Anda mungkin kerap mendengar kata mediator. Mediator artinya pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Profesi ini bisa disandang seorang hakim yang ditunjuk oleh kedua pihak atau orang lain yang sudah disepakati pihak yang bersengketa.

Salah orang yang memiliki keahlian dibidang mediasi ini adalah Raymond Lee B.Sc. Tokoh senior advisor pada Pusat Media Nasional (PMN) ini adalah pakar dalam mediasi karena sudah 20 tahun lebih menggeluti profesinya.

Selama menjadi mediator, Raymond kerap memberikan pelatihan diberbagai lembaga dan instansi pemerintahan dan swasta. Pria bule keturunan British UK ini lebih suka mencari jalan tengah dalam mencari solusi dari pada memilih pengadilan sebagai jalan terakhir. Sayangnya, oleh sebagian kalangan profesi mediator kerap dianggap sebagai saingan.

Raymond mengatakan bahwa pengacara dan mediator bisa bersinergi dan bekerja sama. Karena orang yang tengah menghadapi masalah hukum perlu didamping pengacara. ‘’Ibarat nasi goreng dan sambal. Kalau keduanya disatukan rasanya akan lebih nikmat. Jadi bukan bersaing. Tapi harus saling melengkapi,’’ jelas Raymond dalam sebuah Podcast yang disiarkan chanel Youtube SIP Law Firm.

Modal untuk menjadi seorang mediator kata Raymond, harus memiliki pengetahuan pada semua bidang keilmuan, meski tidak harus menguasai seluruh bidang tersebut. Selain itu, seorang mediator harus pandai membaca psikologis pihak yang tengah bersengketa.

Terkait dengan perselisihan industrial, Raymond mengatakan, biasanya dalam perselisihan industrial atau sengketa antara pekerja dan perusahaan sudah ada mediator yang disediakan oleh pemerintah atau Kementerian Tenaga Kerja. Mediasi ini dikenal dengan perundingan Tripatri. Umumnya perselisihan industrial berfokus terhadap persoalan hak dan kewajiban yang dialami pekerja.

Menurut Raymond, perselisihan industrial jangan hanya dilihat dari persoalan hak dan kewajiban serta pada peraturan dan perundangan. Tak kalah penting adalah meninjau kembali persoalan yang melatar belakangi persoalan yang muncul.

‘’Salah satu contoh saya pernah menangani perselihan antara serikat buruh dan perusahaan. Bahkan sempat terjadi aksi unjuk rasa dan kerusuhan dan perusahaan terlihat tak mau mengalah,’’ jelas Raymond.

Menurut Raymond, dari sisi hukum tindakan perusahaan bisa dibenarkan. Namun dia mengingatkan persoalan buruh tak hanya dilihat dari persoalan hukum, tapi juga harus dipandang dari sisi kemanusiaan.

Persoalan yang kerap terjadi di sektor industrial juga bisa disebabkan ketidakseimbangan antara buruh dan perusahaan. Sudah menjadi hal yang lumrah, apabila kalangan direksi memiliki pengacara yang bisa mengatasi persoalan-persoalan hukum. Berbeda dengan buruh yang hanya bisa melakukan aksi unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya.

‘’Serikat buruh kadang berjuang dengan baik. Tapi terkadang (maaf) memperkeruh keadaan. Saya melihat perlunya mediator dalam perselisihan itu,’’ kata Raymond.

Berdasarkan pengalamannya selama menjadi mediator, konflik industrial bisa berdampak buruk bagi para pihak. Pasalnya, tingkat kebencian dan ketakutan terhadap peristiwa yang terjadi bisa berlangsung lama, bahkan bertahun-tahun. Jika kondisinya sudah semakin parah, perlu adanya pendekatan lain untuk menyelesaikan persoalan yang tengah berkecamuk.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mendefinisikan bahwa mediasi sebagai penyelesaian yang dilakukan dengan cara musyawarah yang dilaksanakan oleh mediator yang netral.

‘’Mediator harus Netral. Kalau mediator sudah dianggap berpihak kepada salah satu pihak atau membela pihak lawan, lebih baik mundur. Karena sudah ada kepentingan di situ,’’ kata Raymond. []