Perkembangan teknologi digital melahirkan inovasi baru di dunia perekonomian. Dengan diluncurkannya Non-Fungible Token (NFT) pada Agustus 2021, NFT semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan. Terlebih, sejak viralnya NFT Ghozali Everyday yang laris terjual, bahkan mencapai Rp1,5 Miliar menjadikan fenomena NFT semakin menjadi sorotan publik nasional.
Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan sendiri kepada Negara Indonesia, seperti: bagaimana hukum positif di Indonesia menanggapi kemunculan NFT di tengah era digital? Oleh karena itu, SIP Law Firm akan membahas lebih lanjut mengenai legalitas NFT di Indonesia.
Landasan Regulasi Aset Digital dalam Perdagangan Elektronik
Untuk memahami dasar hukum perdagangan elektronik, maka dari itu penting memahami peraturan yang berlaku di Indonesia yang mengatur transaksi melalui sarana elektronik.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
Secara garis besar, hukum positif di Indonesia telah mengatur terkait teknologi sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang kemudian diubah ke Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024. Lahirnya peraturan tersebut berhasil menjangkau luas hingga berbagai aspek teknologi, termasuk aset digital. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam Pasal 25 UU ITE pun menyatakan bahwa:
“Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.”
Jika ditinjau dari ketentuan pasal di atas, meskipun dalam UU ITE tidak secara eksplisit menyebutkan aset digital, namun gagasan “informasi elektronik” dan “dokumen elektronik” dapat dianalogikan bahwa transaksi aset digital merupakan transaksi elektronik yang menghasilkan bukti digital. Oleh karena itu, adanya konsep informasi elektronik dan dokumen elektronik memberikan dasar legitimasi bahwa aset digital memiliki nilai hukum.
- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“PP PMSE”)
Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“PP PMSE”), perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) merupakan transaksi perdagangan melalui perangkat dan prosedur elektronik. Perdagangan elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik melibatkan berbagai aset digital yang unik, salah satunya adalah NFT.
Meskipun NFT termasuk aset digital yang dapat diperdagangkan, namun PP PMSE belum secara eksplisit menyebutkan NFT sebagai objek transaksi elektronik. Dengan demikian, penerapan hukumnya masih bersifat analogis. Akan tetapi, pada prinsipnya seluruh transaksi digital yang melibatkan pertukaran nilai ekonomi tetap harus tunduk pada regulasi PP PMSE, termasuk kewajiban pelaku usaha untuk menginformasikan secara benar, jelas, dan jujur terkait barang yang diperdagangkan sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 13 ayat (1) PP PMSE.
Oleh karena itu, jika dilihat dari ketentuan pada UU ITE dan PP PMSE, transaksi NFT sebagai aset digital dianggap sah dimata hukum selama transaksi tersebut dilaksanakan melalui sistem elektronik yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana ketentuan dalam sistem hukum positif di Indonesia.
Baca juga: Penyitaan Aset Kripto Sebagai Barang Bukti Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang
Posisi NFT dalam Regulasi Aset Digital
Setelah memahami esensi perdagangan elektronik, maka bagaimana posisi NFT dalam regulasi aset digital di bawah yurisdiksi Negara Indonesia?
Dilansir melalui laman Kemenkeu, NFT merupakan sebuah token digital yang mengandung informasi yang direkam pada blockchain yang mewakili aset digital yang ditautkan ke token. NFT termasuk ke dalam aset digital (non fisik) berbasis teknologi crypto, namun tidak memiliki sifat fungible (dapat dipertukarkan dengan setara). Jika dilihat dari ketentuan Pasal 25 UU ITE yang menyatakan secara tersirat bahwa NFT dilindungi oleh HKI, hal tersebut pun diperkuat dengan Pasal 40 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) yang menyatakan bahwa karya seni rupa dalam segala bentuk termasuk ciptaan yang dilindungi.
Meskipun dalam UU ITE maupun peraturan turunan lainnya, serta UU Hak Cipta telah menyatakan bahwa NFT termasuk karya cipta yang dilindungi, akan tetapi hingga saat ini Peraturan terkait NFT hanya mengatur terkait jual-beli NFT sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto (“Perbappebti 7/2020”) yang mana saat ini telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto (“Perbappebti 11/2022”). Adanya kendala tersebut menimbulkan ambiguitas NFT, yakni termasuk ke dalam kategori “aset digital” atau “barang digital” dibawah kerangka regulasi Perbappebti.
