kemudahan akses terhadap moda transportasi massal.
  5. Pembauran (mix); dengan adanya penggunaan lahan yang beragam memungkinkan masyarakat memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari dalam jarak yang terjangkau.
  6. Memadat (densify); yang menitikberatkan peningkatan kepadatan kawasan di sekitar transportasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan.
  7. Memadatkan (compact); guna menciptakan tata ruang kota yang ringkas dan terintegrasi bagi masyarakat.
  8. Bergeser (shift); yang berkontribusi pada pengurangan kemacetan, gas emisi karbon, serta dampak lingkungan di kawasan perkotaan.

Berdasarkan perspektif hukum properti, Konsep TOD menggeser paradigma pengembangan hunian dari pendekatan konvensional berbasis kendaraan pribadi menuju hunian vertikal dan multifungsi yang terintegrasi dengan transportasi publik. Hunian modern dalam kawasan TOD tidak lagi diposisikan sebagai entitas yang berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari ekosistem kawasan yang saling terhubung antara fungsi tempat tinggal, bekerja, dan beraktivitas sosial. Dengan demikian, TOD berperan sebagai instrumen perencanaan ruang yang berorientasi pada efisiensi lahan dan keberlanjutan kota.

 

Dasar Hukum Pengembangan Transit Oriented Development

 

Pengembangan kawasan yang berorientasi transit di Indonesia telah diatur dalam regulasi yang tersebar pada beberapa tingkat, baik melalui peraturan perundang-undangan maupun peraturan daerah. Pada tingkat peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), khususnya dalam Pasal 3 UU LLAJ telah menegaskan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ) merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan demi menciptakan ruang yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dalam berlalu lintas guna mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjunjung tinggi martabat bangsa.

Lebih lanjut, penyelenggaraan LLAJ pun termasuk salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1) UU LLAJ berbunyi:

“Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.”

Meskipun dalam UU LLAJ tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai Konsep TOD, akan tetapi norma terkait integrasi transportasi dan pengendalian lalu lintas tetap menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan kawasan berbasis transportasi publik. 

Pada tingkat daerah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengatur secara khusus terkait penyelenggaraan kawasan berorientasi transit melalui Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kawasan Berorientasi Transit (“Pergub Prov. DKI Jakarta 67/2019”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 50 Tahun 2021 (“Pergub Prov. DKI Jakarta 50/2021”). Dalam peraturan tersebut telah diatur mengenai  definisi TOD, kriteria kawasan, mekanisme perencanaan, hingga bentuk insentif dan disinsentif dalam pengembangan kawasan TOD. Lebih lanjut, dalam Pergub Prov. DKI Jakarta 50/2021 menegaskan bahwa TOD merupakan kawasan dengan kepadatan tinggi dan fungsi campuran yang berlokasi di sekitar simpul transportasi massal, seperti MRT, LRT, KRL, dan BRT.

Konsep TOD memiliki keterkaitan yang erat dengan kebijakan penataan ruang dan pertanahan. Maka dari itu, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit (“Permen ATR/BPN 16/2017”) memberikan kerangka teknis bagi pemerintah daerah dalam menyusun rencana detail tata ruang kawasan TOD. Lebih lanjut, dalam Permen ATR/BPN 16/2017 pun telah mengatur terkait prinsip TOD, penentuan dan penetapan lokasi kawasan TOD, pengembangan kawasan TOD, serta kelembagaan kawasan TOD.

Dengan demikian, melalui regulasi yang mengatur secara vertikal dan saling berkaitan satu sama lain mampu membentuk kerangka hukum yang komprehensif dalam mendukung penerapan Konsep TOD. Keterpaduan regulasi tersebut memberikan kepastian hukum bagi pemerintah dan pelaku usaha dalam mengembangkan kawasan berbasis TOD, sekaligus memastikan bahwa pembangunan dilakukan secara terencana, berkelanjutan, dan selaras dengan tujuan pengurangan kemacetan, efisiensi penggunaan lahan, serta peningkatan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan.

