Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial bagi produk-produk halal. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan wajib Sertifikat Halal MUI bagi produk-produk yang beredar di Indonesia yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (“UU JPH“).
Selain mengatur tentang produk halal, undang-undang ini juga memberikan sanksi terhadap para pelaku usaha yang produknya tidak mencantumkan sertifikat halal. Sanksi tersebut bisa berupa sanksi administratif berupa denda, pencabutan izin edar, hingga sanksi pidana penjara.
Sejumlah alasan menyertai para pelaku usaha wajib memiliki sertifikat halal diantaranya adalah memberikan jaminan bahwa produk yang mereka konsumsi aman dan sesuai syariat Islam, meningkatkan kepercayaan konsumen yang dihasilkan oleh pelaku usaha, dan mempermudah akses pasar yang lebih luas baik itu pasar domestik maupun internasional.
Bagi pelaku usaha, memiliki sertifikat MUI adalah suatu keharusan yang tak bisa diabaikan. Tidak memiliki sertifikat halal tentunya akan berakibat terhadap kepercayaan konsumen. Padahal kepercayaan itu sangat penting dalam dunia bisnis, dan kehilangannya dapat berdampak negatif pada penjualan dan reputasi bisnis.
Bahkan, UU JPH sudah mengatur, bagi para pelaku usaha yang tidak memiliki sertifikat halal MUI sampai dengan 17 Oktober 2024 dapat dikenakan sanksi administratif, berupa:
- Sanksi administratif berupa peringatan tertulis terhadap pelaku usaha yang belum memiliki kewajiban sertifikat halal sebagaimana diatur Pasal 25 jo Pasal 27 UU JPH. Dalam hal ini, yang berwenang mengeluarkan surat peringatan ialah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
- Denda administratif yaitu kewajiban membayar sejumlah uang tertentu, apabila pelaku usaha melanggar pasal 25 UU JPH, dalam hal ini yang berwenang dalam memberikan denda administratif kepada pelaku usaha ialah BPJPH.
- Pencabutan izin edar diberikan kepada pelaku usaha yang telah diberikan peringatan tertulis, tetapi tidak melakukan perbaikan.
- Sanksi denda dan pidana terhadap pelaku usaha yang belum memiliki sertifikat halal atau telah melakukan pendaftaran untuk sertifikasi halal, tetapi proses sertifikasi halalnya belum selesai. Sanksi denda paling banyak Rp 5 miliar.
Sedangkan sanksi pidana dapat diberikan kepada pelaku usaha apabila produk bersertifikat halal itu terdapat kandungan tidak halal atau haram didalamnya, yang kemudian dapat merugikan dan membahayakan masyarakat khususnya yang beragama Islam. Perbuatan pelaku melanggar kewajiban Pasal 25 huruf (b) UU JPH. Pelaku usaha yang tidak mengindahkan kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 25 huruf (b) diatur dalam pasal 56 UU JPH dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Baca juga: Pembatasan Hak Cipta Berdasarkan UU Hak Cipta
Cara Mendapatkan Sertifikat Halal
Ada banyak cara untuk mendapatkan sertifikat halal salah satunya adalah yang disediakan oleh SIP-R Consultant yang memberikan konsultasi dan pendampingan percepatan sertifikasinya. Layanan ini tentu saja dapat membantu pelaku usaha untuk mendapatkan sertifikatnya dengan cepat dan mudah.
SIP-R menyediakan jasa perizinan dan konsultasi untuk membantu usaha Anda berdiri dan berjalan dengan baik. Meliputi layanan Pendirian PT, Pendirian CV, Pendirian Yayasan, Pendirian Koperasi, Pendaftaran Sertifikat Halal MUI, Pendaftaran Izin Edar BPOM, Foreign Company Registration Indonesia (PMA) , Indonesia Investor Visa, Izin Operasional Rumah Sakit dan layanan lainnya.
Baca juga: Prosedur Pendaftaran Hak Cipta
Sumber Hukum:
- UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal
Referensi:
- hsint.id, (Diakses pada 3 Oktober 2024 pukul 14.00 WIB)
- repository.radenfatah.ac.id, (Diakses pada 3 Oktober 2024 pukul 14.17 WIB)