Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PP tersebut mengatur tentang prosedur, peran masyarakat, serta pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam Pasal 13 ayat 2, penghargaan diberikan kepada, masyarakat yang aktif, konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, atau pelapor korupsi. “Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diberikan dalam bentuk, a. Piagam, dan/atau, b. Premi,” (laman Sekretaris Negara, Jakarta, Selasa, 9/10/2018).

Dalam pasal 15 PP itu disebutkan, bagi pelapor yang memberikan informasi perilaku korupsi ataupun suap yang dilakukan pejabat negara, penghargaan diberikan dalam dua bentuk, yakni piagam dan premi.

Besaran premi yang diberikan untuk pelapor korupsi adalah senilai 2 permil dari jumlah kerugian keuangan yang dapat dikembalikan ke negara. Ukuran nilai maksimal premi yang diberikan berbeda sesuai kasusnya. Untuk pelaporan korupsi berjenis tindak pidana suap, premi yang diterima maksimal Rp. 10 Juta. Untuk keseluruhan kasus, premi ini dipatok maksimal Rp. 200 juta.

Pemerintah juga akan tetap memberikan imbalan apabila kasus korupsi tersebut tidak merugikan negara. “Dalam hal tindak pidana korupsi berupa suap, besaran premi diberikan sebesar 2 permil dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan. Besaran premi yang diberikan paling banyak Rp10 juta,” bunyi Pasal 17 ayat (3) dan (4) PP ini.

Untuk melaporkan tindak korupsi, pelapor wajib melampirkan fotokopi KTP atau identitas diri lain dan dokumen atau keterangan terkait tindak pidana korupsi yang dilaporkan. Selain memberikan penghargaan, PP menjamin kerahasiaan para pelapor. Bahkan, dalam pasal 12 disebutkan, pelapor akan mendapat perlindungan hukum dari LPSK. Namun, ada syarat agar pelapor korupsi dilindungi penegak hukum yakni laporannya mengandung kebenaran. “Pelindungan hukum diberikan kepada Pelapor yang laporannya mengandung kebenaran,” bunyi Pasal 12 ayat (2) PP Nomor 43 tahun 2018 ini.

Setelah laporan masuk, petugas hukum akan melakukan penilaian terhadap tingkat kebenaran laporan yang disampaikan oleh pelapor dalam upaya pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi.

KPK mengapresiasi dan akan mempelajari PP ini terutama terkait bentuk jaminan perlindungan pelapor dan cara pemberian penghargaannya. Menurut Febri Diansyah selaku Juru Bicara KPK, pelapor kasus korupsi sudah semestinya diberikan penghargaan yang patut baik dari segi jumlah maupun caranya. Salah satunya, pemberian penghargaan tidak dilakukan secara terbuka karena bisa membahayakan pelapor itu sendiri.

“Saya kira positif kalau memang ada peningkatkan kompensasi terhadap pelapor. Namun tentu kami perlu baca secara lebih rinci kalau PP itu sudah ditandatangani. Semoga itu menjadi satu bagian yang memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Febri seperti yang dikutip dari hukumonline (Rabu, 10/10/ 2018).

Febri mengatakan KPK terlibat sejak awal pembahasan PP tersebut. Dia mengatakan KPK menyarankan adanya pemberian penghargaan yang patut bagi para pelapor kasus korupsi.

 

 

Sumber:

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bbd0fa864a45/ini-poin-penting-pp-penghargaan-bagi-pelapor-korupsi

https://news.detik.com/berita/4249423/kpk-sambut-positif-pp-tentang-pemberian-hadiah-bagi-pelapor-korupsi

http://www.tribunnews.com/nasional/2018/10/10/jokowi-tandatangani-pp-pelapor-tindakan-korupsi-bisa-dapat-rp-200-juta

https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/10/10/2018/pelapor-kasus-korupsi-diganjar-rp-200-juta-begini-ketentuannya