Perdagangan menjadi pilar bagi pembangunan di bidang ekonomi sekaligus penggerak utama dalam pembangunan perekonomian nasional. Dalam upaya meningkatkan produksi dan memajukan perekonomian, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Salah satu ketentuan UU Cipta Kerja merevisi beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (PP 29/2021) sebagai aturan pelaksananya.

 

Penggunaan dan Kelengkapan Label Berbahasa Indonesia

Setiap Pelaku Usaha wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri yang meliputi:[1]

  1. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik;
  2. Perdagangan melalui distribusi tidak langsung; dan
  3. Perdagangan melalui distribusi langsung dengan skema penjualan single level atau multi level.

Pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajibannya di atas terancam sanksi administratif.[2] Kewajiban bagi pelaku usaha yang dimaksud dilakukan oleh:[3]

  1. Produsen untuk Barang produksi dalam negeri;
  2. Importir untuk Barang asal Impor; dan
  3. Pengemas untuk Barang yang diproduksi dalam negeri atau asal Impor yang dikemas di wilayah Republik Indonesia.

Penggunaan label berbahasa Indonesia memuat keterangan mengenai nama Barang, asal Barang, identitas Pelaku Usaha, dan informasi lain sesuai dengan karakteristik Barang.[4] Selain itu, untuk barang yang terkait dengan keselamatan, keamanan, dan kesehatan Konsumen dan lingkungan hidup harus memuat cara penggunaan, dan simbol bahaya dan/atau tanda peringatan yang jelas dan mudah dimengerti.[5] Adapun bagi barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib, pencantuman label berbahasa Indonesia  mengikuti penandaan yang telah ditetapkan dalam SNI.[6]

Terkait dengan penggunaan label, pelaku usaha dilarang mencantumkan label yang memuat informasi yang tidak lengkap, dan/atau tidak benar menyesatkan konsumen.[7] Pelanggaran terhadap hal ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa:[8]

  1. teguran tertulis;
  2. penarikan Barang dari Distribusi;
  3. penghentian sementara kegiatan usaha;
  4. penutupan Gudang;
  5. denda; dan/atau
  6. pencabutan Perizinan Berusaha.

Bagi pelaku usaha yang melanggar hal teresebut, Menteri Perdagangan berwenang untuk:[9]

  1. Memerintahkan untuk menarik barang dari peredaran; dan
  2. melarang perdagangan barang yang dimaksud, kecuali pelaku usaha memenuhi persyaratan PP ini.

Adapun kewajiban penggunaan label menjadi tidak berlaku bagi barang-barang sebagai berikut:[10]

  1. Barang curah yang dikemas dan diperdagangkan secara langsung di hadapan Konsumen; atau
  2. Barang yang diproduksi Pelaku Usaha mikro dan Pelaku Usaha kecil.

 

Sarana Perdagangan

Sarana perdagangan berdasarkan PP 29/2021 meliputi:

  1. Gudang

Gudang terdiri dari Gudang tertutup dan Gudang terbuka. Gudang tertutup selanjutnya memiliki 4 golongan dengan kriteria bervariasi mulai dari luas Gudang 100 m2 hingga lebih dari 2.500 m2.atau Gudang yang berbentuk silo atau tangka. Sedangkan Gudang terbuka memiliki kriteria luas paling sedikit 1.000 m2.[11]

Pemilik Gudang wajib memiliki Tanda Daftar Gudang (TDG) dari Menteri dengan melakukan pendaftaran Gudang.[12] Adapun penerbitannya dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta untuk Provinsi DKI Jakarta, dan bupati/wali kota atas kewenangan yang dimiliki dan dilimpahkan oleh Menteri.[13]

  1. Pasar Rakyat

Pasar Rakyat ditata dan/atau dibangun oleh Menteri, dan selanjutnya dikelola oleh Pemerintah Daerah, swasta, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, dan/atau koperasi. Toko/kios yang terdapat di dalam Pasar Rakyat dapat dimiliki/dimanfaatkan oleh pedagang kecil dan menengah, dan/atau koperasi serta UMK-M.[14]

  1. Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan

Bentuk pusat perbelanjaan dapat berupa:[15]

