1. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Awalnya, sebagaimana ketentuan Pasal 1 Ayat 24 UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, lembaga ini bernama DK-KPU, yang bertugas memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik. 

Pelanggaran  yang dilakukan anggota KPU dan anggota KPU Provinsi diselesaikan DK-KPU, sementara pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota KPU Kabupaten/Kota ditangani DK-KPU Provinsi. Pasal 158 Ayat 1 UU No 7 Tahun 2017 menyebutkan, DKPP bersidang melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi, serta anggota Bawaslu Kabupaten/Kota. 

Selain melakukan penyelidikan, DKPP melakukan fungsi verifikasi, pemeriksaan atas aduan atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. 

2. Bawaslu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dibentuk untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif Pemilu, pelanggaran Pemilu berdasar tingkatan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Bawaslu mempunyai wewenang menangani permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu sebagaimana tercantum pada UU No 7 Tahun 2017 Pasal 467 Ayat 1. Pada Pasal 467 Ayat 1 disebutkan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

Apabila tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa, maka Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menyelesaikan sengketa melalui ajudikasi. Pada Pasal 469 Ayat 1 dijelaskan, putusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa proses Pemilu adalah putusan yang bersifat final dan mengikat, kecuali putusan terhadap sengketa proses Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta Pemilu, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, serta DPRD Kabupaten/Kota, dan penetapan pasangan calon.  

3. Mahkamah Konstitusi (MK)

Lembaga negara terakhir yang berwenang mengadili sengketa Pemilu adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Dasar hukum pembentukan lembaga ini diatur dalam Pasal 24 Ayat 2 UUD 1945, yaitu kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dalam Pasal 474 Ayat 2 UU No 7 Tahun 2017 tercantum, peserta pemilu anggota DPR, DPD, DPRD mengajukan permohonan kepada MK mengenai pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU. Jika terjadi perselisihan penetapan suara, paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan hasil pemilu. Sementara, dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dapat mengajukan ke MK dalam waktu paling lama 3 hari setelah penetapan hasil pemilu.  MK memutus perselisihan akibat keberatan paling lambat 14 hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh MK. Nantinya MK menyampaikan putusan hasil penghitungan suara kepada MPR, Presiden, KPU, pasangan calon dan partai politik politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon.