Merujuk Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), jual beli adalah suatu persetujuan di mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain membayar harga yang dijanjikan. Yang dimaksud dengan harga adalah alat pembayaran yang sah berupa sejumlah uang, sedangkan barang yang menjadi objek jual beli tanah dan bangunan adalah hak atas tanah dan/atau bangunan.

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyebutkan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang dapat memiliki hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. Untuk itu, sebelum dilakukan transaksi jual beli properti harus diteliti terlebih dahulu mengenai jenis hak atas tanah sebagai objek transaksi, serta pihak yang menjadi pemegangnya.

Dalam transaksi jual beli tanah, apabila dalam akta jual beli tanah (AJB) menyebut tanah dan bangunan adalah satu kesatuan serta syarat dan prosedur lainnya sudah terpenuhi, AJB tersebut sudah bisa dikatakan sah.

Jual beli tanah dan bangunan harus juga memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

  1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, yang berarti bahwa subjek hukum yang melakukan transaksi harus ada dan membuat kesepakatan antara pemilik dengan calon penerima barang;
  1. kecakapan untuk membuat suatu perikatan sehingga perikatan yang diperbuatnya menjadi sah menurut hukum;
  1. suatu hal tertentu, yang merujuk bahwa harus ada objek hukum yang pasti, yang dalam hal ini yaitu hak atas tanah dan bangunan;
  1. suatu sebab yang halal, yaitu bahwa materi perjanjian haruslah perbuatan yang tidak dilarang oleh hukum, melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Selain syarat sah perjanjian di atas, transaksi jual beli tanah dan bangunan harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Saat ini, terdapat syarat tambahan yang dibutuhkan dalam transaksi jual beli menyusul dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia No. 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Berdasarkan Inpres No 1 Tahun 2022, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan pemohon pendaftaran peralihan hak tanah karena jual beli merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.

Ketentuan ini telah berlaku pada 1 Maret 2022 sesuai dengan surat Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Kementerian ATR/BPN.

Kebijakan ini ditempuh pemerintah agar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat berjalan seoptimal mungkin. Penggunaan BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat transaksi jual beli tanah diharapkan bisa meningkatkan peserta BJPS Kesehatan. Dengan bertambahnya peserta program JKN, berarti semakin banyak masyarakat mendapat perlindungan jaminan kesehatan.

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menerangkan bahwa peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, dan yang telah membayar iuran.

Lalu bagaimana jika kita tidak memiliki kartu anggota BPJS Kesehatan dalam melakukan jual beli tanah/bangunan, sedangkan unsur dalam Pasal 1320 KUHPerdata telah terpenuhi?

Kementerian ATR/BPN telah menerangkan bahwa pihaknya akan tetap akan melayanin dan menerima berkas yang diajukan terkait jual beli tanah. Akan tetapi berkas akan ditahan sampai dengan kartu keanggotaan BPJS Kesehatan selesai dan ditambahkan ke lampiran persyaratan tersebut.

 

Author / Contributor:

Saghara Luthfillah Fazari, S.H.

Associate

Contact:

Mail       : saghara@siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975