  1. pertokoan;
  2. mal; dan
  3. Plaza

Sedangkan Toko Swalayan dapat berbentuk:[16]

  1. minimarket, dengan luas lantai penjualan sampai dengan 400 m2. Minimarket, supermarket, dan hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi tertutama makanan dan/atau produk rumah tangga.;
  2. supermarket, dengan luas lantai penjualan di atas 400 m2 sampai dengan 000 m2;
  3. department store, dengan luas lantai penjualan paling sedikit 400 m2. Department store menjual eceran barang konsumsi terutama produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan berdasarjab jenis kelamin dan/atau usia konsumen;
  4. hypermarket, dengan luas lantai penjualan di atas 5.000 m2; dan
  5. Grosir/Perkulakan yang berbentuk toko dengan sistem pelayanan mandiri, , dengan luas lantai penjualan paling sedikit 2.000 m2 , sedangkan yang berbentuk grosir/perkulakan koperasi paling sedikit 1.000 m2. Grosir/perkulakan menjual secara partai besar/tidak secara seceran berbagai jenis barang konsumsi.

Pengelola pusat perbelanjaan dan toko swalayan paling sedikit harus menyediakan:[17]

  1. areal parkir;
  2. fasilitas yang menjamin pusat perbelanjaan dan toko swalayan bersih, sehat (higienis), aman, dan tertib; dan
  3. ruang public yang nyaman.

 

Standardisasi

Barang yang diperdagangkan di dalam negeri harus memenuhi SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib.[18] Pelaku usaha dikenakan sanksi administratif apabila menjual barang yang tunduk pada ketentuan SNI, namun belum mencantumkan tanda yang diwajibkan pada barang atau belum memiliki sertifikat yang dibutuhkan.[19] Sebelum melakukan impor barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis, produsen atau importir wajib:[20]

  1. mendaftarkan Barang yang diperdagangkan kepada Menteri; dan
  2. mencantumkan nomor pendaftaran pada Barang dan/atau kemasannya.

Produsen atau importir barang listrik, barang elektronika, dan barang yang mengandung bahan kimia berbahaya wajib mendaftarkan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup yang diproduksi dalam negeri atau diimpor, sebelum beredar di pasar. Namun, kewajiban ini tidak berlaku bagi barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib dan/atau Barang yang telah diatur pendaftarannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.[21]

 

 

DISCLAIMER

Setiap informasi yang terkandung dalam Artikel ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang masalah apa pun. Anda tidak boleh bertindak atau menahan diri dari bertindak berdasarkan konten apa pun yang termasuk dalam Update Hukum ini tanpa mencari nasihat hukum atau profesional lainnya. Dokumen ini dilindungi hak cipta. Tidak ada bagian dari dokumen ini yang dapat diungkapkan, didistribusikan, direproduksi atau dikirim dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, termasuk fotokopi dan rekaman atau disimpan dalam sistem pengambilan apa pun tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari Firma Hukum SIP.

 

 

 

[1] Pasal 20 ayat (1-2) PP 29/2021

[2] Pasal 20 ayat (6) PP 29/2021

[3] Pasal 20 ayat (3) PP 29/2021

[4] Pasal 23 ayat (1) PP 29/2021

[5] Pasal 23 ayat (3) PP 29/2021

[6] Pasal 24 ayat (2) PP 29/2021

[7] Pasal 25 ayat (2) PP 29/2021

[8] Pasal 166 ayat (2) PP 29/2021

[9] Pasal 26-27 PP 29/2021

[10] Pasal 28 PP 29/2021

[11] Pasal 60 PP 29/2021

[12] Pasal 61 PP 29/2021

[13] Pasal 62 PP 29/2021

[14] Pasal 71 PP 29/2021

[15] Pasal 85 ayat (1) PP 29/2021

[16] Pasal 85 ayat (2), dan Pasal 87-88 PP 29/2021

[17] Pasal 86 ayat (2), PP 29/2021

[18] Pasal 107 ayat (1) PP 29/2021

[19] Pasal 107 ayat (5) PP 29/2021

[20] Pasal 108 ayat (1) PP 29/2021

[21] Pasal 109 ayat (1), (3), dan (8) PP 29/2021