Pada umumnya, jual beli NFT menggunakan sarana mata uang kripto. Akan tetapi, Indonesia hanya mengenal rupiah sebagai mata uang yang sah. Hal ini pun telah dipertegas oleh Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (“UU 7/2011”) yang menyatakan:
“Mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah.”
Berdasarkan ketentuan UU 7/2011, maka sudah jelas NFT tidak dapat dijadikan sebagai alat pembayaran. Oleh karena itu, hingga saat ini kedudukan NFT dalam regulasi aset digital di Indonesia masih berada pada irisan antara regulasi umum transaksi elektronik dan regulasi aset kripto, sehingga memungkinkan berisiko terjadinya tumpang tindih karena belum adanya payung hukum yang mampu mengintegrasinya kedudukan NFT.
Baca juga: The Use of Smart Contracts in Banking and Their Legal Implications
Studi Kasus Peluncuran Prangko NFT Pertama di Indonesia dengan Konsep Twin Stamps
Pada 27 September 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama PT. Pos Indonesia merilis seri stiker NFT Art Mural Cenderawasih. Peluncuran ini merupakan perangko NFT pertama di Indonesia dengan mengadopsi konsep “Twin Stamps”, yakni terdiri atas versi fisik maupun digital secara bersamaan.
Kominfo menyatakan bahwa versi fisik hanya sebatas item koleksi standar, sementara itu, perangko NFT merupakan koleksi terbaru yang didiversifikasikan melalui blockchain. Adanya 2 (dua) versi tersebut ditujukan untuk menjembatani antara dunia nyata maupun digital. Selain itu, diluncurkannya 2 versi tersebut bertujuan agar kolektor perangko fisik juga dapat berpartisipasi memiliki perangko digital, sehingga dapat memperjualbelikan versi digitalnya di platform blockchain.
Landasan peraturan elektronik yang berlaku di Indonesia, seperti UU ITE dan PP PMSE dapat dijadikan sebagai acuan aktivitas perdagangan NFT di Indonesia, terutama terhadap aspek transaksi elektronik. Akan tetapi, regulasi tersebut masih terbatas, sehingga NFT masih berada dalam ruang abu-abu dalam payung hukum di Indonesia. Peluncuran NFT “Twin Stamps” merupakan studi kasus pertama yang memunculkan potensi dan tantangan secara nyata terkait keberadaan NFT di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencapai legalitas dan memunculkan kepastian hukum terhadap NFT di Indonesia dibutuhkan regulasi khusus yang mampu mengatur NFT agar inovasi tersebut tidak berjalan tanpa arah dan tetap berada dalam pengawasan hukum nasional.***
Baca juga: Pajak Kripto sebagai Kewajiban Hukum bagi Investor Kripto
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”).
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”).
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”).
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
- Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto (“Perbappebti 11/2022”).
- Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto (“Perbappebti 7/2020”).
Referensi:
- Viral Ghozali Everyday, Bagaimana Masa Depan NFT di RI? CNBC Indonesia. (Diakses pada 15 Oktober 2025 Pukul 09.45 WIB).
- Kilas Balik Kisah Viral Ghozali Everyday, Hasilkan Rp1,5 Miliar dari Unggahan Swafoto NFT. Tempo. (Diakses pada 15 Oktober 2025 Pukul 10.23 WIB).
- Artikel KPKNL Manado. DJKN Kemenkeu. (Diakses pada 15 Oktober 2025 Pukul 10.59 WIB).
- Muhammad, F. (2021). Menimbang Perlunya Regulasi yang Lebih Komprehensif tentang Non-Fungible Tokens (NFT). Majalah Hukum Nasional, Vol. 52, No. 2, Hal. 192. (Diakses pada 15 Oktober 2025 Pukul 13.15 WIB).
- Legalitas Non-Fungible Token di Indonesia. Selaras Group. (Diakses pada 15 Oktober 2025 Pukul 14.45 WIB).
- Menkominfo Resmikan Peluncuran Prangko NFT Seri Art Mural Cenderawasih. DJPPI Kominfo. (Diakses pada 15 Oktober 2025 Pukul 16.10 WIB).