Baca juga: Regulasi Pemasangan PLTS Atap di Rumah, Panduan Lengkap bagi Pemilik Properti!

 

Penerapan Konsep Transit Oriented Development di Indonesia

 

Penerapan konsep TOD di Indonesia, khususnya di Jakarta, mulai menunjukkan perkembangan signifikan seiring dengan pembangunan transportasi massal, seperti MRT Jakarta, LRT Jabodebek, dan integrasi moda transportasi lainnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan sejumlah kawasan TOD, antara lain di sekitar Stasiun MRT Lebak Bulus, Dukuh Atas, dan Fatmawati. Kawasan-kawasan tersebut dirancang sebagai pusat hunian, perkantoran, dan komersial yang terintegrasi dengan jaringan transportasi publik.

Berdasarkan kajian yang dipublikasikan oleh Perkim, TOD dipandang sebagai solusi strategis untuk menciptakan kota yang berkelanjutan dan ramah transportasi. Penerapan TOD di Indonesia diharapkan mampu mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi, menekan emisi karbon, serta meningkatkan kualitas hidup perkotaan. Meskipun demikian, implementasi TOD juga menghadapi tantangan, seperti koordinasi lintas sektor, kesiapan regulasi, dan penerimaan masyarakat terhadap hunian vertikal.

Pada praktiknya, keberhasilan TOD sangat bergantung pada konsistensi kebijakan dan penegakan hukum di bidang tata ruang dan transportasi. Tanpa kepastian hukum dan pengawasan yang efektif, konsep TOD berpotensi mengalami distorsi, misalnya melalui pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang atau pengabaian prinsip aksesibilitas bagi pejalan kaki dan pengguna transportasi publik.

Pelaksanaan konsep hunian modern berbasis Transit Oriented Development (TOD) merupakan solusi strategis dalam menjawab tantangan urbanisasi dan permasalahan transportasi perkotaan di Indonesia. Dengan landasan hukum yang telah tersedia, baik di tingkat nasional maupun daerah, TOD memberikan kerangka normatif bagi pengembangan hunian yang terintegrasi, efisien, dan berkelanjutan. Akan tetapi, efektivitas TOD sangat ditentukan oleh konsistensi implementasi regulasi, sinergi antar pemangku kepentingan, serta keberpihakan pada kepentingan publik. Oleh karena itu, penguatan aspek hukum dan tata kelola dalam pengembangan TOD menjadi kunci untuk mewujudkan kota yang layak huni dan berkeadilan.***

Baca juga: Akibat Pemasangan Plang di Properti Milik Debitur

 

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”)
  • Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit (“Permen ATR/BPN 16/2017”)
  • Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 50 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kawasan Berorientasi Transit (“Pergub Prov. DKI Jakarta 50/2021”)
  • Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kawasan Berorientasi Transit (“Pergub Prov. DKI Jakarta 67/2019”)

Referensi:

  • BPS Catat Jumlah Penduduk Indonesia Naik, Kini 287,6 Juta Jiwa. Detik. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 10.21 WIB).
  • Hasil Sensus Penduduk (SP2020) pada September 2020 Mencatat Jumlah Penduduk Sebesar 270,20 Juta Jiwa. Badan Pusat Statistik. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 10.38 WIB).
  • Gelombang Urbanisasi Meningkat: Kota-kota Besar Indonesia Hadapi Tantangan Penataan Ruang dan Kemiskinan Urban. Kompasiana. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 11.00 WIB).
  • TOD Standard Framework. ITDP New York. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul  11.23 WIB).
  • Transit-Oriented Development (TOD): Solusi Kota Berkelanjutan dan Ramah Transportasi. Perumahan & Kawasan Permukiman. (Diakses pada 18 Desember 2025 Pukul 11.40 WIB).