Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya menyatakan bahwa pembiayaan yang disalurkan industri teknologi finansial atau tekfin syariah dinilai tidak meningkat signifikan pada bulan Ramadan dan menjelang lebaran. Hal tersebut membuat non performing loan atau NPL tidak mengalami peningkatan.
Dia menjelaskan tidak terdapat peningkatan pembiayaan yang signifikan meskipun konsumsi masayarakat cenderung meningkat menjelang lebaran.
Menurut Ronald, perusahaan tekfin syariah cenderung memberikan pembiayaan yang produktif sehingga tidak terpengaruh signifikan oleh peningkatan konsumsi masyarakat. Meskipun begitu, menurutnya terdapat anggota AFSI yang memberikan pembiayaan konsumtif, meskipun tidak banyak jumlahnya.
Dia pun menjelaskan, hal tersebut membuat pinjaman macet atau NPL tidak mengalami peningkatan, terlebih NPL yang dicatatkan industri tekfin syariah relatif rendah.
Fintech syariah menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam transaksinya. Sehingga, terdapat perbedaan dalam bunga atau riba, akad, mekanisme penagihan hingga penyelesaian sengketa.
Payung hukum fintech syariah juga berlandaskan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Aturan ini memang mengatur secara umum setiap jenis fintech P2P seperti fintech syariah dan konvensional. Namun, fintech syariah juga mengacu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Setidaknya terdapat enam jenis akad yang diperbolehkan dalam fintech syariah. Pertama, al-bai’ (jual-beli) yaitu akad antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga). Kedua, ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.
Ketiga, mudharabah yaitu akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (shahibu al-maaf yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola (‘amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Keempat, musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi danalmodal usaha (ra’s al-maf dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.
Kelima, wakalah bi al ujrah yaitu akad pelimpahan kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentuyang disertai dengan imbalan berupa ujrah (upah). Keenam, qardh yaitu akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.
Sumber: