Sama halnya dengan putusan pengadilan lainnya, putusan pailit yang dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dapat diajukan keberatan oleh pihak yang merasa dirugikan ke tingkat banding, kasasi serta upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali.
Pada dasarnya, setiap putusan pailit yang dikeluarkan hakim tersedia upaya hukum sebagai langkah-langkah yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berhak mendapatkan putusan kepailitan yang adil.
Landasan untuk melakukan upaya hukum terhadap putusan hakim yaitu apabila ditemukan kekeliruan atau ketidakadilan sehingga pihak yang bersangkutan dapat terhindar dari akibat hukum karena putusan hakim tersebut.
Di Indonesia, hukum kepailitan diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan & PKPU). Dalam tersebut, diatur tentang proses pengajuan kebangkrutan, hak dan kewajiban para kreditur dan debitur, serta tata cara pelaksanaan kepailitan.
Proses kepailitan dimulai dengan pengajuan permohonan ke pengadilan oleh kreditur yang memiliki tagihan yang jatuh tempo. Setelah diterima, pengadilan akan memeriksa apakah syarat-syarat kepailitan terpenuhi.
Jika kepailitan dikabulkan, pengadilan akan menunjuk seorang kurator yang bertanggung jawab untuk mengurus kepentingan para kreditur dan menjual aset perusahaan yang bangkrut.
Namun, UU Kepailitan & PKPU juga memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebelum pengajuan kebangkrutan. Dalam PKPU, perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan diberikan kesempatan untuk menyusun rencana restrukturisasi hutangnya sehingga dapat membayar kembali utang-utangnya dengan cara yang lebih teratur dan terukur.