Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (“PP 39/2021”) pada tanggal 2 Februari 2021.

Dalam PP 39/2021, mendefinisikan Jaminan Produk Halal (JPH) adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal. Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.

Proses Produk Halal (PPH) adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk. Lokasi, tempat, dan alat PPH wajib dijaga kebersihan dan higienitasnya, bebas dari najis, dan bebas dari Bahan tidak halal.

Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Produk yang berasal dari Bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal, dan wajib diberikan keterangan tidak halal. Sertifikat Halal diberikan terhadap produk yang berasal dari bahan yang halal dan memenuhi PPH.

Pemerintah melalui Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama bertanggung jawab dalam penyelenggaraan JPH. Untuk melaksanakan penyelenggaraan JPH, Pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH berwenang untuk:

  1. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH;
  2. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH;
  3. menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;
  4. melakukan registrasi Sertilikat Halal pada Produk luar negeri;
  5. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;
  6. melakukan akreditasi terhadap LPH;
  7. melakukan registrasi Auditor Halal;
  8. melakukan pengawasan terhadap JPH; i. melakukan pembinaan Auditor Halal; dan j. melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

 

Untuk menlakukan pemeriksaan dan/atau pengjuian terhadap kehalalan produk, dibentuk Lembaga Pemeriksa Halal (“LPH”). LPH dapat didirikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. LPH yang didirikan oleh pemerintah meliputi LPH yang didikan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, penrguruan tinggi negeri, atau BUMN/BUMD. Sedangkan LPH yang didirikan masyarakat harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum, dan perguruan tinggi swasta yang berada di bawah naungan lembaga keagamaan Islam berbadan hukum atau yayasan Islam berbadan hukum.

Adapun terkait Lokasi, Tempat, dan Alat Proses Produk Halal juga diatur dalam PP 39/2021. Lokasi penyembelihan wajib memenuhi persyaratan sbb:

  1. terpisah secara fisik antara lokasi rumah potong hewan halal dengan lokasi rumah potong hewan tidak halal;
  2. dibatasi dengan pagar tembok paling rendah 3 (tiga) meter untuk mencegah lalu lintas orang, alat, dan Produk antar rumah potong;
  3. tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu, dan kontaminan lainnya;
  4. memiliki fasilitas penanganan limbah padat dan cair yang terpisah dengan rumah potong hewan tidak halal;
  5. konstruksi dasar seluruh bangunan harus mampu mencegah kontaminasi; dan
  6. memiliki pintu yang terpisah untuk masuknya hewan potong dengan keluarnya karkas dan daging.

Alat penyembelihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (4) huruf a wajib memenuhi persyaratan:

  1. tidak menggunakan alat penyembelihan secara bergantian dengan yang digunakan untuk penyembelihan hewan tidak halal;
  2. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang haral dan tidak halal dalam pembersihan alat;
  3. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halar dan tidak halal dalam pemeliharaan alat; dan
  4. memiliki tempat penyimpanan alat sendiri untuk yang halal dan tidak halal.

Alat pengolahan wajib memenuhi persyaratan:

  1. tidak menggunakan alat pengolahan secara bergantian dengan yang digunakan untuk pengolahan produk tidak halal;
  2. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pembersihan alat;
  3. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pemeliharaan alat; dan
  4. memiliki tempat penyimpanan alat sendiri untuk yang halal dan tidak halal.

Alat penyimpanan wajib memenuhi persyaratan:

  1. tidak menggunakan alat penyimpanan secara bergantian dengan yang digunakan untuk penyimpanan produk tidak halal;
  2. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halat dan tidak halal dalam pembersihan alat;
  3. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pemeliharaan alat; dan
  4. memiliki tempat penyimpanan alat sendiri untuk yang halal dan tidak halal.

Alat pendistribusian wajib memenuhi persyaratan:

  1. tidak menggunakan alat pendistribusian secara bergantian dengan yang digunakan untuk pendistribusian produk tidak halal;
  2. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pembersihan alat;
  3. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pemeliharaan alat; dan
  4. memiliki tempat penyimpanan arat sendiri untuk yang halal dan tidak halal.

Alat penjualan wajib memenuhi persyaratan:

  1. tidak menggunakan alat penjualan secara bergantian dengan yang digunakan untuk penjualan produk tidak halal;
  2. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pembersihan alat; dan
  3. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pemeliharaan alat.

Alat penyajian wajib memenuhi persyaratan:

  1. tidak menggunakan alat penyajian secara bergantian dengan yang digunakan untuk penyajian produk tidak halal;
  2. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pembersihan alat;
  3. menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal dan tidak halal dalam pemeliharaan alat; dan
  4. memiliki tempat penyimpanan arat sendiri untuk yang halal dan tidak halal.