UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dinyatakan berlaku mulai 17 Oktober 2019 mendatang berdasarkan amanat Pasal 67 yang menyebutkan bahwa “Kewajiban bersertifikat halal bagi Produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.” 

Namun hampir lima tahun berlalu pasca diundangkan, amanat pembentukan Peraturan Pemerintah tentang JPH belum juga terbit. Padahal, Pasal 65 UU JPH jelas menyebutkan bahwa PP JPH harus dibentuk paling lambat dua tahun setelah UU JPH terbit.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, ada dua catatan yang harus diperhatikan sebelum UU JPH diberlakukan.

Pertama, semestinya PP JPH sudah diterbitkan pada tahun 2016 lalu. Dengan adanya keterlambatan ini, pemerintah sudah tidak memiliki kewajiban untuk menerbitkan PP JPH karena dianggap melanggar azas tertib pelaksanaan UU.

Kedua,  menerbitkan PP JPH nantinya akan menimbulkan persoalan baru di lapangan karena Badan Pelaksanan Jaminan Produk Halal (BPJPH) belum memiliki kesiapan untuk mengambil alih peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam memberikan sertifikasi halal. Ketidaksiapan itu dapat dilihat dari belum adanya kerjasama yang dilakukan BPJPH dengan MUI, meskipun hal tersebut diamanatkan di dalam UU JPH.

Sebagai jalan keluar, IHW memberikan masukan kepada Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres). Perpres dimaksudkan memberikan kewenangan kepada MUI untuk menerbitkan sertifikasi halal dan menjalankan kewenangan BPJPH untuk sementara, sesuai dengan Pasal 59 dan 60 UU JPH. Penerbitan Perpres bertujuan untuk mengatur mengenai tarif sertifikasi produk halal.

“Perpes diterbitkan agar memberi kewenagan kepada LPPOM MUI, sampai dengan BPJPH siap beroperasi. Jangan sampai lembaga belum siap tapi dipaksakan. Kalau tidak ada Perpres, tidak mungkin dilaksanakan karena itu berbiaya. Tidak mungkin biaya sertifikasi halal dibebankan kepada pengusaha, pemerintah wajib subsidi bagi pelaku usaha yang tidak mampu. Berarti negara mengeluarkan anggaran, nah dengan ada Perpres bisa diatur anggaran, kalau tidak ada anggaran enggak mungkin, disana benang merahnya,” terangnya (Hukumonline, 9/1).

 

Sumber:

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c35f95367297/pp-jph-belum-terbit–pelaksanaan-sertifikasi-produk-halal-butuh-perpres

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/19/01/08/pl0j7j320-perkuat-lppommui-presiden-disarankan-terbiatkan-perpres