Dalam dunia perbankan, Indonesia memiliki dua jenis bank utama yang beroperasi, yakni bank syariah dan bank konvensional. Keduanya berfungsi sebagai institusi keuangan yang melayani kebutuhan masyarakat, namun perbedaannya terletak pada dasar hukum, prinsip operasional, produk dan layanan, serta pengawasan dan lembaga pengatur. 

Dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki kebutuhan besar akan sistem perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah. Kehadiran bank syariah menawarkan sejumlah solusi yang relevan bagi masyarakat muslim yang ingin menghindari praktik riba. Bank syariah bukan hanya menjadi alternatif, namun juga memegang peran penting dalam inklusi keuangan masyarakat yang sebelumnya enggan menggunakan layanan bank konvensional karena alasan keyakinan agama.

Lalu, apa sajakah perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional?

Dasar Hukum dan Prinsip Operasional

Bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU Perbankan Syariah”). Perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Perbankan Syariah, bahwa:
“Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.”

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU Perbankan”) menjelaskan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). 

UU Perbankan Syariah menyatakan bahwa kegiatan operasional bank syariah harus berlandaskan prinsip syariah, termasuk larangan terhadap riba (bunga), maisir (spekulasi), dan gharar (ketidakpastian). Di sisi lain, bank konvensional secara umum diatur dalam UU Perbankan yang berorientasi terhadap profit, di mana bunga menjadi instrumen utama. Bank konvensional dapat menjalankan fungsi penghimpunan dana melalui simpanan berbunga, pemberian kredit, dan aktivitas keuangan lainnya. 

Namun, bank konvensional juga dapat melakukan kegiatan usaha yang berlandaskan prinsip syariah, asalkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Pasal 6 huruf m UU Perbankan bahwa:

Bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui:

  1. Pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru; atau
  2. Pengubahan kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka persiapan perubahan kantor cabang tersebut, kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah di dalam kantor tersebut.

Bank umum berdasarkan prinsip syariah tidak melakukan kegiatan usaha secara konvensional.

Perbedaan Produk dan Layanan

Secara rinci, UU Perbankan Syariah telah menetapkan jenis kegiatan usaha bank syariah, melalui Pasal 19 ayat (1) yang meliputi:

  1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  3. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  4. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 
  5. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  6. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  8. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
  9. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; 
  10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
  11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
  12. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
  13. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
  14. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
  15. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;
  16. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan
  17. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara bank konvensional menawarkan produk dan layanan berbasis bunga. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Tabungan konvensional, yang memberikan bunga kepada nasabah berdasarkan saldo yang disimpan.
  2. Deposito, yang memberikan tingkat bunga tetap dalam jangka waktu tertentu.
  3. Kredit atau pinjaman berbasis bunga, seperti kredit konsumtif, kredit kendaraan bermotor, dan kredit usaha.
  4. Kartu kredit, yang memungkinkan pengguna melakukan transaksi dengan sistem pembayaran berbunga.
  5. Layanan investasi, seperti reksa dana dan obligasi, yang umumnya ditawarkan melalui bank sebagai perantara investasi.

Pengawasan dan Lembaga Pengatur

  • Bank Syariah

Dalam aspek pengawasan dan regulasi, bank syariah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang berada di bawah koordinasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kegiatan usaha bank syariah wajib tunduk pada prinsip syariah yang difatwakan oleh MUI, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU Perbankan Syariah. Fatwa MUI menjadi dasar dalam penentuan kehalalan produk dan layanan perbankan syariah. 

  • Bank Konvensional

Bank konvensional diawasi langsung oleh OJK dan Bank Indonesia (BI), sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Perbankan, yang memberikan wewenang kepada BI untuk mengawasi kegiatan perbankan di Indonesia.

Dengan perbedaan yang telah dijabarkan mengenai bank syariah dan bank konvensional, masyarakat memiliki pilihan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Bank syariah cocok bagi mereka yang mengutamakan transaksi berbasis syariah dan sesuai dengan prinsip Islam, sementara bank konvensional dapat menjadi solusi bagi yang menginginkan fleksibilitas layanan dan akses mudah. Kedua jenis bank ini, dengan keunikan masing-masing, memainkan peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.***

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU Perbankan Syariah”).

https://peraturan.bpk.go.id/Details/39655/uu-no-21-tahun-2008 

  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU Perbankan”).

https://www.regulasip.id/regulasi/1480