Pemerintah Indonesia telah menerbitkan 44 peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Ciptaker”). Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Izin Usaha Berbasis Risiko (“PP 5/2021”). Dengan disahkannya PP 5/2021, ketentuan ini mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (“PP 24/2018”).

Seperti diketahui bersama salah satu latar belakang disusunnya UU Ciptaker karena prosedur perizinan berusaha di Indonesia dinilai cukup rumit sehingga dapat menghambat investasi. Kondisi ini membuat Indonesia dianggap sebagai negara yang kurang menarik untuk berinvestasi. UU Ciptaker merupakan reformasi dalam tatanan regulasi untuk mempermudah proses berizinan yang pada akhirnya dapat menarik lebih banyak investasi di Indonesia.

Adapun terobosan-terobosan pemerintah dalam rangka memberikan kemudahan dalam perizinan berusaha sebagaimana diatur dalam PP 5/2021 akan dirangkum dalam tulisan ini.

 

Kemudahan Prosedur Perizinan Berusaha

Sebelumnya, PP 24/2018 menetapkan bahwa setiap pelaku usaha diwajibkan untuk memiliki izin usaha dan izin komersial atau izin operasional sebelum efektif melakukan kegiatan usahanya. Dalam hal ini Pemerintah juga tidak membedakan besar kecilnya skala suatu kegiatan usaha untuk memperoleh izin usaha.

Berbeda dengan peraturan sebelumnya, kini dalam ketentuan PP 5/2021 Pemerintah memberikan kemudahan prosedur memperoleh perizinan berusaha bagi pelaku usaha yang didasari dengan analisis risiko dan penetapan skala besar kecilnya suatu kegiatan usaha.

Analisis risiko ini akan dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang meliputi :

  1. pengidentifikasian kegiatan usaha;
  2. penilaian tingkat bahaya;
  3. penilaian potensi terjadinya bahaya;
  4. penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha; dan
  5. penetapan jenis Perizinan Berusaha.

Pada dasarnya UU Ciptaker membagi 3 (tiga) klasifikasi kegiatan usaha, yaitu (a) kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah; (b) kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah, dan (c) kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi.

Namun PP 5/2021 membedakan kembali antara kegiatan usaha risiko tingkat menengah-rendah dan kegiatan usaha risiko menangah-tinggi sehingga izin usaha berbasis risiko terbagi menjadi 4 (empat) tingkatan, yaitu:

  1. kegiatan usaha risiko rendah,
  2. kegiatan usaha risiko menengah-rendah,
  3. kegiatan usaha risiko menengah-tinggi, dan
  4. kegiatan usaha risiko tinggi.

Tabel Perbandingan Dokumen Perizinan Berusaha PP 24/2018 dengan PP 5/2021

PP 24/2018PP 5/2021
Dokumen Perizinan yang diperlukanJenis Tingkatan Risiko UsahaDokumen Perizinan yang diperlukan
 

a.    Izin Usaha; dan

b.   Izin Komersial atau Izin Operasional.

 

 

Rendah

 

a.       Nomor Induk Berusaha (“NIB”). NIB berlaku sebagai identitas dan legalitas melaksanakan usaha.

 

Untuk Usaha Mikro dan Kecil (“UMK“) dengan tingkat risiko rendah, NIB berlaku sebagai Standar Nasional Indonesia dan/atau pernyataan jaminan halal dalam peraturan perundang-undangan di bidang jaminan halal.

Menengah-Rendah

 

a.       NIB; dan

b.      Sertifikat Standar. Sertifikat Standar ini berlaku sebagai legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha yang diberikan melalui Sistem Online Single Submission (“ Sistem OSS”)

 

Perizinan diatas menjadi dasar untuk melakukan persiapan, operasional dan/atau komersial kegiatan usaha.

Menengah-Tinggi

 

a.       NIB; dan

b.      Sertifikat Standar. Sertifikat Standar ini merupakan pelaksanaan kegiatan usaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah berdasarkan hasil pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh Pelaku Usaha.

Tinggia.       NIB; dan

b.      Izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah atas persetujuan pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.

 

Dalam hal kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi memerlukan pemenuhan standar usaha/produk, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan Sertifikat Standar usaha dan Sertifikat Standar produk hasil verifikasi pemenuhan standar.

 

Dengan mengaplikasikan konsep izin usaha berbasis risiko ini, pelaksanaan dari prosedur perizinan untuk usaha akan jauh lebih efektif dan ringkas dikarenakan tidak semua jenis usaha harus melalui satu rangkaian proses yang sama, semua kewajibannya diukur secara proporsional dengan pertimbangan-pertimbangan yang disebutkan sebelumnya.

Mekanisme izin usaha berbasis risiko yang baru dikenalkan oleh PP 5/2021 ini digadang-gadangkan menjadi solusi atas hambatan yang dihadapi pelaku usaha dalam menjalankan usaha di Indonesia dan mendorong kemudahan untuk berinvestasi.

 

Pengawasan Implementasi Izin Usaha Berbasis Risiko PP 5/2021

Pengawasan yang diterapkan dalam rezim PP 24/2018 merupakan pengawasan atas kesesuaian usaha dan/atau kegiatan, keabsahan dokumen, dan kesesuaian standar, sertifikat, lisensi dan/atau pendaftaran. Kali ini PP 5/2021 memperkenalkan tambahan prosedur pengawasan berupa pengawasan rutin inspeksi lapangan yang meliputi:

  1. pemeriksaan administratif dan/atau fisik atas pemenuhan standar kegiatan usaha dan/atau produk/jasa;
  2. pengujian; dan/atau
  3. pembinaan

Pengawasan rutin inspeksi lapangan ini dilakukan secara berkala berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. kegiatan usaha risiko rendah dan menengah rendah 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap lokasi usaha
  2. kegiatan usaha risiko menangah tinggi dan tinggi dilaksanakan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap lokasi usaha.

Selain itu untuk memperketat pengawasan terhadap kegiatan usaha, PP 5/2021 juga mewajibkan pelaku usaha untuk membuat laporan kegiatan penanaman modal setiap 6 (enam) bulan dalam 1 (satu) tahun. Ketentuan kewajiban melapor kegiatan penanaman modal ini tidak berlaku bagi pelaku usaha kecil.

 

Ketentuan Transisi

Berlakunya PP 5/2021 mencabut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam PP 24/2018.

Setiap pelaku usaha yang sudah mendapatkan izin usaha sebelum PP 5/2021 diundangkan tetap berlaku. Namun bagi pelaku usaha yang Perizinan Berusahanya belum berlaku efektif harus menyesuaikan ketetentuan yang diatur dalam PP 5/2021. Kepada pelaku usaha yang telah memperoleh hak akses pada Sistem OSS sebelum berlakunya PP 5/2021 diharapkan melakukan pembaharuan data untuk penyesuaian ketentuan PP 5/2021. Pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS mulai berlaku efektif setidak-tidaknya pada bulan Juni.

 

DISCLAIMER

Setiap informasi dalam artikel ini disediakan untuk tujuan informasional saja dan tidak boleh dianggap sebagai nasihat hukum dalam materi hukum apapun. Anda tidak boleh bertindak berdasarkan konten apapun termasuk yang terdapat dalam informasi ini tanpa meminta nasihat hukum atau bantuan profesional lainnya.