Pesta demokrasi lima tahunan, pemilu dijadwalkan berlangsung pada 2024 mendatang. Sengketa dalam proses pemilihan pimpinan nasional Indonesia bisa terjadi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai nasional.
Ada dua alasan yang memicu sengketa, yakni sengketa proses dan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan, masalah hukum dalam pelaksanaan Pemilu terbagi menjadi 4, yaitu:
1. Pelanggaran pemilu
2. Sengketa proses pemilu
3. Perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU)
4. Tindak pidana pemilu
Dalam Pasal 466 UU Pemilu disebutkan, sengketa proses adalah perselisihan yang terjadi antar peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.
Sementara itu, dalam Pasal 473 UU Pemilu disebutkan, PHPU adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Sengketa hasil pemilu ini berkaitan dengan perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional yang meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat mempengaruhi perolehan kursi peserta pemilu.
Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu Presiden dan Wapres secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat mempengaruhi penetapan hasil pemilihan. Beberapa pelanggaran pemilu yang pernah terjadi adalah kasus pelanggaran administrasi pemilu, seperti kampanye yang didukung dengan pemanfaatan fasilitas atau aset milik negara dan kampanye politik yang melibatkan anak-anak di bawah umur.
Lembaga yang berwenang memutus perkara pelanggaran pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Tugas lembaga ini memeriksa, mengkaji dan memutus pelanggaran terkait. Putusan Bawaslu dapat berupa sanksi administratif pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Pasangan Calon Presiden dan Wapres.
Dalam hal perkara pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, maka lembaga yang berwenang memutuskan adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Lembaga ini akan melakukan sidang untuk selanjutnya menetapkan putusan berupa sanksi atau rehabilitasi yang disepakati dalam rapat pleno. Sedangkan tindak pidana pemilu contohnya adalah melakukan politik uang atau Money Politics. Pelanggaran tindak pidana pemilu selanjutnya diselesaikan dalam peradilan umum sesuai dengan hukum acara pidana. []