Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Ciptaker”) bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur melalui pembangunan nasional. Dalam rangka percepatan mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah mengubah berbagai peraturan yang dapat mendorong ekosistem investasi, dan percepatan Proyek Strategis Nasional, termasuk pengaturan mengenai Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum.

 

Lingkup Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”), penyelenggaraan tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk 18 (delapan belas) jenis pembangunan.[i] Namun setelah disahkan UU Ciptaker, penyelenggaraan tanah untuk kepentingan umum kini digunakan untuk 24 (dua puluh empat) jenis pembangunan.[ii] Hal yang sama ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum (“PP 19/2021”).[iii]

Adapun poin yang ditambahkan sehubungan dengan lingkup pengadaan tanah untuk kepentingan umum untuk pembangunan sebagai berikut:

  1. kawasan industri hulu dan hilir minyak dan gas yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah;
  2. kawasan ekonomi khusus yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah;
  3. kawasan industri yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah;
  4. kawasan pariwisata yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah;
  5. kawasan ketahanan pangan yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah; dan
  6. kawasan pengembangan teknologi yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah.

 

Tahapan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Selanjutnya PP 19/2021 mengatur mengenai 4 (empat) tahapan yang harus dilakukan dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.[iv] Selengkapnya sebagai berikut:

No.TahapanKeterangan

 

1.PerencanaanSeluruh instansi yang memerlukan tanah untuk pembangunan kepentingan umum (“Instansi”) wajib menyiapkan rencana pengadaan tanah yang harus berdasarkan:[v]

a.       Rencana tata ruang; dan

b.      Prioritas pembangunan, yang tercantum dalam: 1) Rencana pembangunan jangka menengah; 2) Rencana strategis; dan/atau 3) Rencana kerja Instansi.

 

Rencana Pengadaan Tanah disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan tanah paling sedikit memuat:[vi]

a.       maksud dan tujuan rencana pembangunan;

b.      Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;

c.       prioritas pembangunan nasional/daerah;

d.      letak tanah;

e.       luas tanah yang dibutuhkan;

f.        gambaran umum status tanah;

g.      perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;

h.      perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;

i.        perkiraan nilai tanah;

j.         rencana penganggaran; dan

k.      preferensi bentuk Ganti Kerugian.

 

2.PersiapanSetelah menerima dokumen perencanaan pengadaan tanah, Gubernur melaksanakan tahapan kegiatan persiapan Pengadaan Tanah dan membentuk Tim Persiapan.[vii]

 

Tim Persiapan bertugas untuk:[viii]

a.       melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan;

b.      melaksanakan pendataan awal lokasi rencana pembangunan;

c.       melaksanakan Konsultasi Publik rencana pembangunan;

d.      menyiapkan Penetapan Lokasi pembangunan;

e.       mengumumkan Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum; dan

f.        melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum yang ditugaskan oleh gubernur.

 

3.PelaksanaanPelaksanaan pengadaan tanah dilakukan oleh kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional paling lambat dalam lima hari kerja setelah diterimanya permohonan pelaksanaan pengadaan tanah.[ix]

 

Proses pelaksanaan meliputi:

a.       Penyiapan pelaksanaan;

b.      Inventarisasi dan identifikasi data;

c.       Penetapan penilai;

d.      Pemberian ganti kerugian;

e.       Pelepasan objek pengadaan tanah; dan

f.        Pendokumentasian data administrasi pengadaan tanah.

4.Penyerahan hasilKetua Pelaksana Pengadaan Tanah kemudian akan menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada Instansi bersama dengan data pengadaan tanah paling lambat dalam 14 hari setelah pelepasan hak objek pengadaan tanah.[x]

 

Ganti Kerugian Khusus

Dalam hal Pihak yang Berhak membutuhkan Ganti Kerugian dalam keadaan khusus, pelaksana Pengadaan Tanah memprioritaskan pemberian Ganti Kerugian.[xi] Yang dimaksud dengan “keadaan khusus” adalah keadaan dimana Pihak yang Berhak membutuhkan uang Ganti Kerugian dengan segera untuk kebutuhan yang mendesak. Kebutuhan mendesak ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Adanya keadaan mendesak antara lain bencana alam, biaya pendidikan, menjalankan ibadah, pengobatan, pembayaran hutang, dan/atau keadaan mendesak lainnya; dan
  2. Dibuktikan dengan surat keterangan dari lurah/kepala desa.

 

Pengadaan Tanah Skala Kecil

Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan: [xii]

  1. secara langsung oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dengan Pihak yang Berhak, dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati; atau
  2. dengan menggunakan tahapan pengadaan tanah sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.

 

Pengadahan Tanah untuk Kemudahan Proyek Strategis Nasional

Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam menyediakan lahan bagi Proyek Strategis Nasional. Namun, dalam hal Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah tidak dapat menyediakan tanah tersebut, setiap pengadaan tanah yang dilakukan terkait proyek strategis nasional dapat dilakukan oleh:[xiii]

  1. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dengan penugasan khusus; dan
  2. Badan usaha yang telah mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara terkait (seperti: lembaga negara, kementrian, lembaga pemerintah nonkementrian, dan lain-lain.) dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum.

 

Sistem Pengadaan Tanah Secara Elektronik

PP 19/2021 menetapkan sistem elektronik sebagai sarana utama dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah yang dilakukan untuk pembangunan kepentingan umum.[xiv] Akibatnya, hasil pelaksanaan pengadaan tanah secara elektronik berupa data, informasi dan dokumen elektronik terkait, saat ini diakui sebagai alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.[xv]

 

DISCLAIMER

Setiap informasi yang terkandung dalam Artikel ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang masalah apa pun. Anda tidak boleh bertindak atau menahan diri dari bertindak berdasarkan konten apa pun yang termasuk dalam Update Hukum ini tanpa mencari nasihat hukum atau profesional lainnya. Dokumen ini dilindungi hak cipta. Tidak ada bagian dari dokumen ini yang dapat diungkapkan, didistribusikan, direproduksi atau dikirim dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, termasuk fotokopi dan rekaman atau disimpan dalam sistem pengambilan apa pun tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari Firma Hukum SIP.

 

[i] Pasal 10 UU 2/2012, sebelum perubahan UU Ciptaker

[ii] Pasal 10 UU 2/2012, sebagaimana telah diubah melalui Pasal 123 angka 2 UU Ciptaker

[iii] Pasal 2 PP 19/2021

[iv] Pasal 3 PP 19/2021

[v] Pasal 4 ayat (1) PP 19/2021

[vi] Pasal 6 ayat (1) PP 19/2021

[vii] Pasal 9 PP 19/2021

[viii] Pasal 11 ayat (1) PP/2021

[ix] Pasal 53 ayat (3) dan ayat (5) PP 19/2021

[x] Pasal 115 ayat (1) PP 19/2021

[xi] Pasal 86 ayat (3) PP 19/2021

[xii] Pasal 126 ayat (1) PP 19/2021

[xiii] Pasal 131 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) PP 19/2021

[xiv] Pasal 132 ayat (1) PP 19/2021.

[xv] Pasal 132 ayat (3) dan ayat (4)  PP 19/2021