Beberapa waktu terakhir, kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening dormant, atau rekening yang tidak aktif selama 3 (tiga) bulan berturut-turut telah memicu perdebatan publik. Banyak nasabah mengaku terkejut ketika mendapati rekening mereka tidak dapat diakses, meskipun tidak ada aktivitas mencurigakan yang dilakukan. Di sisi lain, PPATK menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan perlindungan terhadap sistem keuangan nasional. 

Hal ini pun akhirnya menimbulkan pertanyaan, sejauh mana kewenangan PPATK dalam melakukan pemblokiran? Selain itu, apakah tindakan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku?

Dari sudut pandang hukum perbankan, tindakan pemblokiran rekening oleh PPATK bukanlah hal yang sederhana. Ia melibatkan serangkaian ketentuan hukum. Selain itu, terdapat dimensi perlindungan konsumen yang perlu diperhatikan, terutama jika pemblokiran dilakukan terhadap rekening yang tidak menunjukkan indikasi tindak pidana. Melalui artikel ini, SIP Law Firm akan membahas terkait dengan dasar hukum, tujuan, serta prosedur pembukaan rekening yang dilakukan oleh PPATK.

Dasar Hukum Pemblokiran Rekening oleh PPATK

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), dijelaskan bahwa PPATK dalam menjalankan tugasnya memiliki fungsi sebagai berikut:

  1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
  2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh oleh PPATK;
  3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
  4. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). 

Lebih lanjut, pada Pasal 44 ayat (1) huruf i ditegaskan bahwa dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d, PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian Transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana. Namun, penting dicatat bahwa PPATK tidak memiliki kewenangan langsung untuk memblokir rekening. Ia hanya dapat meminta penyedia jasa keuangan (bank) untuk melakukan penghentian sementara transaksi berdasarkan analisis dan indikasi awal tindak pidana.

Terkait hal tersebut pun turut diatur dalam Pasal 2 ayat (1) hingga (3) Peraturan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi oleh Penyedia Jasa Keuangan (Peraturan PPATK 18/2017) bahwa:

  • PPATK dapat meminta Penyedia Jasa Keuangan untuk melakukan Penghentian Sementara Transaksi, baik seluruh maupun sebagian, sesuai dengan kewenangan berdasarkan Pasal 44 ayat (1) huruf i dan Pasal 65 Undang-Undang.
  • Penghentian Sementara Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupa penghentian aktivitas rekening;
  • Ketentuan mengenai jenis Transaksi yang diminta untuk dilakukan Penghentian Sementara Transaksi diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Kepala PPATK.

Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan PPATK 18/2017 menyebutkan bahwa permintaan penghentian sementara transaksi dapat dilakukan jika terdapat:

  1. Indikasi awal TPPU atau tindak pidana lain;
  2. Harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana;
  3. Pola transaksi yang menunjukkan modus operandi TPPU;
  4. Sumber dana dari tersangka dan/atau pihak terkait tindak pidana. 

Dengan demikian, pemblokiran tidak dilakukan semata-mata karena rekening tidak aktif, melainkan harus ada dasar hukum yang kuat bahwa dana dalam rekening tersebut terindikasi hasil tindak pidana.

Tujuan Pemblokiran Rekening oleh PPATK Menurut Perpres 20/2022

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (Perpres 10/2022) memberikan pijakan hukum tambahan bagi fungsi institusi ini, khususnya pada Pasal 3 Perpres 10/2022 yang menyebutkan bahwa tugas utama PPATK adalah mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian, langkah pemblokiran rekening sebetulnya adalah bagian dari modalitas pencegahan yang melekat dalam fungsi strategis PPATK, bukan aksi sewenang-wenang. Kemudian, tujuan dari pemblokiran rekening dormant adalah:

  1. Mencegah penyalahgunaan rekening oleh pihak yang tidak bertanggung jawab;
  2. Memberikan perlindungan kepada pemilik sah rekening;
  3. Menjaga integritas kepada pemilik sah rekening. 

Selain untuk tujuan di atas, PPATK juga menyatakan bahwa pemblokiran dilakukan sebagai bentuk perlindungan, bukan penyitaan. Dana nasabah tetap utuh dan tidak hilang.

Baca juga: Ini Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional!

Prosedur Pembukaan Blokir Rekening dan Jangka Waktunya

Melalui keterangan resminya, PPTK menyebut bahwa nasabah yang terdampak penghentian sementara ini tetap memiliki hak penuh atas dana yang dimiliki dan dapat mengajukan permohonan reaktivasi melalui cabang masing-masing bank dengan memenuhi prosedur yang ditetapkan. Alternatif lainnya, nasabah pun bisa menghubungi PPATK untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait status rekeningnya. 

Nasabah yang rekeningnya terblokir dapat mengajukan gugatan keberatan melalui laman resmi PPATK https://form.ppatk.go.id/index.php/299299?lang=id dan mengisi formulir dengan data yang sesuai dan akurat. Beberapa dokumen yang diperlukan sebagai syarat reaktivasi rekening di antaranya:

  1. Kartu Tanda Penduduk (KTP);
  2. Buku tabungan;
  3. Bukti pengisian formulir keberatan PPATK;
  4. Dokumen tambahan sesuai permintaan bank.

Selanjutnya, nasabah bisa melakukan langkah-langkah berikut ini:

  1. Mendatangi kantor bank terkait dengan membawa dokumen persyaratan;
  2. Nasabah menunggu proses review dan pendalaman oleh PPATK dan bank;
  3. Jika tidak ditemukan indikasi pidana, maka rekening akan diaktifkan kembali oleh bank.

Proses review dan pendalaman akan memakan waktu 5 (lima) hari kerja dan dapat diperpanjang selama 15 (lima belas) hari kerja, tergantung kelengkapan dan kesesuaian data serta hasil review. Pemblokiran rekening secara massal telah berdampak pada masyarakat, termasuk kesulitan membayar biaya rumah sakit, pendidikan, dan kebutuhan mendesak lainnya. Oleh karena itu, transparansi dan selektivitas dalam pelaksanaan kebijakan ini menjadi sangat penting. 

Dari perspektif hukum perbankan, tindakan PPATK dalam memblokir rekening dormant harus didasarkan pada prinsip legalitas, proporsionalitas, dan perlindungan hak nasabah. Meskipun memiliki kewenangan untuk meminta penghentian sementara transaksi, PPATK tidak dapat bertindak sebagai eksekutor pemblokiran tanpa dasar hukum yang kuat.

Kebijakan ini harus dijalankan dengan transparansi, akuntabilitas, dan mekanisme keberatan yang jelas agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan keresahan publik. Di sisi lain, nasabah juga perlu proaktif dalam menjaga aktivitas rekening dan melakukan pemutakhiran data secara berkala.***

Baca juga: Penggunaan Smart Contract dalam Perbankan dan Implikasinya Secara Hukum

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
  • Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (Perpres 10/2022).
  • Peraturan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi oleh Penyedia Jasa Keuangan (Peraturan PPATK 18/2017).

Referensi: