Presiden Joko Widodo menandatangani surat presiden (surpres) nomor R-42/Pres/09/2019 mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertanggal 11 September 2019.
Surpres tersebut berisi penunjukkan wakil pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK yang ditunjukkan kepada ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
Dalam surat tersebut, Presiden Jokowi mengamanatkan Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakilinya dalam pembahasan RUU KPK bersama DPR.
Seperti diketahui, rapat paripurna DPR pada 3 September 2019 lalu menyetujui usulan revisi dua UU yang diusulkan Badan Legislatif (Baleg) DPR yaitu usulan Perubahan atas UU Nomor 2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dan usulan Perubahan atas UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Sontak, munculnya RUU KPK sebagai inisiatif DPR dan ditetapkan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2019 ini, menimbulkan penolakan secara masif dari berbagai elemen masyarakat termasuk KPK. Secara kompak, Pimpinan KPK dan pegawainya sebelumnya sudah menyatakan menolak revisi UU KPK tersebut. Bahkan, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan KPK berada di ujung tanduk bila RUU KPK disahkan sebagai UU.
Belakangan, Agus Rahardjo meminta agar Presiden Joko Widodo tidak menyetujui pembahasan RUU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Dia juga berharap semoga Presiden Jokowi tidak mengirimkan surpres yang isinya menyetujui pembahasan revisi ke DPR RI.
Dia menegaskan KPK menolak revisi UU KPK karena rencana tersebut belum tepat kalau diaplikasikan saat ini. Apalagi, masa jabatan keanggotaan DPR periode 2014-2019 akan berakhir 30 September 2019 mendatang. Dengan waktu yang terbatas seperti itu, menurut dia, sulit untuk mewujudkan KPK yang lebih baik jika revisi tetap dipaksakan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan sudah menerima Daftar Isian Masalah (DIM) revisi UU KPK dari DPR dan akan mempelajarinya agar tidak mengganggu independensi KPK.
“Tapi DIM yang dikirim pemerintah banyak merevisi draft yang dikirim DPR. Pemerintah sekali lagi, Presiden katakan KPK adalah lembaga negara yang independen dalam pemberantasan korupsi, punya kelebihan dibandingkan lembaga lainnya,” tegas Pratikno.
Namun Pratikno tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai isi draft versi pemerintah tersebut. “Sepenuhnya Presiden akan jelaskan lebih detail. Proses saya kira sudah diterima DPR,” ungkap Pratikno.
Setelah Presiden mengirimkan surpres tersebut, maka revisi UU KPK selanjutnya akan dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Sumber: