Kebutuhan akan hunian yang layak merupakan bagian dari hak dasar setiap warga negara, namun tingginya harga properti kerap menjadi hambatan utama bagi masyarakat, khususnya kalangan menengah dan menengah ke bawah untuk dapat memiliki rumah secara langsung melalui pembayaran tunai. Dalam kondisi tersebut, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi solusi pembiayaan yang paling umum digunakan untuk mendukung akses masyarakat terhadap perumahan. KPR merupakan program yang dibuat oleh bank untuk ditawarkan kepada nasabah untuk melakukan angsuran pembelian rumah.
Regulasi KPR
Dalam memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memiliki rumah, pemerintah melalui Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah memiliki regulasi yang mengakomodir hal tersebut. Sebagaimana telah termuat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 35 Tahun 2021 tentang Kemudahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (“Permen PUPR 35/2021”). Dalam Peraturan menteri ini, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bertujuan untuk menyediakan dana dalam mendukung pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sebagaimana termuat dalam Pasal 3 ayat (1) Permen PUPR 35/2021.
Kemudian, melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/2/PBI/2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI/2018 tentang Rasio Loan To Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing To Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (“Peraturan BI 23/2/PBI/2021”), telah menetapkan terkait batasan rasio pembiayaan kredit properti (KP) dengan memperhatikan dan mengedepankan prinsip kehati-hatian, serta manajemen risiko.
Jenis-Jenis KPR
Di Indonesia, terdapat beberapa pilihan jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, yaitu:
- KPR Bersubsidi
Jenis KPR ini merupakan program pemerintah yang ditujukan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk mempermudah kepemilikan rumah. KPR ini menawarkan bunga tetap sebesar 5% hingga tenor 20 tahun dan uang muka yang ringan mulai dari 1%, serta terdapat bantuan subsidi uang muka senilai Rp4.000.000.
- KPR Non-Subsidi
KPR ini terbuka untuk semua kalangan masyarakat tanpa batasan penghasilan tertentu. Semua kebijakan pembiayaan seperti jumlah pinjaman, tenor, dan suku bunga ditentukan sepenuhnya oleh kebijakan masing-masing bank tanpa intervensi dari pemerintah. Karena tidak disubsidi, suku bunga pada jenis ini dapat berubah-ubah dan denda keterlambatan pembayaran umumnya cukup tinggi dibandingkan KPR bersubsidi.
- KPR Syariah
Jenis pembiayaan ini mengikuti prinsip-prinsip syariah yang tidak mengandung unsur riba, sesuai dengan ajaran Islam. Umumnya menggunakan skema akad syariah seperti murabahah, ijarah, atau istishna’. Proses pengajuannya dikenal lebih sederhana, dengan angsuran yang kompetitif dan tetap.
- KPR Take Over
Jenis KPR ini memungkinkan pemindahan fasilitas pembiayaan rumah dari satu bank ke bank lain. Nasabah bisa memindahkan kredit mereka, baik untuk mendapatkan suku bunga yang lebih kompetitif maupun tenor yang lebih sesuai.
Baca juga: Ingin Bisnis Rumah Kos-kosan, Cek Syarat dan Prosedurnya
Perlindungan Terhadap Nasabah Pengguna KPR
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) mendefinisikan konsumen sebagai orang yang menggunakan barang dan/atau jasa. KPR merupakan suatu layanan jasa yang disediakan oleh bank untuk ditawarkan kepada nasabah untuk melakukan angsuran pembelian rumah. Dalam Pasal 4 huruf a UU Perlindungan Konsumen, seorang konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
KPR dengan metode indent (melakukan pemesanan sebelum barang jadi), didahului dengan suatu perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian yang terdiri dari kesepakatan, cakap hukum, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Kemudian dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang mengatur mengenai asas kebebasan berkontrak, menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang dapat berlaku berdasarkan ketentuan.
Selain itu, pada Pasal 1458 KUHPerdata mengakomodir terkait jual beli dengan dalil, Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Sehingga, secara keperdataan pembelian rumah dengan metode KPR dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan hukum yang termuat. Dalam Pasal 18 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan bentuknya sulit dipahami oleh konsumen, apabila pihak bank tidak memperhatikan hal ini, tentu akan berpotensi merugikan pihak nasabah.
Kemudian, dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (“POJK 6/POJK.07/2022”), telah menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen, akibat kesalahan maupun kelalaian yang dilakukan oleh komponen yang mewakili PUJK. Sehingga, seorang nasabah pengguna KPR yang bertindak sebagai seorang konsumen memerlukan adanya perlindungan secara hukum dalam menjalani program KPR yang disediakan oleh bank.
Pengaturan hukum Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) di Indonesia bertujuan memudahkan masyarakat, khususnya berpenghasilan rendah, dalam memiliki rumah melalui berbagai skema seperti KPR subsidi, non-subsidi, syariah, dan take over. Dalam pelaksanaannya, nasabah sebagai konsumen dilindungi oleh hukum melalui regulasi terkait. Perlindungan ini memastikan bahwa pelaksanaan KPR berjalan adil, aman, dan sesuai prinsip kehati-hatian serta asas kebebasan berkontrak.***
Baca juga: Regulasi Pemasangan PLTS Atap di Rumah, Panduan Lengkap bagi Pemilik Properti!
Daftar Hukum:
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 35 Tahun 2021 tentang Kemudahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (“Permen PUPR 35/2021”).
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/2/PBI/2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI/2018 tentang Rasio Loan To Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing To Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (“Peraturan BI 23/2/PBI/2021”).
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”).
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (“POJK 6/POJK.07/2022”).
Referensi:
- Tips Cicilan Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum. Hukumonline (Diakses pada tanggal 7 Juli 2025 pukul 14.31 WIB).
- Apa Itu KPR?. Bank BTN (Diakses pada tanggal 21 Juli 2025 pukul 11.32 WIB).
- Akad Kredit Pemilikan untuk Rumah Indent. Hukumonline (Diakses pada tanggal 22 Juli 2025 pukul 11.26 WIB). diakses pada tanggal 22 Juli 2025 pukul 11.26 WIB