Mulai Januari 2020, iuran Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) akan mengalami kenaikan. Kenaikan iuran ini merupakan jalan keluar terakhir yang diambil pemerintah untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan karena dianggap mampu mempertahankan program jaminan kesehatan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan bahwa rekomendasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini meupakan hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, salah satu penyebab utama defisit BPJS Kesehatan adalah besarnya selisih iuran dari peserta dengan perhitungan aktuaria atau penaksiran asuransi.

Selain itu, kelalaian masyarakat dalam membayar iuran atau premi BPJS juga merupakan penyebab BPJS Kesehatan mengalami defisit mencapai Rp. 32,8 triliun, melebar dari proyeksi awal yakni Rp. 24 triliun. Fahmi menambahkan, jika iuran peserta tidak dinaikkan, maka defisit akan terus melonjak setiap tahunnya hingga mencapai Rp. 77,9 triliun di 2024.

“Kenapa program ini defisit? BPKP mengaudit seluruh rumah sakit, puskesmas bahkan dokter yang terhubung dengan layanan ini (BPJS Kesehatan). Memang ada potensi fraud tapi tidak sampai 1 persen. Yang direkomendasikan harus ada penyesuaian (iuran) berdasarkan perhitungan aktuaria,” jelas Fachmi.

Fahmi menurutkan ada 96,8 juta peserta tidak mampu (miskin) yang diurannya ditanggung pemerintah pusat melalui APBN. Berdasarkan hasil perhitungan, pengeluaran rata-rata BPJS Kesehatan mencapai Rp 50.000, sedangkan iuran BPJS Kesehatan Rp. 40.000. Kalau dihitung berdasarkan kelas, misalnya kelas I, iuran normal harusnya Rp. 300.000 per bulan, tetapi pemerintah hanya membebankan Rp. 160.000.

Atas kondisi tersebut, masyarakat dihimbau untuk bersiap diri karena pemerintah sudah memutuskan bahwa iuran BPJS Kesehatan naik pada 2020. Kenaikan tersebut pada kelas I menjadi Rp160.000 dari Rp80.000 per bulan. Kemudian kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp59.000 per bulan. Sedangkan, kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa.

Terdapat berbagai kategori peserta BPJS Kesehatan, antara lain Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang biayanya ditanggung pemerintah sepenuhnya. Kategori Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P) yang terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI/Polri. Kategori Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU) yang umumnya karyawan swasta, dan kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang biayanya dibayar secara mandiri.

 

Kenaikan tarif yang telah disepakati pemerintah:

  1. PBI kenaikan dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa
  2. ASN/TNI/Polri mengalami penyesuaian dari semula iuran 5 persen dari gaji pokok dan tunjangan keluarga dengan tanggungan pemerintah 3 persen dan 2 persen ditanggung ASN/TNI/Polri menjadi 5 persen dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi dan tunjangan penghasilan bagi PNS daerah dengan batasan gaji maksimal Rp 12 juta. Sebanyak 4 persen ditanggung pemerintah dan 1 persen ditanggung ASN/TNI/Polri.
  3. PPU-BU mengalami penyesuaian semula 5 persen dari total upah dengan batas atas Rp 8 juta dengan tanggungan pemberi kerja sebesar 4 persen dan 1 persen ditanggung pekerja. Berubah menjadi 5 persen dari total upah dengan batas atas Rp 12 juta dengan tanggungan 4 persen oleh pemberi kerja dan 1 persen ditanggung pekerja.
  4. PBPU mengalami kenaikan pada kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa. Kelas 2 naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa. Dan, kelas 1 naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160.000 per jiwa.

 

 

Sumber:

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d9b0fca5f8a8/siap-siap-iuran-bpjs-kesehatan-naik-tahun-2020